KEBUMEN (kebumenekspres.com) - Musim kemarau menjadi masa yang berat bagi para petani di Kabupaten Kebumen. Seperti yang dialami para petani di Kecamatan Krakal Kecamatan Alian ini.
Gara-gara kekeringan, petani tadah hujan tak bisa bercocok tanam di sawah. Itu artinya, mereka kehilangan mata pencaharian. Sekedar menutup kebutuhan sehari-hari, sejumlah petani memilih ganti profesi sebagai pemecah batu.
Gara-gara kekeringan, petani tadah hujan tak bisa bercocok tanam di sawah. Itu artinya, mereka kehilangan mata pencaharian. Sekedar menutup kebutuhan sehari-hari, sejumlah petani memilih ganti profesi sebagai pemecah batu.
Salah satunya, pasangan Sriyati dan Sahari ini. Sudah lima bulan terakhir, mereka mencari batu dan menjualnya. Pekerjaan berat ini mereka lakukan agar asap dapur tetap mengepul di tengah musim kekeringan ini. "Hanya ini yang bisa kami lakukan saat musim kemarau. Sawah tak bisa ditanami," katanya Jumat (31/8/2018).
Sriyati dan Sahari mencari batu-batuan di sekitar lahan pertanian. Meski mudah dijumpai, namun tak mudah mengambil batu-batu itu. Batu-batu besar seringkali tertanam dalam tanah. Mereka pun harus mencongkelnya terlebih dahulu.
Kalau sudah berhasil diambil bukan berarti pekerjaan selesai. Proses selanjutnya, memecah batu-batu agar sesuai ukuran tertentu sehingga laku dijual. Dengan peralatan sederhana seperti linggis dan martil mereka bekerja keras memecah batu-batu tersebut.
Dalam bekerja, Sriyati dan Sahari berbagi tugas. Sahari mencongkel dan memecah batu, sedangkan Sriyati mengangkut batu yang sudah dipecah. Batu yang sudah dipecah dengan ukuran tertentu itu lantas kemudian dikumpulkan menjad satu agar lebih mudah dalam menjualnya.
Dalam sehari, mereka berdua bisa mengumpulkan batu seukuran 1 meter kubik. Jumlah itu dijual dengan harga Rp 200 ribu. Repotnya, permintaan batu tidak datang setiap hari. Praktis, mereka hanya bisa menunggu batu itu terjual. Batu-batu itu dipergunakan untuk pondasi bangunan.(cah)
Sriyati dan Sahari mencari batu-batuan di sekitar lahan pertanian. Meski mudah dijumpai, namun tak mudah mengambil batu-batu itu. Batu-batu besar seringkali tertanam dalam tanah. Mereka pun harus mencongkelnya terlebih dahulu.
Kalau sudah berhasil diambil bukan berarti pekerjaan selesai. Proses selanjutnya, memecah batu-batu agar sesuai ukuran tertentu sehingga laku dijual. Dengan peralatan sederhana seperti linggis dan martil mereka bekerja keras memecah batu-batu tersebut.
Dalam bekerja, Sriyati dan Sahari berbagi tugas. Sahari mencongkel dan memecah batu, sedangkan Sriyati mengangkut batu yang sudah dipecah. Batu yang sudah dipecah dengan ukuran tertentu itu lantas kemudian dikumpulkan menjad satu agar lebih mudah dalam menjualnya.
Dalam sehari, mereka berdua bisa mengumpulkan batu seukuran 1 meter kubik. Jumlah itu dijual dengan harga Rp 200 ribu. Repotnya, permintaan batu tidak datang setiap hari. Praktis, mereka hanya bisa menunggu batu itu terjual. Batu-batu itu dipergunakan untuk pondasi bangunan.(cah)
Berita Terbaru :
- Peredaran Rokok Ilegal Antar Provinsi Dibongkar
- Anis Nurul Hidayat Ditunjuk Jadi Ketua HPDKI Kebumen
- TKI Asal Buluspesantren Meninggal di Malaysia
- Ahmad Luthfi Minta Pengusaha Muda Jateng Cetak Pertumbuhan Ekonomi Baru
- Ahmad Luthfi Cek Layanan Fast Track RSUD Dr Moewardi untuk Lansia dan Berkebutuhan Khusus
- SMK N 1 Puring Jadi Sasaran Pelatihan Greening Education
- 363 Siswa Magang di Kebumen Dapat Jaminan BPJamsostek