• Berita Terkini

    Minggu, 31 Januari 2016

    Mengenal Lukito, Juru Masak Tagana Jateng di Dapur Umum Eks Gafatar

    TRI WIDODO/RASO
    Pegang Prinsip Tulus Iklas Penuhi Panggilan Ibu Pertiwi

    Hiruk-pikuk penanganan eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Asrama Haji Donohudan, Kecamatan Ngemplak, Boyolali, tak terlepas dari relawan juru masak. Sebab mereka menjadi tumpuan perut ribuan orang yang berdatangan dari luar Jawa. Tarunas Siaga Bencana (Tagana) yang berperan penting tersebut.

    -------------------
    TRI WIDODO, Boyolali
    ------------------

    JURU masak dari Tagana Jawa Tengah (Jateng) ini dikomandoi Lukito. Di usianya lebih dari setengah abad, namun tenaga dan semangat membantu sesama tak sedikit pun berubah. Lukito masih kuat menyediakan berbagai masakan logistik bagi ribuan orang yang sedang membutuhkan bantuan.

    Ketika dijumpai Jawa Pos Radar Solo kemarin, Lukito sedang memasak dalam jumlah banyak. Sebab, dapur umum harus menyajikan sekali makan untuk 1.500 orang pengungsi mantan anggota Gafatar. Sehingga tak jarang harus istirahat hanya beberapa jam dalam sehari ketika sedang melaksanakan tugas sosial.

    Sudah 10 tahun lebih dia selalu meluangkan waktu dan tenaganya membantu para korban bencana, kegiatan pramuka, dan lain sebagainya. Pengabdiannya berhubungan dengan dapur umum. ”Tak tahu bagaimana mulanya, yang jelas hanya menuruti panggilan Ibu Pertiwi membantu sesama menyediakan logistik untuk masyarakat banyak,” tutur pria kelahiran Boyolali, 5 Juni 1960, ini sembari mengaduk nasi.

    Relawan yang taat agama ini pun terkadang menukil hadits sebagai pijakan membantu sesame. ”Berdasarkan bahasa agama yang dituangkan dalam hadist, berpendapat bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain,” ujarnya. Berawal dari situ, pengabdiannya kepada bangsa dan masyarakat dilakukan. Bahkan hingga akhir nanti Lukito akan terus mengabdikan di Tagana.

    Kegiatan yang dilakukan membatu sesama selama ini dilakukan tak dianggap sebagai sebuah pekerjaan. Melainkan pengabdian kepada bangsa sesuai dengan apa yang dia bisa lakukan. Sebab, kegiatan tersebut tak bisa diukur dengan nilai uang atau materi. ”Yang penting hati ikhlas menjalaninya. Insyaallah semua akan ada manfaatnya,” tutur suami Herni Purwanigsih, ini.

    Bagi dia, menyediakan dapur umum sangat mudah. Hanya butuh kemauan yang keras, niat yang tulus, dan hati yang ikhlas menerima segala risiko apa pun. Karena menuruti kemauan orang banyak bukan perkara yang gampang.

    Untuk itu dia selalu berpedoman kepada aturan standar penanganan bencana yang telah ditetapkan. Baik mengenai kualitas masakan, kebersihan tempat, sanitasi air yang lancar selalu dia terapkan dalam menjalankan tugas.

    ”Tadi ada pengungsi yang bilang nasinya belum masak katanya. Tapi apa yang ada, masak dua kuintal beras, yang tidak masak cuma dua bungkus saja. Tapi tidak masalah, tidak boleh sakit hati. Ya memang seperti itu karakter orang beda-beda,” jelas bapak dua anak kandung dan satu anak angkat ini.

    Selama menjadi Tagana, berbagai pengalaman telah didapat. Mulai membantu musibah gempa Jogja, Gunung Merapi meletus, bahkan gempa di Padang, Sumatera, beberapa tahun silam. Dia eksis mengaktualisasi diri dalam kegiatan sosial.

    Tak cukup dari situ saja, dia juga selalu siap jika sewaktu-waktu mendengar ada musibah yang membutuhkan dapur umum. ”Tak pernah berfikir panjang. Begitu mendengar ada bencana, meski tak punya saku untuk perjalanan, tapi saya yakin akan sampai di tempat tujuan dan tak akan lapar,” kata kakek dua cucu ini.

    Dia berharap kepada generasi muda juga meluangkan fikiran dan melonggarkan hati senantiasan mengabdi kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan. Setiap menjalankan sesuatu dilakukan dengan tulus ikhlas tanpa mengharap balasan apa pun. Sebab semua Tuhan akan selalu menyertai kepada umatnya yang mau berjuang. (*/un)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top