• Berita Terkini

    Kamis, 16 Februari 2017

    "Nyang-nyangan" Anggaran Pokir, Dewan Gelar Aksi Boikot

    Kesaksian Yudi Trihartanto dalam Perkara Suap Dikpora
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD Kabupaten Kebumen atau dulu disebut dana aspirasi telah melenceng jauh dari tujuan awalnya. Alih-alih untuk kepentingan rakyat,  kebijakan pokir ternyata tak lebih sekedar menjadi "modus" kalangan dewan untuk mengambil keuntungan pribadi.


    Setidaknya hal itu berdasarkan kesaksian Yudi Trihartanto, mantan Ketua Komisi A DPRD Kebumen pada persidangan tindak pidana korupsi (TPK) suap proyek pendidikan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Kebumen bersumber pokir APBD Perubahan 2016 dengan terdakwa Hartoyo yang digelar Pengadilan Tinggi Korupsi Semarang (Tipikor), Selasa (14/2/2017).

    Selain Yudi, turut bersaksi kemarin, Sigit Widodo dan Bupati Kebumen, HM Yahya Fuad. Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi tersebut dipimpin Siyoto SH.

    Yudi mengakui, pokir merupakan inisiatif dari kalangan legislatif dan sudah berlangsung sejak APBD Murni 2016. Besaran anggaran pokir dirumuskan oleh unsur pimpinan dewan dengan tim TAPD  (Tim Anggaran Pemerintah Daerah/eksekutif) yang dipimpin Sekretaris Daerah Adi Pandoyo.

    Pada APBD Murni, kata Yudi, setiap anggota mendapat Rp 500 juta ditambah Rp 100 juta perkomisi. Kemudian, berlanjut di APBD Perubahan 2016. Bedanya, anggaran pokir ini nominalnya berbeda lantaran eksekutif hanya menyanggupi sebesar Rp 150 juta. Adanya selisih itu menjadi masalah besar bagi kalangan dewan.

    Bahkan seingat Yudi, kalangan dewan sempat melakukan aksi protes dengan memboikot proses penetapan APBD P 2016. Aksi nyang-nyangan (tawar-menawar) agar permintaan anggaran pokir DPRD dikabulkan. "Ada gerakan dari teman-teman  anggota dewan agar rapat pembahasan tidak sesuai kuorum (dan penetapan APBD P 2016 tak bisa dilaksanakan), " kata Yudi.

    Catatan koran ini, penetapan APBD Perubahan 2016 memang sempat molor, sebelum akhirnya ditetapkan pada 10 Oktober 2016 silam. Hingga kemudian, pada APBD  P 2016, eksekutif menyetujui penambahan anggaran pokir dari 34,5 miliar menjadi 45 miliar pada APBD Perubahan. Artinya, ada penambahan Rp 10,5 miliar.

    Dari anggaran Rp 45 miliar, setiap dari 50 anggota DPRD Kebumen mendapat alokasi Rp 150 juta. Adapun unsur pimpinan, wakil ketua DPRD mendapat masing-masing Rp 500 juta dan Ketua DPRD mendapat Rp 1,5 miliar.

    Seharusnya, anggaran pokir ini dipergunakan untuk menjaring aspirasi dari masyarakat yang diwujudkan dalam program-program pembangunan dan dilaksanakan tingkat satuan dinas atau sekarang disebut OPD.

    Namun yang terjadi, ujar Yudi, tak banyak anggota DPRD yang menggunakan angggaran pokir sesuai fungsinya. Malah, mereka "berebut jatah" komisi dalam praktek ijon proyek dengan melibatkan pengusaha atau rekanan dan OPD atau instansi terkait seperti Unit Layanan Pengadaan (ULP). "Kalau di APBD murni (jatah) komisi itu 5-6 persen. Namun di APBD perubahan jumlahnya meningkat menjadi 10-25 persen," ujarnya.

    Itupula yang terjadi di Komisi A yang dipimpin Yudi Trihartanto. Sepengetahuan Yudi, pokir pendidikan ini muncul dari inisiatif Dian Lestari, koleganya di Komisi A. Dian lantas memperjuangkannya bersama Basikun Suwandi Atmodjo alias Petruk. Dari anggaran pokir untuk Komisi A sejumlah Rp 1,195 miliar akhirnya dilaksanakan sebagai kegiatan bidang pendidikan pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora). Persisnya, berupa pengadaan buku senilai Rp 1,2 miliar dan alat peraga (alper) senilai Rp 750 juta.

    Agar proses pembahasan berjalan lancar, setiap anggota Komisi A dijanjikan akan menerima jatah komisi terkait kedua proyek tersebut. Akhirnya, para anggota Komisi A termasuk Yudi, tinggal duduk manis menyetujui penetapan APBD P 2016.

    Persoalan kembali muncul, kata Yudi, setelah APBD P sudah ditetapkan namun komisi proyek yang dijanjikan belum juga "turun" atau diberikan.

    Situasi itu membuat gaduh. Apalagi, menurut kabar yang diterima Yudi, komisi proyek di Komisi lain yakni B C dan D sudah cair. Situasi makin gaduh saat ada sejumlah anggota Komisi A berebut mendapatkan kedua proyek di Dikpora tersebut karena merasa mereka yang berhak. "Ada persaingan diantara anggota Komisi A. Setahu saya ada kubu Suhartono dan Dian Lestari yang bersama Petruk. Ada lagi Abdul Azis," kata Yudi.

    Hingga kemudian, menurut Yudi, sejumlah anggota Komisi A menerima komisi proyek yang dimaksud. Untuk termin pertama ini, uang diberikan oleh Petruk melalui Dian Lestari kepada sejumlah anggota DPRD. Meski tahu ada pemberian uang komisi proyek, Yudi mengaku belum menerima uang tersebut.  "Uang tersebut diberikan kepada anggota Komisi A yang menurut Dian Lestari tidak banyak protes. Saya katanya dapat juga, tapi karena saat itu anggota lain belum menerima, saya (tolak karena) gak enak (dengan anggota Komisi A )," ujar Yudi.

    Sekedar informasi, Ki Petruk memang mengakui sudah mendapat restu Bupati Kebumen, HM Yahya Fuad untuk proyek buku bersumber pokir. Belakangan diketahui, proyek Alper juga menjadi jatah Petruk yang kali ini membawa Komisaris PT OSMA, Hartoyo.

    Saat Hartoyo memberikan uang jatah proyek senilai Rp 75 juta melalui Sigit Widodo itulah, Yudi ditangkap Satgas KPK pada 15 Oktober 2016. Dari tangan Yudi dan Sigit, KPK menyita uang Rp 70 juta. Sementara sisanya, Rp 5 juta disimpan Sigit Widodo. "Saya disuruh Dian untuk mengambil uang dari Sigit Widodo," aku Yudi.



    Seperti diberitakan, KPK telah menetapkan lima tersangka dalam tindak pidana korupsi (TPK) suap proyek pendidikan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Kebumen bersumber pokir APBD Perubahan 2016. Mereka masing-masing Yudi Trihartanto, Sigit Widodo, Basikun Suwandi Atmojo alias Ki Petruk, Sekretaris Daerah Adi Pandoyo dan Hartoyo. Nama terakhir, bahkan sudah disidangkan. Sementara Yudi dan Sigit sudah masuk ke tahap penuntutan dan akan segera menjalani persidangan di Pengadilan Tinggi Korupsi (Tipikor) Semarang. (cah)












    Berita Terbaru :


    Scroll to Top