• Berita Terkini

    Sabtu, 14 November 2015

    Curug Muncar, Jujugan Baru Peminat Wisata Khusus

    agung/ekspres
    JALAN kaki sepanjang lebih dari 1,5 kilometer akan terbayar lunas saat mata kaki menapak terjalnya batu di bawah Curug Muncar di Desa Kaliwungu, Kecamatan Bruno, Purworejo. Apalagi hembusan air tipis yang menerpa wajah dan badan akan langsung menyegarkan seluruh sendi kita.

    Untuk mencapai lokasi Curug Muncar memang butuh perjuangan yang tidak mudah. Jalanan setapak yang masih berwujud tanah sepanjang kurang lebih satu kilometer dari lokasi parkiran di pojok Desa Kaliwungu menjadi tantangan pertama bagi calon penikmat eloknya Curug Muncar. Berada di ketinggian 900 meter di atas permukaan laut tentu menjadi tantangan yang antri berikutnya. Jalanan menanjak dan berkelok tentu bakal menguras tenaga.

    Namun bayangan bakal capek dan letih menaklukkan terjalnya medan menuju Curug Muncar itu, bisa jadi hanya isapan jempol semata. Pasalnya, keramahan warga Kaliwungu menyambut tamunya cukup bisa menjadi pelipur lara. Perempuan-perempuan lebih dari paruh baya, akan banyak dijumpai disepanjang perjalanan menuju Curug Muncar. Belum lagi alam yang hijau serta kicau burung yang menyambut riang sang wisatawan seolah menjadi sorak memberikan semangat agar tak putus arang saat melangkahkan kaki menaklukkan terjalnya medan.

    Hal itulah yang dialami belasan awak media cetak yang tergabung dalam Pewarta Harian Cetak Purworejo (PHCP) saat mengikuti program Fam Trip yang diselenggarakan oleh Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan Pariwisata Kabupaten Purworejo, awal November lalu. Perempuan-perempuan tua tampak dengan kayu bakar atau rerumputan memenuhi punggungnya menjadi pemandangan khas pedesaan yang sesekali ditemui di sepanjang perjalanan.

    "Kalau sampai tumbang sebelum sampai tujuan, malu sama mbah-mbah itu. Dengan membawa beban cukup berat dipunggung saja mereka tetap kuat. Sementara kita, hanya membawa tas yang berisi air minum dan kamera saja mosok tidak kuat," ujar Hendri Utomo, salah satu anggota PHCP.

    Pemandangan lain sepanjang perjalanan adalah sambutan hamparan kebun salak pondoh yang cukup luas. Petak-petak kebun salak itu dipersilakan kepada rombongan wartawan untuk dipetik. Sayangnya, meski telah berbuah, namun dagingnya masih tipis lantaran belum masak.

    Kurang lebih 40 menit perjalanan dari lokasi parkiran yang panjang dan cukup berat akhirnya berakhir. Seorang warga memberikan semacam welcome drink berupa kelapa muda yang sudah dikupas bagian ujungnya. Saat kami tiba, semua sudah dipersiapkan dibawah pohon beringin yang terlihat sangat tua. Pohon itulah yang seolah menjadi pintu gerbang menuju Curug Muncar. Wisatawan harus lorong sempit akar yang menghunjam ke tanah memenuhi jalan.

    Hamparan bebatuan besar menyambut. Batu-batu itu harus didaki untuk menjangkai segarnya air sungai Curug Muncar. Bening dan dingin. Sangat menyegarkan. Terlebih saat angin dibagian atas Curug berhembus kencang menghempaskan deras air terjun hingga melebar jauh dari titik jatuh air terjun.

    Dinding wadas Curug Mucar yang berwarna hitam menjadi sebuah lokasi yang sangat ciamik untuk dijadikan background berfoto saat di obyek wisata alam. Meski telah terbentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang mendapat pembinaan secara langsung oleh Diskopperindagpar, namun masih banyak diperlukan inovasi-inovasi agar keindahan alam pemberian Tuhan kepada warga Desa Kaliwungu itu dapat memberikan pundi-pundi uang bagi warga setempat.

    "Warga kami cukup semangat dalam mengembangkan potensi yang ada. Bahkan saat ini kami sedang mengupayakan pembangunan jalan setapak menuju lokasi Curug Muncar. Sehingga wisatawan tidak terlalu jauh," kata Khozin, Kepala Desa setempat. (baj)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top