• Berita Terkini

    Selasa, 28 Agustus 2018

    Sekolah Swasta Butuh Komitmen Pemerintah

    JAKARTA - Kasus sekolah swasta kekurangan di Surabaya, Jawa Timur, seperti menjadi fenomena gunung es. Sebab kondisi serupa juga terjadi di banyak daerah. Sekolah swasta butuh komitmen pemerintah.



    Pendiri sekaligus ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Saur Pandjaitan mengatakan sikap pemerintah terhadap sekolah swasta harus jelas. "Apakah ingin ke depan sekolah swasta habis secara pelan-pelan, atau ingin menjadikan sebagai mitra," katanya di Jakarta kemarin (27/8/2018).



    Menurut dia menjadi ironi ketika pemerintah terus gencar memaksakan penambahan daya tampung di sekolah negeri. Padahal infrastruktur dan jumlah guru negerinya tidak memadai. Lebih baik kuota sekolah negeri biarlah sesuai dengan kondisi ideal, tanpa harus dipaksakan memperbanyak daya tampung.



    Saur mengatakan pemerintah pusat atau daerah sebaiknya duduk bareng bersama organisasi yayasan pemilik sekolah swasta. Membahas tentang kuota penerimaan siswa baru. Dia mencontohkan di kota A lulusan SD ada 100 ribu anak. Kemudian kapasitas SMP negerinya hanya 50 ribu anak. Maka sisanya  sebanyak 50 ribu anak didistribusikan ke sekolah swasta.



    Dalam pendistribusian calon siswa ke sekolah swasta, tidak jadi persoalan untuk diatur. Misalkan sekolah swasta dengan akreditasi A mendapatkan kuota lebih banyak. Dengan cara ini bisa memancing sekolah swasta untuk mengejar akreditasi A. Supaya mendapatkan kuota siswa baru banyak. Tidak seperti sekarang, sebagian sekolah swasta masih menunggu siswa yang tidak lolos di sekolah negeri.



    "Kami bahkan sempat bertanya ke Kemendikbud, sekolah swasta itu sebenarnya anak kandung, anak tiri, anak asuh, atau anak haram di mata pemerintah," jelasnya. Saur mengatakan sekolah swasta siap menjadi mitra bagi pemerintah untuk membuka akses pendidikan. Dia juga menegaskan siswa di sekolah adalah anak daerah, sehingga Pemda juga harus ikut bertanggung jawab.



    Pengamat pendidikan Indra Charismiadji mengatakan munculnya sekolah swasta disebabkan masa lalu keuangan negara terbatas. Namun saat ini anggaran pendidikan semakin besar. Cara paling mudah menghabiskan anggaran pendidikan adalah membuka kelas baru atau membangun sekolah negeri baru. Akibatnya sekolah swasta ribut kekurangan siswa.



    Indra berharap dana pendidikan tidak lagi dikonsentrasikan untuk membuka kelas atau unit sekolah negeri baru. Sebab tidak mengatasi persoalan akses pendidikan. "Hanya memindah siswa yang ke swasta menjadi ke negeri. Sementara angka partisipasi tidak naik signifikan,"  kata dia.



    Indra lebih mendukung jika dana pendidikan untuk membangun sekolah baru atau ruang kelas baru, digunakan untuk meningkatkan kualitas sekolah swasta. Sehingga baik sekolah negeri maupun sekolah swasta pada umumnya, memiliki kualitas yang sama-sama bagus. Dia menegaskan memaksakan menambah sekolah negeri atau ruang kelas baru, bisa memicu persoalan jumlah guru honorer semakin bertambah.



    Sementara itu Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad belum bersedia komentar soal nasib sekolah swasta yang kekurangan siswa. Jawa Pos sudah mencoba menghubunginya, tetapi belum ada jawaban. (wan)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top