• Berita Terkini

    Jumat, 30 Desember 2016

    Terima Suap dan Pencucian Uang, Sanusi Diganjar Tujuh Tahun

    JAKARTA - M Sanusi, mantan ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta harus mendekam di balik jeruji besi cukup lama. Dia diganjar hukuman tujuh tahun penjara, karena terbukti menerima suap sebesar Rp 2 miliar dan melakukan pencucian uang senilai Rp 45 miliar.


    Ketua Majelis Hakim Sumpeno menyatakan, Sanusi terbukti sah dan meyakinkan melakukan korupsi sebagaimana dakwaan kesatu pertama. Selain itu, mantan anggota dewan itu juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan kedua.


    Atas perbuatannya itu, Sanusi diganjar hukuman 7 tahun dan diwajibkan membayar denda Rp250 juta. "Jika tidak bisa membayar denda, maka akan diganti dengan dua bulan kurungan," terang Sumpeno saat membacakan putusan.


    Vonis hakim itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK. Sebelumnya, jaksa meminta majelis hakim agar menghukum politisi Partai Gerindra itu divonis 10 tahun penjara dan membayar denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan. Jaksa juga meminta pencabutan hak politik. Namun, tuntutan pencabutan hak politik tidak dikabulkan hakim.


    Dalam pertimbangan hukumnya, hakim menyatakan bahwa berdasarkan fakta hukum yang terungkap dalam sidang dan ditambah alat bukti, diantaranya, keterangan para saksi, terdakwa, ahli, alat bukti petunjuk, seperti rekaman sadapan, uang dan beberapa alat bukti lainnya, hakim meyakini bahwa Sanusi terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20/ 2001 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, karena terbukti menerima hadiah atau janji sebagai penyelenggara negara sebesar Rp 2 miliar dari Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Tbk Ariesman Widjadja, melalui asisten pribadinya Trinanda Prihantoro.


    Uang suap diberikan agar Sanusi membantu mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (RTRKSPU) Jakarta. Sanusi juga berupaya mengakomodir  keinginan Ariesman untuk dimasukkan dalam ketentuan pasal-pasal dalam Raperda RTRKSPU Jakarta.


    Selain menerima suap, Sanusi juga terbukti melakukan pencucian uang sebesar Rp 45 miliar. Hakim menilai, dalam waktu 20 Desember 2012 sampai 13 Juli 2015, Sanusi terungkap mememinta sejumlah uang senilai Rp 21 miliar dari Direktur Utama PT Wirabayu Pratama Danu Wira yang merupakan rekanan dalam pelaksaaan proyek di Dinas Tata Air Pemprov DKI Jakarta pada 2012 - 2015.


    Sanusi juga meminta uang kepada Komisaris PT Imemba Contractors sebesar Rp 2 miliar. Perusahaan itu juga rekanan Dinas Tata Air DKI. Tidak hanya itu, dia menerima uang haram dari beberapa pihak lainnya yang niainya mencapai Rp 22,1 miliar. Uang hasil korupsi itu kemudian digunakan membeli beberapa aset, baik aset bergerak maupun yang tidak bergerak.

    Sementara itu, Sanusi hanya bisa pasrah menerima putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat. "Saya yakin, ini semua sudah diatur oleh Allah. Saya serahkan sama Allah," ucapnya usai sidang kemarin. Terkait dengan harta hasil pencucian uang yang dirampas KPK, dia juga hanya bisa pasrah saja. Dia menahan air mata setelah mendengar putusan itu.


    Jubir KPK Febri Diansyah menyatakan, pihaknya masih mempelajari putusan majelis hakim. "Ada waktu untuk pikir-pikir," terang dia saat ditemui di gedung KPK kemarin. Sebenarnya, komisinya berharap agar hakim mencabut hak politik terdakwa agar menimbulkan efek jera. (lum)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top