• Berita Terkini

    Senin, 03 Desember 2018

    Hadi Waluyo: Data Cheklist Lelang Bisa Bongkar Korupsi di Kebumen

    Hadi Waluyo 
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)-Ketua Forum Masyarakat Anti Korupsi (Formak) Kebumen Hadi Waluyo menegaskan, jika pintu korupsi di Kebumen berawal dari praktik kolusi pengaturan proyek lelang pengadaan barang dan jasa.

    Sedangkan pintu kolusi pengaturan proyek lelang pengadaan barang dan jasa di Pemerintahan Kebumen berawal dari daftar cheklist pada tahun berjalan.

    Cheklist keluar setelah ketok palu APBD, namun sebelum ada pengumuman lelang pengadaan dari Pemkab. “Jadi pada waktu tersebut dibuat kesepakatan bagi-bagi “kue” di tingkat Pokja dan Team Sukses. Setelah matang ditingkat Pokja dan tim sukses kemudian dibawa ke ULP,” tuturnya, Minggu (2/12/2018).

    Dukungan Pabrikan serta ketentuan teknis pengadaan, lanjutnya, menjadi kunci yang menentukan siapa pemenang. Dalam dukungan itu menjadi “energi” atau  “vitamin” bagi ULP sebagai operator.

    “Operator bertindak atas dasar pembenaran teknis dan ini dimungkinkan oleh aturan – aturan yang ada. Disinilah ada pembiasan (pengaburan) karena ketentuan teknis kebanyakan diplintir untuk menguntungkan kelompok tertentu. Selain itu tentunya sudah ada restu atasannya,” katanya

    Hadi dengan tegas mengatakan, kalau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan cheklist itu, maka terbongkarlah segala trik kong kalikong pengadaan barang dan jasa di Pemkab Kebumen. Hal akan menjawab pertanyaan bawah pengadaaan barang dan jasa di Pemkab Kebumen bermutu rendah. Cheklist beredar pada sedikit orang. Dan orang tersebut adalah orang pilihan.

    “Menurut saya ada salah satu pejabat di kantor Dinas DPPKAD dulu (kini dipecah menjadi dua dinas yakni Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), yang terlibat dalam penyusunan anggaran. Ini bahkan bisa tanpa sepengetahuan Sekda, Bupati atau Ketua DPRD. Intinya ada oknum – oknum yang menyelipkan anggaran tanpa kordinasi,” paparnya.

    Dijelasknya, bisa jadi dokumen masuk ke Ketua DPRD Kebumen untuk dikoreksi waktunya terlalu mepet dan belum dijilid. “Pemain – pemain” tersebut adalah orang – orang yang tahu anggaran. Kalau untuk wakil rakyat hanya beberapa saja yang tahu, dan pastinya sudah pengalaman di bab anggaran. “Mari kita cermati hal ini karena ini penting bisa untuk menjadi salah satu arah angin yang terjadi korupsi di Kabupaten Kebumen,” ungkapnya.

    Hadi Waluyo menambahkan, ada  2 lini sistem dalam pengadaan barang dan jasa yang rawan korupsi. Satu Lewat Pokja yakni untuk APBN yang dijalankan. Ini lewat asosiasi tapi berjalan secara pribadi dalam mengatur proyek. Biasanya fee antara 5 persen sampai 7 persen dari nilai proyek. Fee tersebut istilahnya untuk bina lingkungan, karena kepentingan operatornya. “Sebenarnya yang terbaik diserahkan ke pemerintah untuk mengaturnya,” terangnya

    Sedangkan yang kedua yakni lewat team sukses atau  Inside Traiding ini untuk APBD yang dijalankan.  Perjalanan pembahasan APBD, ekskutif menyerahkan draf.  Biasanya fraksi memberikan pandangan umum dalam satu minggu. Setelah itu komisi-komisi bersama mitra kerja komisi membahas detail RAPBD. Kira-kira satu minggu kemudian setelah persetujuan fraksi-fraksi dalam kata akhir APBD, dibawa ke provinsi untuk konsultasi dan koreksi.

    Hasil koreksi, dibahas lagi bersama badan anggaran, kemudian persetujuan APBD oleh DPRD. Dokumen APBD ditandatangani Bupati dan Ketua DPRD serta wakil Ketua DPRD. Dari penyampaian draf sampai persetujuan biasanya satu bulan seperti prosedur dan standarnya.

    Daftar list tidak ada prosedurmya. “Sangat dimungkinkan daftar cheklist dari DPPKAD ke Sekda dilanjutkan ke Operator. Barulah muncul titipan nilai ijon beragam prosentase dari nilai proyek. Tidak menutup kemungkinan DPPKAD, Sekda, dan Operator membentuk “segitiga sama sisi”,” ucapnya. (mam)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top