• Berita Terkini

    Senin, 19 Maret 2018

    Megaproyek Tol Semarang –Demak Tunggu Penetapan Lokasi

    WAHIB PRIBADI/JAWA POS RADAR SEMARANG
    SEMARANG- Megaproyek jalan tol Semarang-Demak yang juga berfungsi sebagai tanggul laut segera direalisasikan. Informasi terbaru, kini tinggal menunggu penetapan lokasi (penlok) akhir Maret 2018 ini, yang dilanjutkan dengan proses lelang.


    ANDA yang kerap dipusingkan dengan masalah rob dan banjir di Jalan Kaligawe, barangkali ada harapan bisa terbebas. Setidaknya menunggu 4 tahun lagi, setelah jalan tol Semarang-Demak yang sekaligus sebagai tanggul laut beroperasi. Proyek yang  bakal dibiayai investor asing ini ditargetkan groundbreaking pada September mendatang, dan selesai pada 2022.

    Sesuai Detail Engineering Design (DED) yang sudah selesai awal tahun ini, jalan tol ini akan memberikan pemandangan bagus. Sebab, dari panjang total jalan tol 28 kilometer, sepanjang 12 kilometernya berada di atas tanggul laut yang membentang dari Terboyo Kulon, Genuk,  hingga Sayung.

    Tanggul laut ini berawal dari Jalan tol Kaligawe menyusur jalan lingkar utara Semarang sampai Sungai Banjir Kanal Timur. Kemudian belok ke arah pantai, kemudian menyusur sekitar garis pantai lama ke arah Sayung, Demak. Setelah itu kembali ke darat di Sayung.

    Kasubdit Jalan Bebas Hambatan, Direktorat Jalan Bebas Hambatan Perkotaan dan Fasilitasi Jalan Daerah, Direktorat Jenderal Bina Marga, Hari Suko Setiono, menjelaskan, jalan tol yang terintegrasi dengan tanggul laut ini baru kali pertama di Indonesia. "Jadi jalan tol sekalian tanggul laut. Tanggul lautnya untuk menanggulangi banjir dan rob yang digagas Pemprov Jateng," jelasnya kepada Jawa Pos Radar Semarang.

    Hingga saat ini, progres pembangunan jalan tol tersebut sedang memasuki tahap revisi penlok oleh Pemprov Jateng. Sembari menyelesaikan penlok, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) juga menyiaplam dokumen lelang investasi.

    "Seluruh pembiayaan akan ditanggung pihak investor yang memenangkan lelang dan pemerintah pusat, besarnya dukungan pemerintah pusat ditentukan dari hasil lelang. Diperkirakan, biaya konstruksi mencapai Rp 14,5 triliun, dan biaya investasi Rp 20 triliun," bebernya.

    Meski begitu, nilai investasi dinilai terlalu besar. Karena itu, pihaknya tengah mencari cara untuk menurunkan biaya investasi dengan berbagai alternatif desain konstruksi. Sebab, besarnya nilai investasi berdampak pada kelayakan finansial yang justru menjadi rendah. Praktis, dibutuhkan dukungan pemerintah besar. "Diperkirakan dibutuhkan nilai dukungan pemerintah sebesar Rp 9 triliun," tegasnya,kemarin (18/3/2018).

    Menurutnya, nilai investasi besar disebabkan karena gabungan antara tanggul laut kolam retensi dan jalan tol. Selain itu, penggarapan tanah lunak yang mencapai kedalaman 60-80 meter juga memerlukan biaya konstruksi yang besar.

    Dijelaskan, setelah jalan tol Semarang-Demak selesai 2022 mendatang, akan dilanjutkan pembangunan jalan tol Demak-Kudus-Pati-Tuban. Saat ini, masih evaluasi prakarsa untuk dilakukan pra-studi kelayakan.

    Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air Dan Penataan Ruang (Pusdataru) Jateng, Prasetyo Budhi Wibowo, menjelaskan, berbagai perizinan seperti izin tata ruang dan izin lingkungan pembangunan jalan tol dan tanggul laut, sudah beres. Mengenai revisi penlok, dia berharap akhir Maret ini sudah klir.  "Nanti dokumennya tinggal diserahkan ke kementerian dan BPJT menyiapkan lelang. Semoga April sudah mulai disiapkan agar Agustus sudah ada pemenang lelang," harapnya.

    Dijelaskan, lelang ini merupakan lelang investasi. Jadi, sistemnya beuty contest. Dia mendapat informasi, sudah banyak investor asing yang melirik untuk berinvestasi. "Ada yang dari China, Jepang, dan beberapa negara besar lain. Jadi, ini kelasnya internasional," terangnya.
    Mengenai jumlah bidang lahan yang harus dibebaskan, pihaknya belum bisa membocorkannya. Termasuk anggaran yang disediakan untuk membayar ganti rugi. "Semua dari  pemerintah pusat," tandasnya.

