• Berita Terkini

    Selasa, 04 Desember 2018

    Festival Bogowonto Purworejo Bakal Kembali Digelar

    ekosutopo/purworejoekspres
    PURWOREJO – Festival Bogowonto bakal kembali digelar di jembatan lama Bogowonto yang menghubungkan wilayah Kecamatan Bagelen dengan Kecamatan Purwodadi pada Minggu (9/12/2018) mendatang. Ratusan warga dari 5 desa bakal menyatu dalam even tahunan itu.

    Masing-masing yakni Desa Ketangi dan Jenar Wetan Kecamatan Purwodadi,  serta Desa Kalirejo, Bagelen, dan Krendetan Kecamatan Bagelen.

    Ketua Panitia Festival Bogowonto 2018, Nicholaus Legowo, mengungkapkan bahwa rangkaian acara telah dimulai dengan Sandyo Hangruwat Bogowonto berupa prosesi mengambil air dari lima sumur di lima desa pada Sabtu (10/11) lalu. Dilanjutkan rangkaian kedua Gumregah Hanambut Karyo berupa kerja bakti partisipasi masyarakat lima desa pada Minggu (2/12).

    “Kegiatannya berupa senam masal ibu-ibu, komunitas-komunitas seni berlatih, serta kerja bakti pembersihan lokasi event, dan melanjutkan pengecatan jembatan. Diikuti sekitar 350 orang,” ungkapnya, Senin (3/12).

    Jembatan lama sengaja dipilih sebagai lokasi dengan filosofi untuk mempersatukan warga lima desa di dua kecamatan yang dipisahkan oleh sungai. Selama ini, warga beranggapan mereka terpisahkan dan muncul sebutan wetan kali (timur sungai) dan kulon kali (barat sungai). Sebagai lokasi penyelenggaraan festival, jembatan lama dicat berwarna-warni dan akan dibranding menjadi jembatan pelangi.

    “Harapannya ke depan menjadi ikon baru atau ruang publik untuk masyarakat terutama 5 desa itu untuk bisa memanfaatkan secara maksimal, untuk menampilkan potensi-potensi lokalnya. Tempat itu sangat strategis, karena dilalui lintas provinsi,” sebutnya.

    Pada puncak acara Festival Bogowonto, akan digelar Ruwatan Bogowonto, sebagai simbol wujud syukur warga 5 desa yang terlibat dari proses awal rangkaian Festival Bogowonto. Tahun ini festival mengangkat tema Konservasi, Edukasi, dan Rekreasi.

    “Wujud syukur warga 5 desa akan ditampilkan dengan kirab tumpeng dan prosesi ngguyang jaran (kepang) sebagai langkah awal untuk melestarikan kebudayaan yang ada, karena di 5 desa ini tiap desa mempunyai kesenian jaran kepang,” lanjutnya.

    Paska penyelenggaraan Festival Bogowonto ini, diharapkan masyarakat tergugah dan teredukasi dengan kegiatan-kegiatan yang telah digelar dalam festival. Selanjutnya, mereka dapat melakukan konservasi secara sederhana dengan perubahan pola pikir, bagaimana mereka dapat memanfaatkan sungai tanpa merusaknya dan mereka juga merasa memiliki sungai itu.

    “Terus nanti ke depan setiap Minggu minimal mereka bisa punya kegiatan, semacam car free day di (jembatan) sungai itu, dan cakruk-cakruk Bogowonto difungsikan kembali, sehingga secara ekonomi juga masyarakat terangkat. Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam hal ini, sehingga keterlibatan seluruh masyarakat inilah yang bisa mengangkat masyarakat,” jelasnya. (top)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top