KEBUMEN – Gaya bertransaksi masyarakat kini semakin berubah seiring pesatnya perkembangan teknologi digital. Dulu, uang tunai jadi andalan utama untuk belanja di warung, pasar tradisional, hingga pusat perbelanjaan. Kini, cukup dengan membuka aplikasi di ponsel dan memindai QR code, transaksi pun selesai hanya dalam hitungan detik. Cepat, praktis, dan aman.
Fenomena ini bukan hanya terjadi di kota besar. Di Kabupaten Kebumen, perubahan gaya transaksi ini sudah mulai terasa di berbagai sudut kota hingga desa. Di warung makan pinggir jalan, toko kelontong di gang sempit, hingga minimarket modern di pusat kota, kini makin lumrah terlihat stiker QRIS menempel di meja kasir atau di dinding toko.
Perubahan cara bayar ini tak lepas dari hadirnya QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). Sejak diluncurkan pada tahun 2019 oleh Bank Indonesia (BI) bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), QRIS menjadi standar nasional pembayaran digital yang mampu menyatukan berbagai aplikasi dompet digital dan mobile banking.
Kalau dulu penjual harus punya banyak QR code untuk tiap aplikasi—GoPay, OVO, Dana, ShopeePay, LinkAja—sekarang cukup satu kode QRIS, semua pembayaran beres. Konsumen pun tak perlu repot memastikan apakah QR code di warung cocok dengan aplikasi di ponselnya.
Praktis dan Terjangkau
Bagi pelaku usaha, QRIS membawa angin segar. Mereka tak perlu lagi membeli mesin EDC mahal seperti kartu debit dan kredit. Modalnya hanya HP, koneksi internet, dan akun pembayaran digital. Bahkan pedagang kaki lima atau warung di pinggir sawah pun bisa menerima pembayaran digital tanpa biaya pemasangan alat yang memberatkan.
Menurut data Bank Indonesia, hingga akhir 2024 sudah ada lebih dari 30 juta merchant yang terdaftar menggunakan QRIS di seluruh Indonesia. Menariknya, lebih dari 90 persen di antaranya adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Angka ini menegaskan betapa QRIS menjadi tulang punggung digitalisasi transaksi sektor riil.
Di Kebumen, tren ini nyata terlihat. Pedagang gorengan di Alun-Alun Kebumen, penjual batagor di sekitar terminal, toko baju di Kutowinangun, hingga warung kopi anak muda di Karangsambung, satu per satu mulai beralih ke pembayaran nontunai dengan QRIS.
Bagi pembeli, transaksi terasa lebih nyaman karena tak perlu repot menyiapkan uang pas atau khawatir uang kembalian kurang. Bagi penjual, transaksi yang tercatat otomatis mempermudah pembukuan, memudahkan membuat laporan keuangan, hingga menjadi syarat pengajuan pinjaman modal ke bank atau koperasi.
UMKM Kebumen Diuntungkan
QRIS benar-benar membuka banyak peluang baru bagi pelaku usaha mikro, bukan sekadar berdasarkan data statistik, melainkan bukti nyata bahwa digitalisasi sudah merambah ke level usaha paling dasar sekalipun. misalnya, QRIS menjadikan UMKM memiliki daya tarik bagi anak muda untuk nongkrong sambil pamer gaya transaksi modern.
Selain mempermudah pembayaran, QRIS juga berdampak pada pencatatan keuangan. Banyak pedagang kecil yang dulunya mencatat transaksi hanya di buku tulis, atau bahkan hanya mengandalkan ingatan, kini terbantu karena semua transaksi non-tunai otomatis tercatat di sistem. Hal ini mempermudah pelaku usaha menyusun laporan omzet harian, mingguan, hingga bulanan tanpa perlu menghitung ulang satu per satu.
Manfaat lainnya pun dirasakan ketika pelaku usaha membutuhkan tambahan modal. Lembaga keuangan seperti bank atau koperasi biasanya meminta laporan keuangan sebagai salah satu syarat utama pengajuan pinjaman. Dengan adanya riwayat transaksi QRIS yang rapi, pedagang memiliki bukti keuangan yang kredibel, sehingga peluang mendapatkan persetujuan pinjaman menjadi lebih besar. Ini penting terutama bagi pelaku usaha kecil yang selama ini kerap terbentur syarat administrasi rumit ketika ingin mengembangkan usaha.
Salah satu contoh nyata datang dari Bu Sari, pemilik warung makan sederhana di Desa Sruweng. Sebelum menggunakan QRIS, Bu Sari mengaku sering bingung mencatat uang masuk dan keluar, apalagi ketika ramai pembeli. Sejak memasang QRIS, pembeli bisa bayar sendiri lewat scan kode di meja kasir. “Sekarang lebih gampang. Uang langsung masuk ke dompet digital, saya bisa pantau saldo lewat HP. Kalau mau pinjam modal ke bank juga lebih percaya diri karena ada bukti transaksi,” cerita Bu Sari sambil tersenyum.
Cerita serupa juga datang dari Mas Bayu, pemilik kedai kopi di Kutowinangun. Menurutnya, kehadiran QRIS justru membuat kedainya makin ramai dikunjungi anak muda. “Anak-anak sekarang kan lebih suka cashless. Kalau cuma terima uang tunai, kadang mereka malah batal beli karena lupa bawa uang pas. Sejak pasang QRIS, nggak ada cerita batal lagi. Semua tinggal scan,” kata Bayu.
Dari sisi konsumen, QRIS juga memberikan keuntungan. Pembeli tidak perlu repot menyiapkan uang pas atau cemas soal uang kembalian. Semuanya praktis dan transparan. Hal ini secara tidak langsung meningkatkan kepercayaan pembeli terhadap pelaku usaha, karena sistem pembayaran terasa lebih profesional.
