• Berita Terkini

    Sabtu, 05 Januari 2019

    GTT Adukan Nasib ke Komnas HAM, Minta Dibentuk Tim Pencari Fakta

    ISTIMEWA
    KEBUMEN (kebumenekspres.com) -Puluhan guru honorer, Jumat (4/1/2018), mengadukan nasibnya kepada Komnas HAM. Para GTT didampingi Andi Asrun sebagai kuasa hukum guru honorer. Dalam hal ini GTT mendesak agar Komnas HAM membentuk tim pencari fakta.

    GTT mengadukan nasib para guru honorer di Indonesia. Pasalnya meski telah bekerja belasan bahkan ada yang hingga puluhan tahun, namun mereka dibayar dengan murah. Bayaran yang diterima hanya kisaran Rp 150 ribu hingga Rp 300 ribu. "Kami mengadukan nasib guru honorer di Indonesia, yang selama ini dipekerjakan tanpa bayaran yang manusiawi. Padahal guru honorer ini nyata-nyata mengerjakan tugas PNS," tutur Asrun.

    Meski telah bekerja dengan upah tidak manusiasi, namun saat ada rekrutmen CPNS, mereka justru dipersulit dengan adanya aturan batasan usia 35 tahun. Semestinya pemerintah memberikan penghargaan atas dedikasi para guru honorer tersebut. "Pemerintah sudah melakukan pelanggan HAM selama puluhan tahun. Menjadikan guru honorer statusnya lebih rendah dari buruh," tegasnya.

    Untuk itu, lanjut Asrun, Komnas HAM harus membentuk tim pencari fakta. Ini agar MenPAN-RB dan presiden bisa diadili karena telah melanggar HAM. "Mereka harus membayar penderitaan guru honorer yang bertahun-tahun harus menangis karena diperlakukan secara tidak adil," paparnya.

    Sebelumnya telah diberitakan jika GTT Kebumen meminta agar Peraturan Pemerintah (PP) nomor 49 tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dihapus. GTT menilai peraturan tersebut tidak adil dan tidak memiliki rasa keadilan bagi para honorer di Kebumen.

    PP nomor 49 tahun 2018 dinilai tidak mengakomodir GTT honorer yang telah bekerja lama lebih dari 5 tahun. Pasalnya dalam seleksi PPPK, GTT diperlakukan sama sebagaimana pegawai baru tanpa memperhatikan masa kerja sebelumnya.

    Sekedar mengingatkan PP nomor 49 tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) telah ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 November 2018 oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

    Sekretaris Umum (Sekum) Forum Komunikasi GTT/PTT (FK GTT/PTT) Kebumen Sunarto menegaskan pihaknya dengan tegas menolak PP nomor 49 tahun 2018 "Kami sangat tegas menolak dan meminta PP Nomor 49 tahun 2018 tentang manajement PPPK dihapus. Ini karena tidak memberikan rasa keadilan bagi honorer," tegasnya.

    Dijelaskannya, adanya pembatasan usia maksimal satu tahun sebelum batas usia jabatan juga tidak rasional. Ini mengingat proses seleksi sampai waktu pengumuman memakan waktu lama. Pada akhirnya masa kerja Calon PPPK dengan batas waktu satu tahun tidak mungkin melaksanakan pekerjaannya sampai batas usia pensiunnya. “Selain itu batasan penilaian batas seleksi guru untuk PPPK tidak diatur secara spesifik. Ini seperti standar moralitas dan integritas," jelasnya.

    Sunarto menegaskan,  adanya GTT di sekolah negeri merupakan sebuah keniscayaan di Negeri Indonesia ini. Hadirnya PP N0 49 tahun 2018 tentang management P3K adalah bentuk pengebirian baru model neofeodalisme dan kapitalisme pendidikan. “Ini karena pemerintah dalam PP tersebut tidak manusiawi . Oleh sebab itu, PP tersebut harus dicabut. GTT dengan tegas menolak PP tersebut dengan segala mekanismenya,” tegasnya.

    Pihaknya menambahkan tujuan GTT ke Komnasham  yakni meminta agar komnasham membuat tim pencari fakta untuk cacat hukumnya PP tersebut dan produk-produk hukum lain. Yang  dalam hal ini telah mengkebiri GTT PTT se Nusantara. (mam)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top