• Berita Terkini

    Kamis, 28 Januari 2021

    Soal Dugaan Korupsi RLTH: Dr Khambali: Jangan Pandang Bulu Tindak Pelaku


    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Pakar Hukum dan pengamat Kebijakan Publik, Dr M Khambali SFil SH MH  menyampaikan adanya dugaan pemotongan bantuan untuk program rumah tidak layak huni (RTLH) tidak termasuk perkara korupsi dan gratifikasi. Bila nantinya terbukti, menurut Khambali, perkara ini adalah pemerasan.  


    Meski begitu, dampaknya sama. Warga masyarakat dan negara dirugikan. Oleh karena itu, Khambali mendorong aparat terkait mengusut tuntas dugaan kasus ini. Di sisi lain, Dr Khambali berharap kasus ini menjadi pembelajaran berharga bagi para pemangku jabatan di Kebumen.


    "Saya sangat menyayangkan (mencuatnya dugaan kasus ini). Apalagi jika terbukti pelakunya adalah ASN atau pun petugas yang diberi amanat. Bagaimana rakyat bisa sejahtera jika petugas yang diberi amanah justru ikut ikutan menikmati. Untuk itu Pemkab harus berani mengambil tindakan tegas yang layak kepada siapapun ASN dan pihak terkait yang terlibat," ujar Khambali.


    Sekedar mengingatkan, dugaan adanya praktek penyelewengan pada program RTLH bersumberkan anggaran Kemensos tahun 2019 mengemuka dari pernyataan Wakil Bupati Arif Sugiyanto.


    Arif yang juga Bupati terpilih pada PIlkada Kebumen 2020 itu mengendus ada praktik gelap dalam program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) bagi warga miskin. Yakni soal adanya dugaan pungli dana bantuan program tersebut oleh oknum birokrasi yang tak bertanggung jawab.


    Punglinya pun tak sedikit. Arif menyebut angka Rp 4-5 juta dari jumlah bantuan senilai Rp 15 juta. Dengan banyaknya penerima program RTLH, angka kerugian negara tentu tidaklah sedikit. Hitungan Arif, negara dirugikan Rp 600 juta dalam praktik kongkalingkong ini.


    Terkait hal ini, dr  Khambali juga meminta khususnya kepada Bupati yang terpilih dalam Pilkada Serentak 2020 kemarin, agar tak pandang bulu dalam menyikapi kasus ini.


    Bila nantinya terbukti dan pelakunya ada yang merupakan oknum ASN maupun petugas bansos, Arif diminta melakukan tindakan tegas. Sedangkan untuk aparat penegak hukum wajib melindungi saksi korban yang kiranya terancam oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.


    Tidak menutup kemungkinan, pelakunya bukan hanya ASN atau Petugas yang ditunjuk, namun juga bisa jadi pihak swasta termasuk rekanan ikut "main mata" . "Saya berharap kabupaten Kebumen benar-benar Beriman, bersih indah dan nyaman, " kata Khambali.


    Lebih jauh Khambali menjelaskan bahwa perspektif hukum, definisi tindak pidana korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 pasal UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang dapat dikenakan pidana penjara karena korupsi.


    Berdasarkan pasal-pasal tersebut, jenis tindak pidana korupsi dapat dikelompokkan menjadi tujuh. Yaitu Kerugian keuangan negara, Suap-menyuap, Penggelapan dalam jabatan, Pemerasan, Perbuatan curang, Benturan kepentingan dalam pengadaan, Gratifikasi


    Selain definisi tindak pidana korupsi tersebut, juga ada tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Jenis tindak pidana tersebut termaktub dalam Pasal 21, 22, 23, dan 24 Bab III UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor. Diantaranya, merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi (Pasal 21). Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar (Pasal 22 jo Pasal 28) dan bagi Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka (Pasal 22 jo Pasal 29).


    Selanjutnya bagi saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu (Pasal 22 jo Pasal 35). Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu (Pasal 22 jo Pasal 36). Saksi yang membuka identitas pelapor (Pasal 24 jo Pasal 31)."Jadi Polri, Bupati, Bupati terpilih, serta korban tidak perlu khawatir, jika benar terjadi tipikor dalam bansos RTLH harus ditindak tegas dan tuntas," ujarnya.(cah)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top