• Berita Terkini

    Minggu, 21 Februari 2021

    Kasus BPR BKK Kebumen Dibuka Kembali, Kejaksaan Tetapkan Dua Tersangka


    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Kasus Bank BPR BKK Kebumen yang terjadi pada tahun 2011 dan baru terkuak pada 2015 silam sepertinya bakal dibuka kembali. Bahkan mungkin menjadi babak baru. Ini setelah Kejaksaan Negeri Kebumen menahan dua tersangka dalam kasus yang disebut menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 13 miliar tersebut.


    Adanya penahanan kembali tersangka dalam kasus ini diungkapkan Instagram kejarikebumen. Dalam Akun Instagram tersebut disampaikan Kejaksaan negeri Kebumen telah mengeluarkan penetapan tersangka dan melakukan penahanan terhadap tersangka dugaan tipikor pemberian kredit pada Bank BPR BKK Kebumen TA 2011 atas nama tersangka 1. Giyatmo, S. Kep 2. Kasimin, S.E, dengan nilai dugaan kerugian negara kurang lebih 13 miliar.


    Namun hingga berita ini diturunkan sampai tadi malam, belum ada lagi keterangan lebih detail mengenai penahanan tersangka Giyatmo dan Kasimin. Pihak kejaksaan sepertinya masih melakukan pendalaman terhadap kedua tersangka.


    Namun demikian, Ketua Kebumen Lowyer Club (KLC) Dr H Teguh Purnomo SH MH MKn dimintai tanggapannya secara terpisah mengamini adanya penahanan terhadap tersangka terkait kasus  Bank BPR BKK Kebumen.


    Teguh Purnomo mengapresiasi langkah Kejari Kebumen dalam mengungkap kembali kasus ini. Dan, aparat dalam hal ini Kejari diminta mengusut tuntas siapa saja yang terlibat dalam kasus ini tanpa pandang bulu. Baik pengusaha, swasta, maupun mereka yang mempunyai policymaker di pemerintahan. 


    "Kami meminta semua yang terlibat dalam perkara ini diusut tuntas. Siapapun itu baik pengusaha swasta maupun pejabat pemerintah," ujar Teguh, Minggu (21/2).


    Bank BPR BKK, ujar Teguh, adalah BUMD. Jadi, hampir bisa dipastikan banyak pihak terlibat dalam skandal korupsi ini.  Terutama mereka-mereka yang mempunyai jabatan di Pemerintah Daerah yang hingga saat ini belum tersentuh hukum. "Saya kita kemungkinan (keterlibatan sejumlah pejabat Kebumen) itu cukup tinggai. Hukum adalah panglima. Semua sama di mata hukum. Oleh karena itu, sekali lagi kita berharap bahwa Kejari untuk tidak tebang pilih dalam memproses permasalahan tersebut, seseuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,"  kata Teguh mengamini.


    Catatan koran ini, kasus PD BPR BKK Kebumen mencuat pada pada tahun 2011. Kasus bermula saat Giyatmo mengajukan pinjaman senilai Rp 13 miliar pada Bank BPRBKK. Dalam prosesnya pengajuan persyaratan hingga pencairan diketahui bermasalah. 


    Selain melebihi jumlah batas maksimal pemberian kredit (BMPK), uang tersebut diajukan menggunakan tiga nama debitur lain. Namun dalam proses pencairannya, masuk ke rekening Giyatmo.


    Kasus ini kemudian diproses hukum setelah seorang pengusaha asal Kabupaten Banyumas, melapor kepada Polda Jawa Tengah telah menjadi korban penipuan investasi bodong oleh Giyatmo dan pelaku lain Dian. Dalam hal ini Hidayat tertipu Rp 23 miliar.


    Dari jumlah itu, sudah dikembalikan sebagian oleh Giyatmo setidaknya Rp 11 miliar. Nah, jumlah ini yang kemudian menjadi masalah. Karena uang yang diserahkan Giyatmo kepada Hidayat merupakan pinjaman dari PD BPR BKK Kebumen.


    Hingga kemudian di tingkat persidangan di PN Kebumen pada tahun 2015, Giyatmo divonis bersalah dan divonis 3,5 tahun. Selain itu, Majelis Hakim PN Kebumen memerintahkan uang Rp 8,7 miliar yang terbukti milik Hidayat dikembalikan kepada pemilik. 


    Dalam persidangan terungkap, ada kejahatan lain yang belum tersentuh yakni kejahatan perbankan. Khususnya soal proses pencairan pinjaman kepada Giyatmo yang jelas-jelas menyalahi prosedur. Hingga kemudian, Budi Santoso yang pada tahun 2011 menjabat direktur utama menjadi tersangka dan divonis bersalah pada tahun 2018. 


    Terkait hal itu pula, Pakar Hukum Pidana, Dr Yenti Garnarsih SH MH, pernah mendorong penegak hukum serius menangani perkara kejahatan perbankan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa Mantan Direktur Utama PD BPR BKK Kebumen, Budi Santoso. Dalam perkara ini, Yenti Garnarsih meyakini Budi Santoso tidak bergerak sendiri.

    "Dalam perkara seperti ini jajaran direksi pasti terlibat. Juga pihak-pihak yang terafiliasi dengan bank. Saya kira penegak hukum instingnya sudah ke sana. Dalam perkara ini, penegak hukum seharusnya membuat  BAP baru (menetapkan tersangka lain)," ujar Yenti Garnarsih 15 Oktober 2017.


    Dengan melihat rangkaian peristiwa tersebut, kata Yenti Garnarsih, penegak hukum sebenarnya sudah tahu apa yang harus mereka lakukan. Setidaknya dalam dua hal. Pertama mencari pihak-pihak terlibat dalam pengajuan hingga proses pencairan dana PD BPR BKK Kebumen. Seperti  manajer kehati-hatian, manajer perkreditan. Dalam hal ini, mencari tahu mengapa pengajuan pinjaman Giyatmo itu disetujui meski dari sisi persyaratan tidak terpenuhi.

    "Dan Saya kira tidak mungkin gratis. Jadi penegak hukum seharusnya menelusuri kemungkinan penerimaan gratifikasi atau suap terkait pencairan dana bermasalah ini," kata doktor pertama TPPU di Indonesia tersebut. 


    Setelah itu, kata Yenti, penegak hukum baru melakukan pengembangan berikutnya. Yakni menelusuri aliran uang Rp 13 miliar milik PD BPR BKK Kebumen yang dipinjam Giyatmo. Bukan tidak mungkin aliran uang haram itu mengalir kepada penyelenggara negara. 


    "Penggunaan uang ini yang harus dilacak oleh penegak hukum untuk dapat mengembalikan uang PD BPR BKK Kebumen. Kalaupun sudah kemana-mana aliran uangnya, semestinya masih bisa dilacak, meski ada kemungkinan sudah tak bisa kembali utuh," kata Yenti yang sejak awal memang dimintai pendapatnya dalam perkara tersebut.).(mam/cah)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top