• Berita Terkini

    Senin, 06 November 2017

    Pidana Penyebar Meme Setnov Ancam Kebebasan Berekspresi

    JAKARTA – Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) kembali mendapat kritik. Setelah soal gaya menjawab di persidangan Andi Agustinus alias Andi Narogong pada Jumat (3/11), Ketua Umum DPP Partai Golkar itu juga dianggap berlebihan karena memidanakan para penyebar meme. Satire tentang Setnov itu memang menyebar luas di dunia maya sejak September lalu.


    Pelaporan yang berujung pada penetapan kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dyann Kemala Arrizzqi sebagai tersangka dugaan pencemaran nama baik itu dianggap mengancam kebebasan berekspresi. ”Kebebasan yang lebih besar juga akan terancam bila preseden meme begini diperkarakan,” kata Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Eddyono, kemarin (5/11).


    Pria yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil antidefamasi itu menyebut pemidanaan penyebar meme itu semakin parah bila menggunakan kekuatan polisi yang berlebihan. Seperti, penangkapan dan perburuan terhadap pemilik akun media sosial (medsos) penyebar gambar satire tentang Setnov. ”Bahaya sekali kalau meme satire ini jadi ranah pidana,” imbuhnya.


    Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Nawawi Bahrudin menambahkan, pihaknya bakal memberi bantuan hukum untuk penyebar meme, khususnya yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian. Bantuan itu juga akan diberikan kepada para terlapor. Total ada 68 akun medsos yang dilaporkan kuasa hukum Setnov hingga akhir Oktober lalu. ”Kami siap beri bantuan,” ujarnya.


    Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar sependapat dengan koalisi masyarakat sipil antidefamasi. Menurut dia, langkah Setnov memidanakan puluhan pemilik akun medsos penyebar meme menunjukan bahwa mantan bendahara umum Partai Golkar itu antikritik. ”Kritik dan sindiran adalah bagian dari resiko seorang pejabat negara di negara demokrasi,” ungkapnya.


    Bahkan, Fickar tidak segan menyebut, sikap Setnov sudah berlebihan. Bukan sebatas antikritik. ”Lebay, itu sikap antidemokrasi dari seorang yang banyak menguasai sumber daya yang kebetulan menduduki jabatan negara,” terangnya. ”Padahal kritik adalah bagian dari kedudukannya sebagai pejabat publik,” kata dia menambahkan.


    Lebih lanjut, Fickar menyampaikan bahwa tidak ada unsur pidana dibalik penyebaran meme tersebut. ”Karena itu merupakan sindiran, merupakan respons atas tingkah laku Setnov sebagai pejabat negara yang (saat itu masih) berstatus tersangka,” bebernya. Dia pun menjelaskan, meme yang beredar di dunia maya bukan pencemaran nama baik. Melainkan hanya berupa sindiran.


    Karena itu, dia meminta Polri hati-hati betul dalam menangani kasus tersebut. Apalagi jika mereka menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). ”Yang sudah diamandemen hanya sebagai delik aduan yang penyelesaiannya diusahakan dengan mediasi,” jelasnya.


    Tentu saja Fickar tidak sembarangan bicara. Menurut dia, berdasar peraturan kapolri (perkap) penangkapan boleh dilakukan apabila dua kali panggilan diabaikan oleh tersangka. ”Harus disadarkan bahwa pendekatan kekuasaan seperti itu sangat melukai hati rakyat,” tuturnya.

    Meski polri memiliki kewenangan, masih kata dia, mereka tidak boleh gegabah.


    Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Golongan Karya Idrus Marham menyatakan, keputusan Setnov melaporkan pihak penyebar meme dirinya, bukan terkait dengan sikap pribadi karena merasa terganggu. Idrus menyebut Setnov menyampaikan laporan karena terkait masalah etika dan peraturan yang telah dilanggar dalam penyebaran meme saat yang bersangkutan sakit itu."Kalau sudah masalah nilai, masalah aturan, masalah etika ini bicara tentang bangsa. Bagaimana tradisi kehidupan bangsa kita, itu yang harus kita junjung tinggi," kata Idrus.


    Idrus beralasan, negara Indonesia menganut demokrasi kebebasan berpendapat. Namun kebebasan demokrasi itu juga dibatasi koridor dan aturan hukum. Penyebaran meme itu dinilai Idrus sudah melampauai batas kewajaran dan aturan."Karena kami tak ingin bangsa ini ke depan diwarnai oleh satu komunikasi politik yang justru diwarnai oleh ketidakteraturan, tidak memperhatikan etika," sebutnya.


    Idrus menyatakan pelaporan terkait meme itu adalah mekanisme biasa dalam proses hukum. Dia meyakini pelaporan itu tidak mempengaruhi persepsi publik terhadap beringin. "Masyarakat pasti paham, kami ikut pada aturan yang ada," tandasnya.


    Sementara Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipid Siber) Bareskrim Kombespol Asep Safrudin menuturkan, dari 32 akun yang dilapokan kuasa hukum Setnov, tidak semuanya ditindaklanjuti. Namun, hanya yang buktinya bisa didapatkan. ”Kalau dua alat bukti itu terpenuhi baru bisa ditindaklanjuti,” tuturnya.


    Hingga saat ini dari 32 akun yang dilaporkan, baru ada sembilan akun yang telah terdeteksi Dittipid Siber. Menurutnya, saat ini masih proses pendeteksian akun lainnya. ”Kita lihat nanti,” ujarnya.


    Banyak pihak menganggap kasus ini mencederai kebebasan berekspresi? Dia mengatakan bahwa kasus tersebut merupakan delik aduan. Kasus ini bergantung pada pelapor, kalau pelapornya mencabut laporan tentu polisi tidak bisa memprosesnya. ”Kalau pelapor mencabut ya selesai kasusnya,” terangnya. (tyo/syn/bay/idr)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top