• Berita Terkini

    Jumat, 08 Juni 2018

    Pelaku Ujaran Kebencian Didominasi Dosen PNS

    JAKARTA – Radikalisme bukan satu-satunya penyakit di perguruan. Tetapi juga urusan ujaran kebencian. Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengumumkan dari seluruh laporan ujaran kebencian oleh aparatur sipil negara (ASN) atau PNS yang masuk, profesi dosen mendominasi.

    Sebelumnya BKN membuka kanal pengaduan ujaran kebencian di lingkungan ASN atau PNS. Saluran laporan itu dibuka melalui layanan LAPOR-BKN. Layanan ini dibuka sejak 18 Mei lalu. BKN sudah mengklasifikasikan ada enam aktivitas ujaran kebencian yang bisa dilaporkan melalui saluran tersebut.


    ’’Pengaduan yang dihimpun melalui layanan LAPOR-BKN sepanjang Mei, sedikitnya ada 14 aduan ujaran kebencian yang melibatkan ASN,’’ kata Kepala Biro Humas BKN Mohammad Ridwan. Dari jumlah pengaduan yang masuk tersebut, kelompok profesi dosen mendominasi dengan delapan laporan. Sisanya adalah dari profesi PNS pemerintah pusat, PNS pemerintah daerah, serta guru.


    Ridwan mengatakan ujaran kebencian yang dilaporkan ke BKN terkait dengan suku, agama, ras, dan golongan. Selain itu juga ada laporan kegiatan posting berita palsu atau hoax. Setiap laporan yang masuk dilampirkan bukti posting di media sosial seperti Facebook maupun Twitter.


    ’’(Ada juga, Red) dugaan keterlibatan sebagai simpatisan organiasi yang dilarang pemerintah,’’ tutur Ridwan. Dia belum mebeber nama organisasi yang dimaksut itu. Namun diduga kuat keterlibatan dukungan atau simpatisan ASN kepada organisasi terlarang itu merujuk pada Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).


    Ridwan tidak merinci nama sekaligus instansi atau kampus kedelapan dosen ASN tersebut. Tetapi dia menyebutkan salah satunya laporan dosen ASN itu terjadi di kampus Universitas Diponegoro. Yakni atas nama Prof Suteki. Saat ini Prof Suteki sudah dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Kepala Prodi Magister Ilmu Hukum Undip, Ketua Senat Fakultas Hukum Undip, dan Anggota Senat Undip. Tetapi sampai saat ini Prof Suteki tetap diperbolehkan mengajar.


    Ridwan menegaskan setiap laporan pengaduan ASN terlibat ujaran kebencian, BKN langsung meneruskannya ke pejabat pembina kepegawaian terkait. Jika yang dilaporkan adalah ASN di perguruan tinggi, maka diteruskan ke rektor dan Kemenristekdikti. ’’Saya pribadi sering komuniasi dengan Kepala Biro Kepegawaian Kemenristekdikti. Yang mengurusi administrasi unviersitas atau institut negeri,’’ jelasnya.


     Berikut ini adalah enam aktivitas ujaran kebencian yang berkategori pelanggaran bagi seorang ASN. Yaitu ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinekta Tunggal Ikan, NKRI, dan Pemerintah. Kemudian Ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras, dan antargolongan. Lalu menyebarluaskan ujaran kebencian itu melalui media sosial.


    Mengadakan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasit, memprovokasi, dan membeci Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, Pancasila, dan Pemerintah juga sebuah pelanggaran. Bahkan mengikuti atau menghadiri kegiatan itu juga pelanggaran. Menanggapi atau mendukung sebagai tanda setuju atau sependapat seperti likes, dislike, love, retweet, serta comment sebuah ujaran kebencian juga bisa dilaporkan sebagai pelanggaran.


    Hingga tadi malam belum ada komentar resmi dari Kemenristekdikti terkait dominasi profesi dosen ASN dalam laporan pelaku ujaran kebencian versi BKN. Dirjen Sumber Daya Iptek-Dikti Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti, dimana salah satu tugasnya pembinaan dosen, belum bersedia berkomentar.


    Sebelumnya Menristekdikti Mohamad Nasir menegaskan bagi dosen-dosen ASN yang terlibat mendukung atau simpatisan organisasi terlarang, seperti HTI, pilihannya ada dua. Meninggalkan HTI dan menegaskan berbakti ke NKRI atau pemerintah atau tetap menjadi simpatisan HTI dan keluar sebagai PNS. Nasir mengatakan penanganan dosen-dosen yang simpatisan organisasi terlarang maupun aksi radikalisme, mendahulukan dialog. (wan)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top