![]() |
jpnn |
JAKARTA-Layanan pengaduan kekerasan atau masalah lain dalam masa orientasi siswa (MOS) secara online oleh Kemendikbud cukup efektif. Hingga kemarin sore, ada 91 pengaduan masuk di laman mopd.kemdikbud.go.id dan langsung digodok untuk ditindaklanjuti hingga penjatuhan sanksi.
Mendikbud Anies Baswedan langsung menggalar rapat pimpinan khusus tentang banyaknya laporan pengaduan MOS itu. Diantara yang mengikuti rapat sehabis maghrib itu adalah Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud Hamid Muhammad dan Irjen Kemendikbud Daryanto.
Bagi pengunjung umum, hingga tadi malam memang belum bisa melihat rincian pengaduan masalah MOS di website Kemendikbud. Namun Anies berjanji akan transparan mempublikasi pengaduan-pengaduan itu. "Sekarang sedang direkapitulasi. Semua akan dibuka, kecuali identitas pelapor," katanya usai memimpin rapat. Dia menegaskan seluruh laporan akan ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan pelaksanaan MOS.
Irjen Kemendikbud Daryanto menuturkan umumnya pengaduan masalah MOS itu disampaikan oleh orangtua siswa. "Jadi orangtua yang tidak suka anaknya mendapat perlakuan yang aneh-aneh selama MOS, melapor ke Kemendikbud," tandasnya.
Contohnya ada laporan pelaksanaan MOS dari sekolah yang berada di kawasan perumahaan. Di kawasan ini banyak petugas keamanan atau satpam. Lalu siswa baru peserta MOS ditugasi untuk mencari satpam perumahan yang gundul. Jika tidak bisa mencari satpam gundul, sanksinya disuruh push up. "Mungkin niatnya supaya siswa baru kreatif. Tetapi caranya kurang pas," paparnya.
Daryono menuturkan penjatuhan sanksi bagi sekolah yang masih bandel dalam melaksanakan MOS, bukan ditangan Kemendikbud. Kemendikbud hanya mengumpulkan pengaduan masyarakat. Penjatuhan sanksi ada di tangan dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota.
Pejabat asal Trenggalek, Jawa Timur itu menuturkan Kemendikbud sangat hati-hati dalam mengawasi pelaksanaan MOS. Dia menuturkan jangan sampai terjadi kejadian luar biasa, seperti peserta MOS meninggal akibat jantungan. "Tanpa ada deteksi kesehatan fisik peserta didik baru, kemudian dibentak kakak kelasnya, bisa-bisa jantungnya mbeldos (meletus, red)," kata dia.
Dalam kunjungannya di sejumlah sekolah di Jakarta, Daryanto meminta supaya layanan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) disiagakan dengan baik. "Kalau perlu disiapkan dokter jaga yang stand by sepanjang pelaksanaan MOS," katanya.
Menurut Daryanto menghilangkan kekerasan atau bully dalam pelaksanaan MOS itu membutuhkan upaya ekstra. Dia mengakui anggapan bahwa MOS tanpa bully itu bukan MOS. Kecenderungan kakak kelas atau panitia MOS melampiaskan pengalaman pahitnya dulu ketika menjadi siswa baru, masih ada sampai saat ini. Untuk itu dia meminta sekolah harus mengawasi pelaksanaan MOS. Jangan sampai praktek bully atau kekerasan dalam MOS didiamkan. (wan)
Irjen Kemendikbud Daryanto menuturkan umumnya pengaduan masalah MOS itu disampaikan oleh orangtua siswa. "Jadi orangtua yang tidak suka anaknya mendapat perlakuan yang aneh-aneh selama MOS, melapor ke Kemendikbud," tandasnya.
Contohnya ada laporan pelaksanaan MOS dari sekolah yang berada di kawasan perumahaan. Di kawasan ini banyak petugas keamanan atau satpam. Lalu siswa baru peserta MOS ditugasi untuk mencari satpam perumahan yang gundul. Jika tidak bisa mencari satpam gundul, sanksinya disuruh push up. "Mungkin niatnya supaya siswa baru kreatif. Tetapi caranya kurang pas," paparnya.
Daryono menuturkan penjatuhan sanksi bagi sekolah yang masih bandel dalam melaksanakan MOS, bukan ditangan Kemendikbud. Kemendikbud hanya mengumpulkan pengaduan masyarakat. Penjatuhan sanksi ada di tangan dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota.
Pejabat asal Trenggalek, Jawa Timur itu menuturkan Kemendikbud sangat hati-hati dalam mengawasi pelaksanaan MOS. Dia menuturkan jangan sampai terjadi kejadian luar biasa, seperti peserta MOS meninggal akibat jantungan. "Tanpa ada deteksi kesehatan fisik peserta didik baru, kemudian dibentak kakak kelasnya, bisa-bisa jantungnya mbeldos (meletus, red)," kata dia.
Dalam kunjungannya di sejumlah sekolah di Jakarta, Daryanto meminta supaya layanan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) disiagakan dengan baik. "Kalau perlu disiapkan dokter jaga yang stand by sepanjang pelaksanaan MOS," katanya.
Menurut Daryanto menghilangkan kekerasan atau bully dalam pelaksanaan MOS itu membutuhkan upaya ekstra. Dia mengakui anggapan bahwa MOS tanpa bully itu bukan MOS. Kecenderungan kakak kelas atau panitia MOS melampiaskan pengalaman pahitnya dulu ketika menjadi siswa baru, masih ada sampai saat ini. Untuk itu dia meminta sekolah harus mengawasi pelaksanaan MOS. Jangan sampai praktek bully atau kekerasan dalam MOS didiamkan. (wan)
Berita Terbaru :
- Perbaikan Jembatan Weton Kulon Ditarget Selesai Akhir 2025
- Bupati Kebumen Tinjau Perbaikan Jalan, Tekankan Pentingnya Kualitas
- Dinsos Kebumen Bakal Kawal Aktifasi Data BPJS Yang Dinonaktifkan
- Peserta Geofest Bakal Diajak Wisata Tubing dan Jelajah Pesisir Selatan
- Bank Jateng Kebumen Dapat Laba Rp 35,1 Miliar
- PBH Peradi Kebumen Tolak Tegas Implementasi KRIS Program JKN
- 34,8 Ribu JKN KIS Warga Kebumen Dinonaktifkan