• Berita Terkini

    Minggu, 24 April 2016

    Setu Wiryorejo, Penemu Fosil Purba asal Desa Manyarejo, Kecamatan Plupuh, Sragen

    AHMAD KHAIRUDIN/RASO
    Koleksi Tujuh Piagam Penghargaan, Bakal Nyadong Rp 20 Juta


    Koleksi fosil purba milik Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran tidak terlepas dari para petani di sekitarnya. Sebab sebagian besar penemunya adalah petani saat menggarap lahan. Salah satunya Setu Wiryorejo, warga Desa Manyarejo, Kecamatan Plupuh, Sragen.

    -------------------------
    AHMAD KHAIRUDIN, Sragen
    -------------------------
    DI sela bercocok tanam, Setu – sapaan akrab Wiryorejo – mencari tulang. Aktivitasnya itu sudah dilakoni sekitar 20 tahun. Tulang yang paling berkesan bagi dia tatkala menemukan tulang terbilang sangat langka, yakni tengkorak manusia purba. Fosil itu lantas diserahkan ke pengelola Museum Sangiran, Kalijambe.

    Pascatemuan tengkorak manusia purba, koran ini menelusuri keberadaan rumah Setu. Dilihat dari ujung jalan, rumahnya cukup sederhana, terbuat dari papan kayu. Akses jalan menuju rumahnya masih dari tanah, belum dibeton maupun diaspal. ”Maaf Mas, bapak baru keluar,” kata seorang pemuda yang ada di rumah Setu, kemarin.

    Pria yang tak lain adalah salah satu anak Setu ini lantas keluar rumah mengendarai sepeda motor. Sesaat kemudian, pemuda tersebut pulang memboncengkan seseorang yang tak lain adalah bapaknya, Setu. ”Monggo (mari, Red) Mas, silakan masuk,” ajak Setu, sembari melepas topi.

    Awal mula penemuan fosil tengkorak manusia purba itu, saat Setu melintas di aliran Sungai Bojong, desa setempat dua bulan lalu. Sehari sebelumnya, kawasan tersebut tengah hujan lebat. ”Saya waktu pulang dari bepergian melihat benda seperti batu,” kisahnya.

    Lantas pihaknya berinisiatif membawa pulang dan membersihkan dengan air. Setelah cukup bersih, dia yakin benda tersebut merupakan fosil dan menghubungi pihak museum. ”Sudah lama, ada lebih dari 20 tahun (mencari fosil, Red). Kalau ciri-cirinya saya tahu, seratnya terlihat berbeda dengan batu biasa,” ujar pria berusia 55 tahun ini.
    Pencarian fosil ini hanya sambil lalu. Sebab kesehariannya banyak dihabiskan membikin arang dan menggarap sawah. Saat penemuan fosil itu, biasanya setelah terjadi longsor. Sebagian lain ditemukan di aliran sungai karena terkikis banjir. ”Kalau musim hujan dan ada tanah yang longsor kadang ada fosil,” ungkap dia.

    Hasil pencariannya selalu diserahkan kepada pengelola museum. Selama ini, tidak banyak orang yang mau bersusah-susah mencari Fosil. Di sekitar kawasan tempat tinggalnya hanya ada empat orang, termasuk dia.

    Terkait temuan fosil selama ini, Setu sudah lupa jumlahnya. Namun dia tetap mendapat penghargaan dari pengelola museum.Terkadang mendapat imbalan apresiasi antara Rp 350 ribu-Rp 500 ribu. Namun biasanya diberikan setelah tiga bulan usai mendapatkan fosil. Selama ini, dia sudah mengoleksi tujuh lembar piagam penghargaan atas temuan fosil.

    Sedangkan terkait apresiasi yang diberikan pengelola museum, Setu tidak tahu berapa jumlah yang akan diberikan. ”Ini juga belum dikasih. Kalau dikasih berapa saya juga tidak tahu,” tuturnya. Jika mengetahui yang didapatnya cukup besar, bisa jadi Setu bakal terkejut.
    Saat dikonfirmasi kepada Kepala BPSMP Sangiran Sukronedi, penemuan tersebut cukup spektakuler dan nilai apresiasi bisa jadi cukup besar. Warga sekitar sudah cukup paham terkait penemuan fosil. Setelah mendapat laporan, petugas yang mengevakuasi. Sebab jika warga yang melakukan, dikhawatirkan informasi yang diperlukan bisa hilang dan fosil bisa rusak.

    Ada tiga penghargaan yang diberikan bagi warga yang terlibat. Di antaranya piagam penghargaan, disediakan nama penemu sebagai apresiasi, dan imbalan temuan. Untuk imbalan tergantung jenis fosil, kelangkaan, kejujuran, dan sebagainya. Sudah ada tim yang akan menilai kelayakan tersebut. ”Kalau penemuan ini mungkin bisa sampai Rp 20 juta,” terang Sukronedi. (*/un)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top