Senin, 21 Desember 2015

Kisah Kapten (Pnb) Dwi Cahyadi, Kopilot Golden Eagle yang Jatuh di Lanud Adi Sucipto Yogyakarta

Kapten (Pnb) Dwi Cahyadi
Tak Minder Walau Anak Sopir, Berusaha Lakukan Hal Terbaik

Konsistensinnya menjadi seorang pilot membuahkan hasil yang memuaskan. Berkat keahliannya tersebut sudah banyak negara-negara yang dilaluinya. Namun perjalanan Dwi Cahyadi berakhir saat Golden Age T-50i jatuh di kompleks hutan Lanud Adi Sucipto Yogyakarta usai melakukan akrobatik udara.

Ryantono PS, Solo

Badannya tegap dan besar, senyum penuh percaya diri diperlihatkannya ketika bercerita banyak hal tentang pengalamannya terbang diatas langit mengemudikan pesawat. Memorinya berputar mengingat puing-puing dimana Ia pertama kali terbang sampai kini menjadi seorang komandan flights ops C untuk  menjadi instruktur penerbang dan test pilot di pesawat Hawk Mk 53 di skadron udara 15, Lanud Iswahyudi, Madiun, Jawa Timur.

Adrenalinnya meningkat saat melakukan penerbangan pertamanya, Pria kelahiran Sleman 6 Juli 1984 ini sangat bersyukur atas karunia yang diberikan Tuhan YME. Bagaimana tidak, sebelumnya tidak terbayangkan oleh Kapten pnb Dwi Cahyadi jika Ia bisa melangkah sebagai seorang penerbang sejauh ini. “Saya dulu hanya anak seorang pensiunan sopir PNS di Jogja tapi bisa melangkah dan membanggakan orang tua,” jelasnya.

Walaupun hanya seorang anak pensiunan Sopir PNS, tidak ada sifat minder yang diperlihatkan oleh Kapten pnb Dwi Cahyadi. Demi mewujudkan cita-citanya sebagai seorang pilot, Ia memutuskan untuk mendaftar di Akademi Angkatan Udara (AAU) dan lulus tahun 2005 dan dilantik di AAL surabaya oleh presiden RI Dr.H Susilo Bambang Yudhoyono.
Setelah itu, Ia mengikuti seleksi di sekolah penerbang TNI AU dan mejadi siswa sekolah penerbang angkatan 74. Saat itu Ia terbang dengan pesawat AS202 Bravo (Buatan Switzerland) dan T34 Charlie buatan USA. “Lulus tahun 2007 dan selanjutnya berdinas di skadron udara 15 lanud iswahjudi, melanjutkan pendidikan transisi pesawat tempur Hawk Mk 53 (buatan inggris) selama 5 bulan,” paparnya.
Saat menjalani pendidikan Ia selalu bersemangat untuk bangun pagi dan menjalani setiap perintah Instruktur dengan baik. Lantaran kedisiplinanya tersebut, Ia berhasil mencapai target sampai sekarang ini. Matanya menatap dalam ketika bercerita perasaannya yang campur aduk ketika bercerita pengalamannya yang ikut dalam latihan menjaga  perdamaian Khaan quest 2012 di Mongolia dengan TNI AL dan TNI AD. Pelatihan tersebut berlangsung selama 1 bulan. Peserta pelatihan tersebut berasal dari berbagai negara seperti USA, korea selatan, india, kamboja, mongolia dan Indonesia. Selain itu, Ia juga pernah melaksanakan kursus G-FET di singapore dan patroli udara gabungan CMPT (Combine Maritime Patrol Training) menggunakan pesawat Fokker F-50 singapore di area perbataaan udara negara indonesia-singapore dan malaysia.

Ia menceritakan, tahun 2012 Ia mengikuti pendidikan Sekolah Instruktur Penerbang TNI angkatan 68 menggunakan Pesawat KT-1 Woong Bee (buatan korea selatan) dan lulus sebagai instruktur penerbang ke 777 dan mendapat call sign jupiter 777.Sampai saat ini TNI AU sudah mencetak 797 instruktur penerbang. “Selanjutnya 2013 didinaskan kembali di skadron udara 15 sebagai komandan flights ops C untuk  menjadi instruktur penerbang dan test pilot di pesawat Hawk Mk 53 selanjutnya mengawaki pesawat T-50i Golden eagle (pesawat baru dari Korea selatan),” ulasnya.

Dwi merupakan siswa lokal yang dididik oleh instruktur T-50i yang sebelumnya telah melaksanakan pelatihan dikorea selama 8 bulan. Ia melaksanakan pendidikan konversi di T50i dan total jam terbang keseluruhan 1300 jam terbang. Bukan hanya itu, Ia pernah melaksanakan exchange cadet antara AAU dan ROKAFA (Republic of South Korea Air Force Academi) di Korea Selatan selama 1 minggu dan menjadi pengalaman yang tidak terlupakan.

Kemarin, rumah duka Kapten (Pnb) Dwi Cahyadi di Sleman telah didatangi pelayat. Dua buah tenda juga telah dipasang menunggu kedatangan jenazah Dwi.


Jenazah perwira berusia 31 tahun itu akan disemayamkan di rumah mertuanya, Basuki, yang beralamat di Jalan Kepuhsari 17, RT 07 RW 05, Dusun Krodan, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman.
"Nanti akan disemayamkan di sini. Semua keluarga masih ada di RS Hardjolukito," ujar Ketua RT 07 Sukendar di rumah duka, Minggu (20/12/).
Sukendar mengatakan hingga saat ini belum ada kepastian rencana pemakaman jenazah Dwi.

"Jenazah kemungkinan dimakamkan besok, di TMP Kusumanegara. Tapi belum ada kepastian," imbuhnya.

Karangan bunga duka cita dari alumni AAU 2005 telah berada di rumah duka. Tampak pula puluhan anggota TNI AU yang menunggu kedatangan jenazah. "Nama istrinya Dwi Wanito Ambarsari. Anaknya dua, masih kecil-kecil," tutupnya.

Duka mendalam juga meliputi mantan srikandi bulutangkis tanah air, Finarsih. Fina, panggilan akrabnya, tak lain adalah kakak sepupu dari Alm. Letkol Pnb Marda Sarjono, pilot pesawat naas yang jatuh di Yogyakarta. Jarak usia yang tidak terpaut jauh, membuat Fina cukup dekat dengan spupunya yang dikenal sangat baik dan ramah ini.
"Waktu kecil teman golek iwak,"ujarnya mengenang sang adik sepupu.

Meski tidak banyak waktu dihabiskan bersama sang sepupu, namun saat bersama selalu menjadi momen membahagiakan. Saat dirinya digembleng di pelatnas misalnya, dirinya kerap menginap di rumah almarhum di Jakarta. Demikian sebaliknya, saat almarhum masih menjadi taruna, dirinya juga kerap menginap dirumahnya di Godean.
Pertemuan terakhir Fina ingat di bulan Februari 2015 kemarin. Di acara keluarga itulah, Fina bertemu dengan sepupunya ini.

"Saat itu ya dia cerita dan minta doa restu, karena mau naik pangkat," ujarnya.
Bersama keluarga, Fina akan menyusul ke Madiun pada Senin (21/12) pagi untuk mengikuti prosesi pemakaman. Alm meninggalkan seorang istri dan tiga anak yang berdomisili di Madiun. (jpnn)




Berita Terbaru :