• Berita Terkini

    Sabtu, 02 September 2017

    KPK Geledah Tiga Lokasi di Tegal

    YERRY NOVEL/RADAR SLAWI
    TEGAL – Menindaklanjuti hasil operasi tangkap tangan (OTT) Wali Kota Tegal Nonaktif Siti Masitha Soeparno, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah tiga lokasi Kamis lalu (31/8). Yakni, ruang kerja wali kota Tegal, dua ruang kerja di RSUD Kardinah, dan posko pemenangan pasangan bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tegal Sitha-Mirza (Tha’mir).

    Pantauan di lokasi ruang wali kota Tegal, penggeledahan berlangsung selama sekitar enam jam. Tepat pada pukul 09.00, penyidik KPK keluar dari ruang kerja wali kota dengan membawa tiga koper. Diduga, koper berisi berkas dan dokumen itu milik Siti Masitha Soeparno yang akrab disapa Bunda Sitha. Selama penggeledahan, sejumlah anggota Polresta menjaga ketat ruang kerja tersebut.

    Penyidik tak memberikan keterangan apapun terkait penggeledahan tersebut. Begitu pula dengan petugas Satpol PP Kota Tegal Mufid, yang sempat masuk saat penggeledahan. Dia juga enggan dikonfirmasi sejumlah awak media. Mufid hanya menggelengkan kepala. Salah satu perwira Polresta Tegal menuturkan, ada sekitar 4 orang penyidik KPK yang menggeledah ruang kerja Bunda Sitha. ”Yang dibawa 3 koper,” ujar perwira itu yang enggan disebutkan namanya.

    Selain di ruang kerja wali kota Tegal, penyidik juga menggeledah dua ruang di RSUD Kardinah Kota Tegal. Yakni yakni ruang kerja Direktur dan Wakil Direktur Keuangan Kardinah. Proses penggeledahan, di ruang kerja tersebut berlangsung tertutup dengan penjagaan ketat personel dari Polresta Tegal Kota.

    Usai memeriksa, penyidik membawa satu kardus dan dua koper berisi berkas dan dokumen terkait pengadaan barang dan jasa. Sayangnya, saat dimintai keterangan, tak satu pun penyidik KPK yang mau berkomentar. Mereka langsung pergi menuju Jakarta menggunakan minibus putih berplat nomor kuning.

    Sementara itu, Direktur RSUD Kardinah Abdal Hakim Tohari mengungkapkan, dari semua berkas dokumen yang dibawa tidak fokus pada proyek tertentu. ”Dokumen dan berkas yang dibawa meliputi SK dan dokumen kontrak, baik proyek alat kesehatan maupun pembangunan,” jelasnya.

    Lebih lanjut Abdal Hakim mengatakan, pihaknya mengaku belum mengetahui berapa nilai proyek yang berkas dan dokumennya dibawa personel KPK saat penggeledehan. Sebab, dia tidak dimintai keterangan. ”Dokumen dan berkas yang dibawa, kontraknya atas sepengetahuan saya lengkap dengan berita acaranya,” terangnya. Sambil menunggu pengembangan hasil penyidikan KPK, lanjut dia, pihaknya menegaskan masih melaksanakan tugas dan tanggung jawab, meski kantornya disegel.

    Sementara itu, di Posko Pemenangan Masitha- Amir Mirza di Perumahan Citra Bahari Kota Tegal ada delapan barang bukti yang diabwa penyidik KPK, yakni tiga mobil dan lima motor. Delapan kendaraan itu dititipkan di Polresta Tegal. Sementara berkas lainnya dibawa langsung penyidik KPK.

    ”Mereka (KPK) minta pengawalan, sehingga kami kerahkan 12 personel di tiga lokasi untuk mengawal KPK saat penggeledahan,” jelas Kapolres Tegal Kota AKBP Semmy Ronny Thabaa.

    Diketahui, tiga mobil yang diamankan sebagai barang bukti itu dibranding (stiker full body-red) bergambar pasangan Masitha- Amir Mirza (Tha'mir). Bahkan, ketiga mobil tersebut berplat nomor daerah Sumatra dengan jenis mobil berbeda, meliputi Toyota Innova BK-1168-AM, Toyota Land Cruiser, dan Toyota Alphard.

    Diketahui, pada Selasa (29/8) lalu, KPK menangkap Siti Masitha Soeparno. Penangkapan dilakukan setelah Siti Masitha memimpin rapat organisasi perangkat daerah di Ruang Adipura Komplek Balai Kota Tegal. KPK juga membekuk beberapa orang terkait kasus tersebut. Yaitu pengusaha yang juga Ketua DPD Partai Nasdem Brebes Amir Mirza Hutagalung dan Wakil Direktur RSUD Kardinah Cahyo Supriadi. Kedua orang tersebut, dibekuk di luar kota dengan tempat yang berbeda.

    KPK menetapkan Sitha sebagai tersangka karena diduga menerima suap pengelolaan dana jasa kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kardinah Kota Tegal dan fee dari sejumlah proyek kakap di Kota Tegal. Total penerimaan uang haram sebesar Rp 5,1 miliar dari rentang waktu Januari-Agustus. Perinciannya Rp 1,6 miliar dari RSUD Kardinah dan sisanya Rp 3,5 miliar dari fee proyek. Selain Sitha, KPK juga menetapkan Mirza dan Cahyo Supriadi sebagai tersangka.

    Ketua KPK Agus Rahardjo menjelaskan, untuk sementara terungkap bahwa pemberian uang suap tersebut berasal dari Cahyo Supriadi (CHY). Dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan di Kota Tegal, Jakarta, dan Balikpapan, KPK mengamankan uang tunai Rp 200 juta dan bukti perpindahan (transfer) uang senilai Rp 100 juta dari rekening milik Mirza.

    Uang tunai diamankan di rumah Mirza yang juga digunakan sebagai posko pemenangan pilkada. Di lokasi itu, KPK menciduk sopir Mirza, Monez dan Imam Mahrodi. Sebelumnya, sopir Mirza itu mengambil duit dari ruangan bagian keuangan RSUD Kardinah. Totalnya Rp 300 juta. Setelah itu, Rp 100 juta disetor ke rekening Mirza di Bank Mandiri dan Bank BCA masing-masing Rp 50 juta.

    Sementara Rp 200 juta dibawa ke posko pemenangan. Informasi yang dikumpulkan dari para tersangka dan saksi yang diperiksa kemarin, uang Rp 200 juta rencananya digunakan untuk biaya operasional pemenangan Sitha-Amir yang akan maju dalam pilkada Kota Tegal untuk periode 2019-2024. ”Total ada 8 orang yang kami amankan dalam OTT,” jelas Agus di gedung KPK.

    KPK terus menelurusi dugaan asal uang Rp 5,1 miliar yang diduga diberikan bertahap dari Januari-Agustus. Informasi sementara, uang itu merupakan bagian dari setoran kepala dinas (kadis) Pemkot Tegal dan komisi dari para kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek di Kota Tegal. ”AMH (Amir) sebenarnya adalah swasta, banyak kaitannya dengan tender dan kontraktor,” beber Agus.

    Atas perbuatannya, Siti Mashita dan Amri Mirza disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Sementara, sebagai tersangka pemberi suap, Cahyo disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (yer/syf/fat)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top