• Berita Terkini

    Rabu, 21 Juni 2017

    Lompatan Karir Anak Jaksa Agung

    JAKARTA— Jaksa Agung H M. Prasetyo mempromosikan anaknya sendiri, Bayu Adhinugroho Arianto menjadi Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Gianyar, Bali. Promosi tersebut dinilai janggal karena banyak terjadi lompatan karir sejak Prasetyo menjadi Jaksa Agung.


    Sesuai dengan keputusan Jaksa Agung nomor Kep-381/c/06/2017 tertanggap 16 Juni, Bayu dipromosikan bersama 94 jaksa lain. Bayu sebelumnya menjabat koordinator jaksa di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Dia menggantikan Diah Yuliastuti yang digeser menjadi Kejari Lamongan, Jawa Timur.


    Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menuturkan, memang ada kejanggalan dalam promosi jabatan anak Jaksa Agung tersebut. Kejanggalan itu muncul sejak Prasetyo menjadi Jaksa Agung. ”ada loncatan karir yang cepat sejak dua dua hingga tiga tahun belakangan,” jelasnya.


    Menurut catatan MAKI, Bayu menjabat Kasubag Pembinaan Kejari Subang pada 13 Desember 2010 hingga 23 Desember 2011. Lalu, jabatan yang diembanya menjadi Kasi Intelijen Kejari Cibinong pada 23 Desember 2011 hingga 3 Februari 2014. ”Ini masih normal,” tuturnya.


    Namun, lompatan itu baru terlihat pada saat dia menjabat Kasi Tipidum Kejadi Bale Bandung dari 3 Februari 2014 hingga 13 Mei 2015. ”Setelah ini dia menjabat sebagai koordinator jaksa di Kejati DKI Jakarta. Baru setahun jadi Koordinator, langsung jadi Kejari. Itu yang tidak normal,” tuturnya.


    Dari catatan itu, dapat dilihat bagaimana sejak mei 2015 terjadi lompatan karir anak Jaksa Agung. Mei 2015 itu, baru beberapa bulan Prasetyo memimpin Kejaksaan Agung. ”Ini nepotisme namanya,” ungkapnya.


    Memang jabatan koordinator jaksa merupakan pijakan sebelum menjadi Kejari. Namun, jabatan koordinator jaksa yang baru setahun itu patut dipertanyakan, apa yang sudah dilakukan. ”Pasalnya, tidak ada kasus sedang dan besar yang ditangani anak Jaksa Agung tersebut atau setidaknya dua tahun menjadi koordinator. ,” ujarnya.

    Dia mengatakan, bila pernah menangani kasus sedang dan besar, tentu pengalamannya cukup mumpuni. Namun, dengan kondisi semacam itu, malah mejadi Kejari. ”Wajar ada yang mempertanyakan,” terangnya.


    Sebagai Jaksa Agung malah menunjukkan mengkatrol anaknya ini merupakan contoh buruk untuk jaksa. Dia menjelaskan, jaksa-jaksa berprestasi lainnya tentu harus disingkirkan dengan member karpet merah pada anak Jaksa Agung. ”Ini menjatuhkan mental jaksa-jaksa baik dan berprestasi,” tegasnya.

    Sementara Komisioner Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak mengungkapkan, dari analisa Komjak tidak ada hal janggal dalam promosi tersebut. ”Memang jabatan Kejari itu persyaratannya harus pernah menjadi koordinator jaksa,” jelasnya.


    Soal persyaratan sebelum menjadi Kejari menangani kasus besar itu juga tidak ada. Prosedurnya, hanya jaksa harus pernah menjadi koordinator jaksa. ”tidak ada yang demikian, syaratnya tidak seperti itu. Namun, bila ada jaksa yang pernah tangani kasus besar, tentu menjadi pertimbangan,” jelasnya.

    Sementara Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung tidak merespon saat dihubungi. Pesan singkat juga tidak dibalas. (idr)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top