• Berita Terkini

    Senin, 26 September 2016

    Walikota Solo Berburu Sampah di Kali Buntung

    DAMIANUS BRAM/RASO
    SOLO – Sungai-sungai di Solo kian menderita. Kerusakan semakin parah. Sedimentasi, erosi, limbah, hingga 13 ton sampah ditemukan di dalam sungai. Jika kondisi ini dibiarkan, siap-siap saja mendapat “kejutan”.

    Kepala program studi S3 Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret (UNS) Prabang Setyono menuturkan, tingkat kerusakan sungai di Kota Bengawan sudah masuk stadium 3 alias sangat parah. Tidak perlu penelitian jelimet untuk mengetahuinya.

    “Ciri khas sungai yang sehat adalah adanya air menggenang saat musim kemarau,” ujarnya ditemui pada kegiatan resik-resik Kali Buntung, Kelurahan Gandekan, Kecamatan Jebres kemarin (25/9).

    Persoalan yang harus mendapat perhatian yakni sampah. Volume sampah di kota Solo mencapai 270 ton per hari. Dari jumlah itu, 5 persennya atau sekitar 13 ton sampah per hari dibuang ke sungai.
    “Posisi Solo diapit pegunungan (Lawu,Merapi, Merbabu) dan berbentuk cekungan. Sebelum sampai ke hulu, sampah tersendat di Solo,” ujar Prabang.

    Persoalan sedimentasi tak kalah parah. Meskipun belum ada penelitian resmi terkait hal tersebut, Prabang memastikan sedimentasi dalam tahap mengkhawatirkan. Mengingat di kawasan hulu Waduk Gajah Mungkur yang mencapai 31 ton tiap tahunnya.

    Sedangkan di Solo, Kali Pepe salah satunya, penyebab sedimentasi berasal dari Boyolali. “Di Tlatar, Pengging kan banyak bangunan rumah makan. Dari situ larinya akan ke Solo. Lha itu harus dinaturalisasi. Bangunan fisik di bantaran itu salah, tak bisa ditawar," tegas Prabang.

    Faktor yang mempercepat sedimentasi, lanjut dia, yakni menanami aliran sungai yang surut dengan tanaman musiman merupakan tindakan salah namun masih dilakukan masyarakat. Penggundulan lahan di hulu sungai, akibatnya karena tidak ada akar tanaman yang mampu mengikat tanah, tanah tersebut banyak yang masuk ke sungai.
    Kronisnya penyakit sungai ditambah masalah penyempitan bantaran. “Aturannya 10 meter dari bibir sungai tidak boleh ada bangunan. Tetapi ya tetap saja dilanggar. Kalau sudah begitu lama-lama tanah bisa tergerus. Bagunan diatasnya pun bisa runtuh," tegas Prabang.

    "Sungai tercemar juga bisa memengaruhi kualitas air tanah terlebih sumur-sumur di sekitar sungai," imbuh dia.
    Ketua Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (Sibat) Sewu Budi Utomo menambahkan, kawasan bantaran sungai seharusnya steril dari bangunan. Sehingga bisa ditanami berbagai tanaman sebagai pengikat tanah. "Akar wangi cukup kuat mencengkeram tanah sehingga bisa mengurangi potensi longsor," tandas dia.
    Sementara itu, aktivitas resik-resik Kali Buntung yang juga dihadiri Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo tersebut melibatkan anggota Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), personel dishubkominfo, TNI, Polri, dan SAR MTA. Program tersebut akan dilakukan menyeluruh di sungai Kota Bengawan.
    Kepala Pelaksana BPBD Surakarta Gatot Sutanto mengimbau masyarakat peduli dengan sungai. "Air beracun bisa masuk ke rumah-rumah warga dan membahayakan kesehatan," ucapnya. (ves/wa)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top