• Berita Terkini

    Selasa, 13 Februari 2018

    Setengah Juta Siswa Kesetaraan Terancam Putus Sekolah

    JAKARTA – Pemerintah gencar merekrut anak putus sekolah kembali bersekolah. Hasilnya, 568.171 anak berhasil ditarik masuk pendidikan kesetaraan di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Namun karena tidak ada dana bantuan operasional pendidikan (BOP) PKBM, mereka berpotensi putus sekolah.


    Sekretaris Ditjen PAUD-Dikmas Kemendikbud Wartanto mengatakan, sekitar 4,1 juta anak miskin usia sekolah yang tidak bersekolah. Kemudian anak-anak itu disisir dan diarahkan kembali bersekolah. Jaminannya pemerintah memberikan uang melalui program Indonesia pintar (PIP) atau kartu Indonesia pintar (KIP).


    Setelah dilakukan penyisiran, sebagian anak bersedia kembali bersekolah di sekolah formal. Lalu ada yang memilih masuk PKBM. Kemudian juga ada yang sama sekali tidak bersedia kembali bersekolah formal maupun kesetaraan. ’’Misalnya ada yang merantau ke luar negeri menjadi tenaga kerja,’’ katanya kemarin (12/2/2018).


    Setelah dilakukan pendataan, 568.171 anak yang bersedia kembali belajar melalui jalur pendidikan kesetaraan. Rinciannya, Paket A ada 69.905 anak, Paket B 242.004 anak, dan Paket C 256.262 anak.


    Permasalahannya, tidak ada BOP untuk lembaga pendidikan kesetaraan. Dalam pembahasan APBN 2018, Kemendikbud sudah mengusulkan perlunya anggaran tersebut ke Kemenkeu, tetapi belum diakomodasi. Dia mengungkapkan pengelola PKBM yang menerima peserta didik pemegang KIP sudah mulai ’’teriak’’. Di antaranya menuntut diberikan dana BOP untuk menunjang operasional. ’’Karena lembaganya (PKBM, Red.) tidak kuat lagi,’’ tuturnya.


    Masalahnya lagi, sampai sekarang tidak ada komponen BOP untuk PKBM di dalam dana transfer ke daerah. Karena PKBM itu di bawah pengelolaan pemda, maka dana bantuan operasionalnya ditransfer ke daerah. Sama seperti bantuan operasional sekolah (BOS) yang juga ditransfer ke daerah.


    ’’Kemendikbud sudah mengusulkan dua kali ke Kemenkeu. Jawaban (Kemenkeu, red) masih di-sounding,’’ katanya. Tetapi belum ada hasil. Dalam pertemuan terakhir dengan Kemenkeu pekan lalu, kementerian yang dipimpin Sri Mulyani itu masih berupaya mengupayakan ada dana BOP untuk PKBM.


    Wartanto mengungkapkan untuk mengcover setengah juga lebih peserta didik di PKBM itu, Kemendikbud mengusulkan alokasi anggaran mencapai Rp 500 miliar/tahun. Rata-rata setiap anak alokasi biaya operaionalnya Rp 750 ribu/tahun sampai Rp 1,5 juta/tahun. Dia menegaskan dana PIP tidak bisa digunakan sebagai dana operasional pendidika. Sebab dana PIP itu adalah hak peserta didik, bukan hak lembaga pendidikan.


    Dia berharap segera ada keputusan soal alokasi dana BOP untuk PKBM itu. Sebab dia tidak ingin ancaman putus sekolah warga belajar gara-gara PKBM-nya gulung tikar. Wartanto mengatakan memang ada PKBM yang menjalankan unit bisnis sehinga bisa menghasilkan uang untuk operasional. Tetapi banyak juga PKBM yang tidak memiliki unit usaha, sehingga biaya operasionalnya tergantung pada pemerintah.


     Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri mengatakan mereka mendukung kebijakan perluasan akses pendidikan swasta dan kesetaraan. Dia menyoroti kementerian terkati, diantaranya Kemendikbud dalam pengusulan dan penyusunan anggaran. Dia menjelaskan dalam pertemuan trilateral, seharusnya Kemendikbud bisa menarasikan usulan BOP untuk PKBM kepada Kemenkeu.


    Dia memperkirakan dengan alasan efisiensi anggaran, pemerintah tidak mengalokasikan BOP untuk PKBM. Padahal dana itu diperlukan untuk mendukung akselerasi angka partisipasi kasar (APK) pendidikan dasar dan menengah.


    Fikri menjelaskan peningkatan APK serta indeks pembangunan manusia (IPM) tidak bisa bersandar pada pendidikan formal atau sekolah. Tetapi pemerintah juga harus menaruh perhatian kepada pendidikan kesetaraan yang dijalankan oleh PKBM. Dia juga mengusulkan para santri yang belajar di pesantren salaf untuk ikut PKBM. ’’Ada tambahan pelajaran yang menjamin mereka bisa mendapatkan kemampuan setara SD, SMP, maupun SMA/SMK,’’ jelasnya. (wan)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top