Namun, semua keuntungan ini tetap butuh dukungan ekosistem yang memadai. Pelaku UMKM berharap agar pemerintah daerah, perbankan, dan komunitas bisnis bisa terus mendampingi mereka agar manfaat QRIS semakin optimal. Tidak hanya berhenti pada pemasangan QR code, tetapi juga mencakup edukasi manajemen keuangan digital, cara membaca laporan transaksi, hingga strategi mengelola omzet agar bisnis bisa berkembang lebih sehat dan berkelanjutan.
Dengan semua manfaat tersebut, tidak berlebihan jika QRIS disebut sebagai salah satu tonggak penting transformasi digital di sektor UMKM. Ia menjadi jembatan yang menghubungkan pelaku usaha kecil dengan sistem keuangan modern, membuka akses pasar lebih luas, dan membangun kebiasaan bertransaksi yang lebih tertib dan aman. Dari Kebumen, kita bisa melihat bagaimana teknologi sederhana seperti QR code dapat membawa perubahan besar bagi roda ekonomi lokal.
Tantangan di Balik Kemudahan
Walaupun QRIS makin dikenal, tantangan tetap ada. Beberapa pedagang di desa mengaku belum begitu paham cara kerja QRIS. Di beberapa lokasi pelosok juga masih ada kendala sinyal internet yang membuat pembayaran digital belum bisa berjalan lancar.
Di Kebumen bagian selatan misalnya, masih ditemukan pedagang yang ragu menggunakan QRIS karena takut salah pencet atau bingung soal cara daftarnya. Ada pula yang khawatir saldo tak langsung masuk atau pelanggan belum terbiasa.
Masalah lain adalah kekhawatiran soal keamanan data dan penipuan online. Beberapa warga merasa ragu karena sering mendengar kasus penipuan digital, padahal sistem QRIS sendiri sudah dilengkapi keamanan berlapis. Karena itu, edukasi dari pemerintah dan perbankan perlu terus digalakkan agar masyarakat lebih percaya dan paham cara pakai QRIS dengan aman.
Dipakai Turis Asing dan Siap Go Internasional
Menariknya, sekarang QRIS tak hanya berlaku di Indonesia saja. BI sudah bekerja sama dengan negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura. Turis dari negara itu bisa bayar di Indonesia pakai QR code QRIS lewat aplikasi dompet digital mereka. Sebaliknya, orang Indonesia yang pergi ke luar negeri juga bisa pakai QRIS untuk belanja.
Fitur lain seperti QRIS Tuntas sedang dikembangkan. Nantinya, masyarakat bisa melakukan tarik tunai atau transfer uang hanya dengan QRIS, tanpa perlu ribet mengunjungi ke ATM atau ke bank.
Harapan Pelaku UMKM: Pendampingan Nyata
Banyak pelaku UMKM di Kebumen berharap ada pendampingan langsung dari instansi terkait. Sosialisasi satu arah baik melalui media sosial atau poster dirasa belum cukup. Mereka ingin ada pelatihan langsung cara mendaftar, menggunakan, dan menjaga keamanan transaksi digital.
Beberapa komunitas UMKM lokal sudah mulai mengadakan pelatihan kecil-kecilan, namun masih terbatas. Jika kolaborasi antara pemerintah daerah, bank, kampus, dan pelaku usaha bisa digerakkan lebih aktif, maka digitalisasi ekonomi lokal akan lebih cepat tercapai.
Menuju Digitalisasi yang Merata, Adil, dan Inklusif
Kehadiran QRIS menjadi contoh nyata bahwa teknologi bukan lagi milik kota besar semata. Dengan modal HP dan pengetahuan dasar, pedagang kecil di Kebumen pun bisa bersaing di era ekonomi digital.
Namun, ukuran keberhasilan QRIS tidak hanya dilihat dari angka pengguna yang tinggi. Lebih penting lagi adalah seberapa merata manfaatnya. Pemerataan infrastruktur internet, literasi digital, serta kepastian keamanan transaksi harus terus dijaga agar tidak ada warga atau pelaku usaha yang tertinggal.
Masyarakat, pelaku usaha, pemerintah, lembaga keuangan, dan komunitas harus saling bergandengan tangan. Dengan kerja sama konkret, Kebumen bisa jadi contoh daerah yang berhasil mengembangkan ekonomi digital yang inklusif—di mana setiap orang punya kesempatan yang sama untuk maju, dari kota hingga pelosok desa.
QRIS hanyalah permulaan. Di era yang serba cepat ini, teknologi pembayaran akan terus berkembang. Siap tidak siap, kita semua perlu terus belajar, beradaptasi, dan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan taraf hidup. Mari bersama wujudkan Kebumen yang semakin melek digital, mandiri, dan berdaya saing di panggung nasional bahkan internasional
Penulis: Zakiyatun Fajariyah
Mahasiswa Magister Ilmu Manajemen (S2) Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jenderal Soedirman. Fajariyah
Berita Terbaru :
- Bazar Murah Polres Kebumen Diserbu Warga
- Sunatan Massal Semarakkan Peringatan HUT Bhayangkara ke-79
- Mushola Al-Baasith di Obwis Waduk Sempor Diresmikan
- Kirab Ribuan Ingkung Semarakkan 1 Muharram di Panjer
- 26 Calon Warga PSHT Laksanakan Tradisi "Sungkeman"
- 20 Tim Ikuti Turnamen Voli Rektor Cup 2025
- Senangnya Maulud Rumahnya Dipugar Polres Kebumen