• Berita Terkini

    Jumat, 29 Maret 2019

    Tiga Tahun Alot, Kini Haji Furoda Legal

    Menag Lukman Hakim
    JAKARTA - Setelah tiga tahun melalui pembahasan yang alot, Revisi UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) disahkan dalam sidang paripurna DPR di Senayan kemarin (28/3/2019). UU yang baru itu mengatur banyak hal baru. Termasuk soal umrah yang kurang diakomodasi dalam UU sebelumnya.

    Revisi UU tersebut memuat 12 poin penting perubahan maupun penambahan pada sistem PHU yang lama. ''RUU ini dibahas sejak tahun 2016. Alhamdulillah hari ini sudah disahkan," kata Ketua Komisi VIII Ali Taher Parasong.

    Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin mengungkapkan, Revisi UU PHU ini hakekatnya mengakomodasi aspirasi yang berkembang di masyarakat. Beberapa poin yang berhasil dimasukkan oleh pemerintah, antara lain, pelimpahan porsi bagi calon jamaah haji (CJH) yang wafat sebelum terbang ke tanah suci. "Ya, porsi CJH yang wafat bisa dilimpahkan ke ahli waris. Suami, istri, orangtua atau anaknya, katanya.

    Selain itu, CJH yang sudah menunggu lama dalam antrean dan berusia sekurang-kurangnya di atas 65 tahun, diprioritaskan untuk berangkat lebih awal. Kemudian, CJH penyandang disabilitas juga diprioritaskan dan mendapatkan pelayanan khusus.

    "CJH dengan sakit permanen juga bisa dilimpahkan porsinya," jelas Menag.

    Ada juga aturan untuk Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU). KBIHU akan mendapatkan prioritas porsi dalam kuota jika memiliki jamaah sekurang-kurangnya 135 orang. Setiap kelipatan jumlah ini, KBIHU mendapatkan kuota 1 pembimbing ibadah haji.

    Aturan untuk biro travel atau Penyelenggara Perjalanan Umrah (PPIU) maupun wisata akan diperketat. "PPIU harus betul-betul mengikuti aturan yang lebih ketat, baik dari sisi regulasi maupun sistem aplikasi yang selama ini kita bangun secara elektronik," katanya.

    Sanksi administrasi hingga pidana menanti biro travel yang melanggar atau menelantarkan jamaahnya. Menag kini juga punya wewenang untuk membentuk tim khusus pencegahan pelanggaran ibadah haji.

    Haji Furoda juga dilegalkan dalam revisi UU ini. Haji Furoda adalah haji undangan dari Pemerintah Saudi. Jamaah haji furoda berangkat menggunakan visa khusus, di luar visa haji yang dikoordinatori kemenag. Menag menyatakan, mereka yang berhaji menggunakan visa selain visa kuota resmi, wajib berangkat dan mendaftar lewat Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).

    Menag menyebut, memang Pemerintah Arab Saudi memilik kewenangan mengeluarkan visa untuk WNI di luar kuota resmi jamaah haji yang tahun ini sebanyak 221 ribu orang. Termasuk jika ada undangan berhaji dari keluarga kerajaan Arab Saudi, atau dari Rabitoh Alam Islami. ''Yang menggunakan visa di luar kuota harus berangkat melalui PIHK. Sehingga segala sesuatunya terdata oleh kami yang di Kemenag, " imbuhnya.

    Tujuan dari ketentuan ini, kata Menag, adalah mengantisipasi jika terjadi hal hal yang tidak diinginkan di tanah Suci. "Jadi kalau ada masalah, kami tahu siapa, dari mana, konteks berhajinya dalam rangka apa, menggunakan visa apa, dan seterusnya," jelas Lukman. Untuk diketahui, dalam revisi UU inijuga diatur secara jelas bahwa jumlah CJH khusus hanya dibatasi maksimal delapa persen dari total kuota nasional. (rls/ful/fin)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top