• Berita Terkini

    Selasa, 07 Agustus 2018

    Saksi Ahli Dihadirkan pada Persidangan Dian Lestari

    jokosusanto/radarsemarang
    SEMARANG-Mantan calon hakim Angung Mahkamah Konstitusi, Dr Bernard L. Tanya dihadirkan sebagai ahli atas perkara dugaan korupsi yang menjerat, anggota DPRD Komisi A nonaktif, yang sempat menjabat Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Kebumen, Dian Lestari Subekti Pertiwi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (6/8/2018).

    Ahli hukum pidana Universitas Nusa Cendana, Kupang dan dosen sejumlah perguruan tinggi (PT) di Jawa tengah ini, menjelaskan terkait Pasal 11 yang didakwakan Penuntut Umum (PU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni terkait gratifikasi, dijelaskannya gratifikasi yang dimaksud apabila seseorang menerima karena jabatan dan kedudukan tanpa meminta, dengan demikian karena orang tersebut pejabat sehingga diberi bagian.

    Sedangkan, Pasal 12 A terkait suap, maka penjelasanya ada kualifikasi tambahan, yakni mengerakkan si penerima, melakukan sesuatu.Sedangkan dirinya sebagai ahli, tidak bisa mengusulkan mana yang layak pasalnya untuk dipakai, karena menurutnya semua melihat fakta persidangan.

    Ia juga menjelaskan, seseorang bisa dikategorikan justice collaborator  (JC) apabila seseorang yang terlibat bersedia membongkar jaringan rahasia kejahatan yang dilakukan. Sedangkan, whistleblower (WB) orang yang mengetahui kejahatan adalah korban.

    “Dalam praktek peradilan kita JC menjadi dasar hukum meringankan, dan secara moral dan etik hakim bisa mempertimbangkan, apabila diajukan JC. Sedangkan parameternya, dia pelaku, mengetahui jaringan kejahatan siapa yang jadi pengendali dan bersedia membukanya, dia mengakui perbuatannya,”jelasnya.

    Sedangkan, apabila seseorang berperan sebagai pengendali tidak bisa menjadi JC. Atas keterangan itu, majelis hakim yang dipimpin, Antonius Widijantono kemudian menanyakan, untuk mengetahui JC apakah atas permintaan majelis, terungkap di persidangan atau karena apa. Oleh Bernard dijelaskan, sejak penyidikan kalau sudah melakukan kerjasama dari awal bisa mengajukan JC.

    Atas keterangan itu, terdakwa Dian, meminta majelis hakim untuk menghadirkan saksi fakta lainnya, yakni Ketua DPRD Kebumen dan Kepala DPKAD Kebumen. Ia memohon, agar keduanya dihadirkan, karena sudah di catat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan mengetahui permasalahan sebenarnya.

    “Saya mohon yang mulia, karena keterbatasan ingatan saya,  aya mohon dihadirkan saksi fakta yang mengetahui ini semua, kami mohon jaksa hadirkan, karena mereka yang sangat mengetahui pokir ini,”sebutnya.

    Oleh majelis disampaikan, hal tersebut merupakan kewenangan PU KPK. Majelis juga mempersilahkan apabila ingin dihadirkan PU KPK, menyatakan pembuktian sudah cukup, sehingga tidak perlu lagi menghadirkan keduanya.

    Usai sidang, kuasa hukum terdakwa Dian, Theodorus Yosep Parera mengatakan, bukti sidang sudah mencukupi kliennya untuk dihukum. Pihaknya sendiri merasa pembuktiannya sudah cukup. Terkait Ketua DPRD dan Kepala DPKAD menurutnya, pembuktiannya ada di KPK.

    Ketua Peradi Karesidenan Semarang ini, juga mengaku kalau kliennya memang bersalah, hanya saja, bersalah bukan berarti menggunakan keuangan negara, melainkan karena mencemarkan jabatannya, sehingga memang harus dihukum, namun ia memohon hukuman yang seringan-ringannya.

    “Nanti pasti diproses keduanya (Ketua DPRD dan DPKAD), kami mengakui klien kami terbukti bersalah, tapi terbukti pasal berapa belum masuk kesitu, bayangan kami bersalah sesuai Pasal 11,”jelasnya. 

    Dalam dakwaan 4 PU KPK yakni, Dodi Sukmono, Mayhardy Indra Putra, Yadyn, dan Agus Satrio Wibowo adalah point terkait anggaran pendapatan dan belanja daerah perubahan tahun 2016, yang meminta kepada pihak eksekutif untuk menganggarkan Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) DPRD sebesar Rp 10,5milyar, dengan rincian masing-masing anggota sebesar Rp 150juta, unsur pimpinan DPRD masing-masing Rp 500juta, sedangkan Ketua DPRD sebesar Rp 1,5milyar. (jks)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top