• Berita Terkini

    Jumat, 21 Juli 2017

    Mantan Pimpinan KPK Gugat Pasal Hak Angket

    Busyro Muqqodas
    JAKARTA – Kewenangan DPR menggunakan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memantik sejumlah kalangan untuk mendaftarkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta MK menguji pasal 79 ayat 3 dan pasal 199 ayat 3 UU Nomor 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang menjadi payung hukum hak angket KPK.

    Judicial review itu diajukan Koalisi Selamatkan KPK yang terdiri dari mantan pimpinan KPK Busyro Muqoddas, Indonesia Corruption Watch (ICW), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KBPI) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), kemarin (20/7). Sebelumnya, gugatan serupa juga dimohonkan internal KPK.


    Perwakilan YLBHI Muhamad Isnur meminta MK untuk menafsirkan Pasal 79 ayat 3 dan Pasal 199 ayat 3 tentang kewenangan hak angket DPR untuk KPK. Dia menjelaskan keputusan MK nomor 12, 16 dan 19 tahun 2006, KPK merupakan lembaga independen yang tidak diawasi oleh lembaga lain. "Kami berpendapat bahwa DPR tidak berwenang untuk melakukan hak angket kepada KPK," ucapnya di gedung MK.


    Anggota Pansus Hak Angket KPK Arsul Sani mengatakan, JR merupakan hak setiap warga negara. "Silahkan saja jika ada yang mau menggugat," terang dia. Negara menfasilitasi setiap warga negara yang tidak puas dengan aturan atau kebijakan untuk mengajukan gugatan. Mereka bisa datang ke MK. Semunya sudah ada salurannya.

    Pegawai KPK Lakso Anindito menambahkan, pihaknya meminta MK memprioritaskan permohonan uji materi yang dimohonkan pada Kamis (13/7). Hal itu untuk menyiasati tenggang waktu masa kerja pansus hak angket KPK di DPR. ”Kami berharap (polemik hak angket) agar dapat dipertimbangkan,” ujarnya kepada Jawa Pos.


    Lakso menjelaskan, saat ini berkas judicial review yang mereka ajukan belum komplit. Masih ada satu alat bukti yang kurang. Selain itu, pemohon juga masih harus memperbanyak salinan berkas permohonan uji materi. Karena itu, MK belum menentukan jadwal sidang perkara gugatan tersebut. ”Minggu ini kami lengkapi berkas,” terangnya.


    Anggota Pansus Hak Angket KPK Arsul Sani mengatakan, JR merupakan hak setiap warga negara. "Silahkan saja jika ada yang mau menggugat," terang dia. Negara menfasilitasi setiap warga negara yang tidak puas dengan aturan atau kebijakan untuk mengajukan gugatan. Mereka bisa datang ke MK. Semunya sudah ada salurannya.


    Namun, kata Politikus PPP itu, pihaknya tetap bersikukuh bahwa hak angket yang dibentuk DPR sah dan punya landasan hukum sangat kuat. Angket diatur dalam Pasal 79 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 17/2014 tentang MD3. Pasal itu menyebutkan bahwa hak angket digunakan untuk menyelidiki pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah. Jadi, siapa pun pihak yang menjadi pelaksana undang-undang bisa diangket. "KPK kan pelaksana undang-undang," ucap dia.


    Karena pelaksana undang-undang, maka komisi antirasuah juga bisa menjadi objek angket.


    Bagaimana dengan empat putusan MK yang menyatakan bahwa KPK merupakan lembaga yang independen dan termasuk kekuasaan kehakiman? Sekjen DPP PPP itu mengatakan, dalam empat putusan MK, yaitu Putusan MK Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 dan Putusan MK Nomor 5/PUU-IX/2011 tidak menyebutkan bahwa KPK tidak bisa diangket. "Lembaga independen dan kekuasaan kehakiman bukan berarti tidak bisa diangket," papar dia.


    Bahkan, MA dan MK juga bisa diangket. Bukan dalam penanganan peradilan, tapi pada bidang kesekretariatan. Misalnya, kata dia, jika ada dugaan penyimpangan penggunaan anggaran negara, maka angket bisa dilakukan.


    Arsul menegaskan, walaupun ada beberapa pihak yang mengajukan JR, pansus tetap melaksanakan tugasnya. Setelah ini, panitia khusus akan memanggil BPK untuk dimintai keterangan terkait audit terhadap KPK. Selain itu, pihaknya juga akan memanggil para mantan penyidik KPK. (tyo/lum)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top