Minggu, 22 Juni 2025

Carut Marut Kebijakan Donald Trump, Apple Jangan Bergantung ke China

 Siska Anggraeni Larasati

Memanasnya kembali perang dagang antara Amerika Serikat dan China, terutama sejak terpilihnya kembali Presiden Donald Trump dalam pemilu tahun 2024, telah memaksa Apple Inc. untuk mengevaluasi ulang strategi rantai pasok globalnya.  Penerapan tarif tinggi terhadap produk impor dari China menjadi pukulan besar bagi perusahaan-perusahaan yang bergantung pada negara tersebut, termasuk Apple. 

Berdasarkan laporan CNBC (2025), Amerika Serikat sempat menaikkan tarif impor terhadap produk asal China hingga 145%, sebagai balasan China menetapkan tarif hingga 125% terhadap produk asal AS. Ketegangan ini sempat mereda, kedua negara bersepakat menurunkan tarif impor secara sementara: Amerika Serikat menetapkan tarif baru sebesar 30% untuk produk asal China, sementara China menurunkan tarif impor untuk produk AS menjadi 10%. Kebijakan ini berlaku selama 90 hari ke depan, terhitung sejak Rabu, 14 Mei 2025. 

Namun, masa tenang ini tidak berlangsung lama. Saat ini, kedua negara kembali saling menyerang. Ditengah ketidakpastian tersebut, keputusan terbaru dari Pengadilan Perdagangan Federal AS yang secara resmi menghentikan tarif resiprokal global buatan Trump membantu meredamkan kebijakan perdagangan global. 

Meski demikian, terpilihnya kembali Presiden Donald Trump menimbulkan banyak kekhawatiran. Kebijakan-kebijakannya kerap memicu ketegangan antar negara, merugikan para pelaku bisnis, serta mendorong kenaikan harga barang impor yang berpotensi meningkatkan inflasi. Oleh karena itu, meskipun langkah hukum tersebut memberikan harapan akan stabilitas perdagangan internasional, ketidakpastian tetap ada akibat kebijakan geopolitik yang terus berubah dan sulit diprediksi. 

Langkah Strategis dengan Diversifikasi

Ketergantungan Apple pada China tidak hanya berisiko secara ekonomi, tetapi juga secara strategis. Oleh karena itu, perusahaan perlu mempertimbangkan diversifikasi produksi ke negara lain seperti India. Diversifikasi dapat untuk memperkuat ketahanan rantai pasok Apple secara global dan mengurangi dampak negatif dari tarif tinggi yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap produk impor dari China. 

Tarif tinggi membuat barang-barang asal China menjadi lebih mahal dan kurang kompetitif di pasar global. Ketika harga naik, konsumen cenderung beralih ke produk dari negara lain yang lebih murah, sehingga permintaan menurun dan berpotensi menggerus pendapatan perusahaan, termasuk Apple. Di sisi lain, perang dagang yang terus berlanjut juga menciptakan ketidakpastian global yang dapat berdampak pada penurunan permintaan terhadap produk buatan China.

Langkah diversifikasi produksi ke negara alternatif seperti India dapat membantu Apple untuk menekan biaya operasional, sehingga harga produk tetap kompetitif di pasar global. Upaya ini penting untuk mempertahankan daya saing produk Apple tanpa perlu menaikkan harga akibat tekanan tarif impor terhadap China.  Berdasarkan data dari Startcounter (2025), hingga April 2025, Apple sendiri masih menguasai pangsa pasar smartphone global sebesar 27,39%. Strategi diversifikasi ini diharapkan mampu mempertahankan dominasinya di pasar smartphone dunia. 

Memanfaatkan Ambisi India

Sejalan dengan kebutuhan diversifikasi rantai pasok global, India kini tengah menjalankan strategi ambisius untuk menjadi pusat manufaktur teknologi dunia melalui program nasional bertajuk Make in India. Pemerintah India dalam situs resminya pmindia.gov.in, juga menegaskan komitmennya dengan mendorong inovasi, meningkatkan pengembangan keterampilan tenaga kerja, membangun infrastruktur kelas dunia, serta menciptakan iklim bisnis yang kondusif sebagai bagian dari program nasional ini. 

Menurut Bloomberg Technoz (2025), pemerintah India juga berencana memberikan subsidi bagi produsen komponen elektronik serta memangkas tarif impor bagi pelaku manufaktur lokal. Upaya ini bertujuan menarik lebih banyak produsen elektronik dunia untuk meningkatkan produksinya di negara tersebut. Kebijakan ini juga berpotensi menurunkan biaya produksi, terutama bagi perusahaan smartphone seperti Apple. Dengan demikian, Apple dapat memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat stabilitas rantai pasok globalnya sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap manufaktur di China yang rentan terkena fluktuasi geopolitik dan kebijakan tarif tinggi.

Manajemen Strategis

Dari perspektif manajemen strategis, langkah diversifikasi lokasi produksi yang dilakukan Apple mencerminkan strategi jangka panjang yang tepat untuk memperkuat daya saing global dan mengurangi risiko ketergantungan terhadap China, yang selama ini menjadi pusat manufaktur iPhone. Saat ini, sekitar 90% produksi iPhone masih terpusat di China, yang menjadikan Apple sangat rentan terhadap dampak perang dagang antara Amerika Serikat dan China. 

