• Berita Terkini

    Minggu, 26 Februari 2017

    Adat Istiadat Menjadi Pengikat Kebersamaan

    ILUSTRASI
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)-Adat istiadat, tradisi, seni  dan budaya ternyata mempunyai nilai yang sangat tinggi dalam mencapai persatuan dan kesatuan bangsa. Adat istiadat, mampu menjadi pengikat kebersamaan, di tengah-tengah maraknya perbedaan di masyarakat.

    Sebuah perbedaan, yang seharusnya menjadi khasanah keberagaman justru acap kali menjadi pembeda antara sesama.  Padahal salah satu dari empat pilar Bangsa Indonesia ini yakni  Bhineka Tunggal Ika. Tiga kata yang mempunyai makna mendalam itu, diambil dari Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular. Beberapa literatur mengatakan kitab tersebut ditulis pada  abad XIV di era Kerajaan Majapahit.

    Pada era Kerajaan Majapahit Nusantara mampu mencapai masa kejayaan. Adanya semboyan Bhineka Tunggal Ika pada Kitab Sutasoma menunjukkan, bahwa masa tersebut telah banyak sekali perbedaan dan keberagaman. Selain itu pada masa tersebut, budaya dan tradisi menjadi dasar pengembangan kerajaan. “Maka seni, budaya, tradisi serta adat istiadat sangat penting sekali untuk di uri-uri,” tutur Ketua Forum Kesenian Desa (Forkessa) Desa Jatijajar Kecamatan Ayah Putur Bangkit Setiawan, Rabu (7/2), sembari mengatakan, untuk itulah Forkessa dibentuk.

    Di Kebumen, contoh kongkrit bahwa adat istiadat mampu merekatkan masyarakat yakni di Desa Pengaringan Kecamatan Pejagoan.  Di desa tersebut, meski terdapat perbedaan agama namun toleransi yang dibangun sangat tinggi. Desa tersebut, patut menjadi contoh toleransi antar umat beragama. Masyarakat di desa tersebut dapat rukun dan harmonis meski mereka berbeda keyakinan.

    Kepala Desa Pengaringan Bejo Priyanto mengatakan, keharmonisan tersebut tidak lepas peran dari tokoh masyarakat. Mereka selalu berupaya menjalin komunikasi dan menjaga keharmonisan. Selain itu masyarakat juga menjunjung tinggi adat dan istiadat desa. Sehingga sekecil apapun benih pertikaian pasti akan mampu dipadamkan. “Ini sudah terjadi sejak dulu, bahkan hingga kini kita terus menjaga kerukunan,”terangnya.

    Terdapat sekitar 500 penduduk di desa yang terletak di kawasan pegunungan tersebut . Sepertiga dari jumlah penduduk merupakan penganut agama Kristen. Sedangkan dua pertiga lainnya beragama Islam. Kendati demikian sepanjang sejarah belum pernah tercatat konflik lintas agama. Saking harmonisnya, penduduk Desa Pengaringan akan saling membantu satu sama lainnya. “Pada saat Umat Kristen membangun gereja, warga Muslim dengan semangat bergotong-royong untuk membantu. Hal senada juga dilaksanakan oleh warga yang beragama Kristen, saat umat Islam membangun Masjid,” ucap Bejo. (mam)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top