Kamis, 01 Mei 2025

Budaya Keselamatan dalam Penyelesaian Dilema Etik dan Etika Profesi di Layanan Kesehatan

Jen Alif Latifah Helmy
Dalam dunia layanan kesehatan, profesionalisme tidak hanya diukur dari kompetensi klinis, tetapi juga dari kemampuan tenaga medis dalam menghadapi dilema etik secara bijak. Dilema etik sering kali muncul ketika tenaga kesehatan dihadapkan pada situasi kompleks yang menuntut keputusan sulit, seperti memilih antara kepentingan individu pasien dan kebijakan institusi, atau antara prinsip otonomi pasien dan beneficence. Dalam konteks ini, budaya keselamatan menjadi landasan penting dalam menyelesaikan dilema etik dan menjaga integritas etika profesi.

Memahami Dilema Etik dan Etika Profesi

Dilema etik adalah situasi di mana terdapat konflik antara dua nilai atau prinsip moral yang sama-sama penting, sehingga tidak ada pilihan yang sepenuhnya benar atau salah. Contohnya, ketika seorang pasien menolak pengobatan yang dapat menyelamatkan nyawanya, atau ketika sumber daya medis terbatas harus dialokasikan di antara beberapa pasien yang sama-sama membutuhkan.

Etika profesi, seperti yang tercantum dalam kode etik kedokteran dan keperawatan, memberikan pedoman bagi tenaga medis dalam menghadapi situasi tersebut. Prinsip-prinsip dasar seperti otonomi, beneficence (berbuat baik), non-maleficence (tidak merugikan), dan keadilan menjadi kompas moral dalam pengambilan keputusan. 

Peran Budaya Keselamatan dalam Menyelesaikan Dilema Etik

Budaya keselamatan dalam layanan kesehatan adalah sekumpulan nilai, sikap, dan perilaku yang mendukung keselamatan pasien dan tenaga medis. Budaya ini mendorong lingkungan kerja yang terbuka, transparan, dan mendukung pelaporan insiden tanpa rasa takut akan hukuman.

Dalam konteks penyelesaian dilema etik, budaya keselamatan memainkan peran sebagai berikut:

1. Mendorong Pelaporan dan Diskusi Terbuka: Tenaga medis didorong untuk melaporkan insiden atau situasi yang berpotensi menimbulkan dilema etik tanpa takut akan sanksi. Hal ini memungkinkan diskusi terbuka dan kolaboratif dalam mencari solusi terbaik.

2. Membangun Lingkungan yang Mendukung Pengambilan Keputusan Etis: Budaya keselamatan menciptakan lingkungan di mana tenaga medis merasa didukung dalam mengambil keputusan yang sulit, dengan mempertimbangkan aspek klinis dan etis secara seimbang.

3. Mengintegrasikan Prinsip Etika dalam Prosedur Operasional: Prosedur dan kebijakan institusi dirancang dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip etika, sehingga membantu tenaga medis dalam menghadapi situasi dilema etik dengan panduan yang jelas.

Implementasi Budaya Keselamatan dan Etika Profesi

Untuk mengintegrasikan budaya keselamatan dan etika profesi dalam layanan kesehatan, beberapa langkah dapat diambil:

Pelatihan dan Pendidikan Berkelanjutan: Menyelenggarakan pelatihan rutin tentang etika profesi dan budaya keselamatan untuk seluruh staf medis dan non-medis.

Pembentukan Komite Etik: Membentuk komite etik yang bertugas memberikan konsultasi dan rekomendasi dalam kasus-kasus dilema etik yang kompleks.

Evaluasi dan Audit Etik: Melakukan evaluasi berkala terhadap praktik etika dan budaya keselamatan di institusi, serta menindaklanjuti temuan dengan perbaikan yang diperlukan.

Kebijakan Non-Penalti untuk Pelaporan: Menerapkan kebijakan yang menjamin tidak adanya hukuman bagi staf yang melaporkan insiden atau kesalahan, guna mendorong keterbukaan dan perbaikan sistem.

Kesimpulan

Budaya keselamatan dan etika profesi adalah dua pilar yang saling melengkapi dalam layanan kesehatan. Dengan mengintegrasikan keduanya, institusi kesehatan dapat menciptakan lingkungan kerja yang mendukung pengambilan keputusan etis, menyelesaikan dilema etik secara bijak, dan pada akhirnya meningkatkan kualitas pelayanan serta keselamatan pasien.


Penulis:Mahasiswi S2 Magister Manajemen UPB Kebumen



Berita Terbaru :