• Berita Terkini

    Rabu, 18 April 2018

    Facebook Diminta Polisikan Dr. Kogan

    JAKARTA – Facebook akhirnya memenuhi panggilan DPR kemarin (17/4) dalam rapat terbuka tersebut, Facebook diminta untuk memperkuat aturan perlindungan data pengguna dengan menambahkan sistem sanksi.


    Pihak Facebook diwakili oleh Vice Presiden of Public Policy Facebook Asia Pacific, Simon Miller. Didampingi oleh Kepala Kebijakan Facebook Indonesia, Ruben Hattari.

    Dalam laporan awalnya yang dibacakan oleh Ruben, Facebook menjelaskan kronologi kebocoran data jutaan pengguna ke lembaga konsultan politik Cambridge Analytica dimulai pada tahun 2013.


    Saat itu, seorang peneliti dari Cambridge University bernama Dr. Aleksandr Kogan membuat sebuah kuis kepribadi dalam aplikasi yang diberi nama this is your digital life. Kuis ini meminta sekitar 300.000 orang peng-instal-nya untuk membagikan data pribadi mereka dan beberapa data teman mereka. “Tapi Kogan bukan karyawan Facebook dan tidak ada kaitannya dengan kami,” jelas Ruben.


    Tahun 2015, Facebook menerima informasi bahwa Kogan telah memberikan data tersebut pada Cambridge Analytica. Aplikasi Kogan pun diblok dan ditutup. Facebook segera meminta Kogan dan Cambridge Analytica untuk menghapus data yang mereka miliki. Namun, kemudian diketahui Cambridge Analytica tidak melakukannya. Mereka menggunakan data tersebut untuk kepentingan pemilu.


    “Sepengetahuan kami mereka menggunakannya untuk beberapa pemilu. Pemilu yang mana dan berapa kali, kami belum tahu,” kata Simon.

    Sehingga, kata Ruben, insiden ini bukan semata kebocoran data dimana sistem keamanan Facebook diretas. “Tapi lebih pada pengkhianatan Dr. Kogan terhadap kepercayaan kami,” ungkapnya.


    Facebook banyak menerima kritikan dari anggota dewan soal penerapan sanksi terhadap Cambridge Analytica. Dalam aturan dasar Platform Policy, tidak disebutkan mekanisme sanksi yang jelas jika ada kasus semacam ini. “Disini hanya tertulis, bagi yang memiliki data untuk dihapus, tapi seperti itu saja, sifatnya himbauan,” kata Anggota Komisi I Satya Widya Yudha.


    Selain itu, Yudha juga mempertanyakan, dengan pelanggaran seberat itu, Dr. Kogan masih bebas. “Ini pelanggaran sejak tahun 2014 terdeteksi, sampai sekarang dia masih bebas, seharusnya dia ada di penjara,” katanya.


    Simon menjawab, bahwa Facebook sebenarnya telah mengambil langkah hukum. Investigasi juga tengah dilakukan. Namun, langkah mereka terhenti karena otoritas komisi informasi inggris meminta mereka untuk menghentikan sementara proses penyelidikan karena mereka juga sedang melakukan penyelidikan. “Cambridge ada inggris, Dr. Kogan juga di inggris, jadi kami harus patuh para peraturan disana,” jelas Simon.


    Meski demikian, Simon berjanji, begitu komisi informasi inggris selesai melakukan investigasi, pihaknya akan segera melanjutkan aksi dan langkah hukum baik terhadap Cambridge Analytica, maupun Dr. Kogan.


    Anggota Komisi I Evita Nursanty mengatakan bahwa Facebook tidak bisa begitu saja lepas tangan dan menimpakan semua kesalahan kepada pihak ketiga. Harus ada tanggung jawab dalam menjalin kerjasama dengan aplikasi pihak ketiga.


    Senada, ketua Komisi I Abdul Kharis Almasyhari juga mengambil kesimpulan bahwa Facebook tidak tegas dalam Platform Policy nya. Ia meminta agar Facebook segera menyetorkan audit internal untuk mengetahui apa saja yang terjadi pada jutaan data pengguna tersebut. “Saya tahu Facebook sudah sering minta maaf, tapi urusan ini tidak cukup dengan noted dan minta maaf saja,” tandasnya.


    Berdasar keterangan salah seorang pengguna facebook bernama Haeril Halim, notifikasi berkaitan dengan kebocoran data akun facebook yang dia miliki muncul dua kali dalam sepekan belakangan. Yang terakhir sekitar dua hari lalu, sedangkan yang pertama empat atau lima hari lalu. ”Awalnya tuh aku nggak ngeh itu notifikasi apa. Karena terus hilang,” ungkap dia kepada Jawa Pos kemarin (17/4/2018).


     Menurut pria yang akrab dipanggil Haeril itu, pemberitahuan tersebut muncul tidak seperti notifikasi facebook pada umumnya. Karena itu, dia tidak bisa mencari notifikasi tersebut. Sebab, langsung hilang setelah dibaca. ”Terus ilang gitu aja pas aku klik,” imbuhnya. Namun demikian, dia masih ingat yang disampaikan facebook lewat notifikasi tersebut. Intinya berbunyi pemberitahuan bahwa data facebook miliknya diambil oleh Cambridge Analytica.


     Data tersebut, sambung Haeril, diambil Cambridge Analytica melalui aplikasi bernama This is Your Digital Life. ”Aku nggak inget apakah aku pernah atau nggak mainin aplikikasi itu. Dan aku juga heran kenapa tidak semua orang dapat notifikasi yang sama,” bebernya. Dari aplikasi tersebut, Cambridge Analytica mengambil sejumlah data milik Haeril. Memang tidak semua data, tapi data itu diambil tanpa sepengetahuan Haeril.

     Lebih lanjut Haeril mengungkapkan, data yang diambil dari akun facebook miliknya terbatas pada data profil publik, halaman yang disukai, tanggal lahir, dan tempat tinggal saat ini. ”Dalam notifikasi itu spesifik mereka (facebook) menyebutkan bahwa data yang diambil cuma itu,” jelasnya. Selanjutnya, facebook juga menginformasikan telah memblokir aplikasi This is Your Digital Life.

     Meski tidak mengambil banyak data, Haeril dapat pelajaran berharga dari kasus tersebut. Saat ini, dia sudah menghapus seluruh aplikasi yang sempat dimainkan lewat facebook. ”Takutnya nanti ada kasus seperti itu lagi. Takutnya buka cuma apps (This is Your Digital Life) itu saja,” ujarnya. Sebab, sepengetahuan Haeril memang banyak aplikasi yang bisa dimainkan lewat facebook.

     Namun demikian, kasus tersebut tidak lantas membuat Haeril mengambil keputusan untuk menghapus akun facebook miliknya. Menurut dia, sejauh ini masih banyak manfaat yang bisa diperoleh dari facebook. Lagi pula, selama ini dia tidak pernah mempublikasikan informasi bersifat pribadi di akun facebook miliknya. Selain itu, email yang digunakan untuk akun facebook tidak berkaitan dengan pekerjaannya.(tau/syn)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top