Ketergantungan ini jika terus berlanjut akan menimbulkan ancaman, tidak hanya stabilitas operasional perusahaan, tetapi juga dapat mendorong kenaikan biaya produksi akibat tarif impor, yang pada akhirnya perusahaan akan menaikkan harga jual dan berisiko melemahkan daya beli konsumen dan menurunkan permintaan pasar. Oleh karena itu, diversifikasi produksi ke negara lain seperti India menjadi langkah strategis untuk mempertahankan efisiensi biaya sekaligus mempertahankan daya saing produk di pasar global.

Langkah ini juga sejalan dengan program nasional Pemerintah India, Make in India. Dalam situs resmi pemerintah India, program ini bertujuan menjadikan negara tersebut sebagai pusat manufaktur dan pengembangan teknologi dunia. Pemerintah India juga mendorong investasi asing dengan memberikan berbagai insentif maupun menyederhanakan regulasi terutama bagi perusahaan teknologi untuk mendirikan fasilitas produksi di negara tersebut. 

Dengan menjalankan strategi ini secara serius, Apple berpeluang besar untuk menekan biaya produksi, mempertahankan harga produk tetap kompetitif, tetapi juga memperluas jangkauan strategisnya di wilayah Asia Selatan. Bila dijalankan dengan terarah, strategi ini dapat memperkuat posisi Apple sebagai pemain utama dalam persaingan global yang semakin dinamis dan kompleks.

Manajemen Rantai Pasok

Dalam konteks manajemen rantai pasok, diversifikasi geografis yang dilakukan Apple merupakan strategi mitigasi risiko untuk mengurangi ketergantungan yang berlebih pada satu negara pemasok yaitu China, yang dapat menimbulkan kerentanan terhadap gangguan pada rantai pasok global. Langkah ini membantu Apple menciptakan rantai pasok yang lebih tangguh dan responsif terhadap krisis, baik dari sisi logistik, regulasi maupun geopolitik. 

India sebenarnya telah memulai proses diversifikasi produksinya sebelum pandemi COVID-19, dengan membuat program nasional Make in India, negara tersebut menarik perusahaan-perusahaan global untuk berinvestasi di negaranya. Namun, proses transisi ini tidak bisa instan. Membangun kapasitas produksi yang sebanding dengan China yang telah berjalan bertahun-tahun membutuhkan waktu, investasi jangka panjang, pengembangan infrastruktur, serta peningkatan kualitas tenaga kerja melalui pendidikan dan pelatihan.

Sementara itu menurt laporan CNBC (2025), China sendiri memiliki strategi untuk mempertahankan posisinya sebagai pusat manufaktur global dengan mempercepat transformasi digital pada sektor industrinya. Negara tersebut tidak hanya mengandalkan pabrik konvensional, tetapi juga mulai menggunakan teknologi canggih dalam proses produksi. Dengan ini china bisa menghasilkan produk berteknologi tinggi dengan harga yang kompetitif. 

Meskipun pemerintah India telah menawarkan berbagai insentif fiskal untuk menarik investor asing terutama perusahaan teknologi, tantangan struktural tetap menjadi hambatan yang signifikan. Infrastruktur logistik, efisiensi rantai pasok, standar mutu, penerapan teknologi, dan kepastian regulasi masih perlu ditingkatkan agar India dapat menyamai tingkat produktivitas, kualitas, kecepatan distribusi, serta efisiensi yang biaya telah menjadi keunggulan China sebagai pusat manufaktur terbesar di dunia. India harus mampu mencipatakan daya tarik yang lebih unggul dari China dibanding sekedar insentif fiskal. Keberhasilan program Make in India akan sangat bergantung pada reformasi menyeluruh di sektor industri, logistik, dan regulasi nasionalnya.

Kesimpulan

Langkah Apple untuk mendiversifikasi rantai pasoknya ke India merupakan respons strategis terhadap tekanan kebijakan tarif dari pemerintahan Trump dan dinamika ketidakpastian global yang terus berkembang. Meskipun menghadapi tantangan, seperti keterbatasan infrastruktur, biaya transisi yang cukup tingi, penyesuaian regulasi, dan kebutuhan tenaga kerja terampil, strategi ini mencerminkan komitmen jangka panjang Apple untuk menjaga kelangsungan operasional dan daya saing produknya di pasar global. 

Diversifikasi ini bukan sekedar langkah defensif, tetapi juga sebagai bentuk kesiapan menghadapi era geopolitik baru yang lebih kompleks dan dinamis. Oleh karena itu, keberhasilan strategi ini akan sangat bergantung pada kemampuan Apple dalam mengelola kompleksitas operasional lintas negara, menekan risiko rantai pasok, menjaga efisiensi biaya, serta mempertahankan mutu dan inovasi. Jika dilakukan dengan tepat, strategi ini dapat menjadi tonggak penting bagi keberlanjutan bisnis global Apple di tengah ketidakpastian ekonomi dan politik internasional.(*)


Penulis: Mahasiswa Magister Ilmu Manajemen (S2) Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jenderal Soedirman



Berita Terbaru :