    Sementara itu, untuk wilayah Kabupaten Demak, kendala yang masih dihadapi dalam proyek tol Semarang-Demak adalah masih belum selesainya masalah pembebasan kepemilikan tanah wakaf Kadilangu. Karena itu, hingga sekarang masih menunggu sikap penyelesaian dualisme kepemimpinan yang terjadi antara Yayasan Kadilangu dan Kasepuhan Kadilangu.
    Edhie Djatmiko, mantan Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Kabupaten Demak, mengungkapkan, pada prinsipnya kedua belah pihak tersebut sudah setuju bahwa tanah wakaf Kadilangu tersebut dapat dilalui atau digunakan untuk pembangunan ruas tol Semarang-Demak.
    “Kedua pihak sebetulnya sudah setuju. Meski demikian, saat ini masih tetap menunggu lebih lanjut karena problem dualisme tersebut,”katanya.
    Menurut Edhie, secara umum, pembebasan lahan masyarakat lainnya dinilai sudah tidak masalah, termasuk tanah warga maupun tanah wakaf lainnya. Sebelumnya, masyarakat juga setuju untuk diadakan pembebasan lahan dengan harga yang wajar. Untuk pengadaan tanah tol ini, semua melalui proses appraisal atau melibatkan pihak ketiga sebagai penafsir harga tanah.
    Selain kendala tersebut, soal perubahan letak posisi jalan tol di wilayah Desa Sriwulan dan Desa Bedono, Kecamatan Sayung juga dalam proses penyelesaian terkait konsultasi publik, tata ruang dan wilayah (RTRW).
    “Informasi yang kita terima, yang konsultasi publik dan tata ruang sudah berjalan dan tinggal pengajuan izin lingkungan atau analisis dampak lingkungan (Amdal) ke Gubernur Jateng. Tapi, kalau penlok ditetapkan paling cepat akhir bulan ini, maka soal Amdal mestinya juga sudah harus selesai. Sebab, setelah penetapan lokasi biasanya dilanjut dengan lelang,”ujarnya. 
    Seperti diketahui, uji konsultasi publik, tata ruang dan Amdal sebetulnya sudah lama selesai. Bahkan, penetapan lokasi tahap pertama sudah turun sejak 2014, dan ditindaklanjuti dengan sosialisasi serta uji publik oleh panitia pembuat komitmen (PPK) bersama Kantor Pertanahan dan Pemkab Demak. Setelah itu selesai, pembangunan seharusnya sudah bisa dilakukan. Namun, karena ada perubahan kebijakan tata letak posisi atau jalur jalan tol yang salah satunya difungsikan untuk penahan gelombang laut di wilayah Sayung, maka proses revisi tata ruang dan Amdal tersebut diulang kembali. Sehingga hal itu menjadi salah satu kendala yang dihadapi panitia pembangunan tol Semarang-Demak. Karena itu, melalui surat gubernur kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang, utamanya Dirjen Tata Ruang, telah dimohonkan diterbitkan rekomendasi kesesuaian tata ruang sehingga dapat dilanjutkan dengan proses pengurusan Amdal.  Proses revisi tata ruang dan Amdal itu ditangani Provinsi Jateng karena pembangunan jalan tol itu melibatkan dua kabupaten/kota. Yakni, Kabupaten Demak dan Kota Semarang. 

    Edhie menambahkan, panjang tol Semarang-Demak semula sekitar 24 kilometer. Namun, dengan adanya perubahan letak jalan tol di sisi ujung barat (pesisir) Demak itu, maka sekarang total panjang tol bertambah menjadi 25 kilometer dengan lebar jalan dari 60 meter menjadi rata rata 100 meter atau setara bisa digunakan untuk 6 lajur. “Jadi, ada penambahan panjang sekitar 1 kilometer,”kata dia.

    Menurutnya, ujung barat tol Semarang-Demak berada di dekat jembatan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang kemudian menyusuri pantai Terboyo Kulon, Terboyo Wetan, Trimulyo Genuk, lalu dilanjut pesisir Desa Sriwulan dan Desa Bedono, Kecamatan Sayung. Setelah itu, tol berlanjut masuk wilayah Desa Purwosari, Sidogemah, Loireng dan Tambakroto, Kecamatan Sayung. Baru kemudian  masuk wilayah Desa Batu, Wonokerto, Dukun, Kedunguter, Karangsari, dan Pulosari, Kecamatan Karangtengah.

    Rute berikutnya Desa Karangrejo, Jogoloyo, dan Wonosalam di Kecamatan Wonosalam, serta berakhir di wilayah Kelurahan Kadilangu, Kecamatan Demak Kota. “Untuk  tol ujung timur Demak rencananya berada sekitar 200 meter sebelum jembatan layang Botorejo. Tapi, ujung tol itu masih masuk Kelurahan Kadilangu. Tol ini kemudian disambungkan dengan keluar masuk Jalan Lingkar Selatan Kota Demak,” jelas Edhie.

    Dia menambahkan, sebelum adanya pembangunan jalan tol, masyarakat sudah mengusulkan kepada tim pembangunan tol untuk tetap memperhatikan keberadaan fasilitas umum yang ada. Karena itu, pembangunan tol tersebut diharapkan tidak mengganggu fasilitas umum masyarakat tersebut. Misalnya tidak mengganggu akses jalan kabupaten, jalan kecamatan, jalan desa maupun saluran irigasi. (amh/hib/aro)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top