• Berita Terkini

    Rabu, 21 Februari 2018

    Perjuangan Robingatun, Penyandang Tunanetra yang Rintis Kerajinan Tas

    FOTOAHMADSAEFURROHMAN/EKSPRES
    KEBUMEN (kebumenekspres.com) - Robingatun (27), perempuan warga Desa Petangkuran Kecamatan Ambal, membuat kagum. Bagaimana tidak. Di tengah keterbatasannya karena mengalami kebutaan sejak balita, dia bisa membuat kerajinan tangan tak kalah dari mereka yang normal.

    Setidaknya 10 tas jinjing atau "krendeng" berjajar di meja tamu rumah Robingatun, di RT 3 RW 3 Desa Petangkuran Ambal, Minggu (18/2/2018). Saat itu, Atun, sapaan akrabnya menemui wartawan ditemani sang Ayah, Sarjuni (70).

    Kepada koran ini, Atun menceritakan, sudah setahun ini dia menekuni kerajinan tangan tersebut. Bahan yang dia pergunakan bungkus (sachet) kopi kemasan. Setelah dipotong menjadi lembaran, bungkusan kopi itu lantas dibentuk anyaman. Lalu, dirangkai menjadi sebuah tas atau dompet. Hasilnya pun mengagumkan.

    Sarjuni, ayah Atun, menceritakan, anaknya bisa melakukannya dengan belajar sendiri. Hanya awalnya, sempat diberi contoh oleh saudaranya. "Selanjutnya dia belajar. Tak lama kemudian bisa jadi kayak gitu," ujar Sarjuni sambil menunjuk deretan karya Atun.

    Atun sendiri mengaku tak kesulitan saat belajar membuat kerajinan tersebut. Hanya butuh waktu sekitar seminggu dia belajar sebelum kemudian berhasil merangkai limbah bungkus kopi itu jadi tas dan dompet. Kalaupun ada kendala, keterbatasan bahan baku. Karena selama ini, kebanyakan kopi kemasan itu hasil pembeliannya untuk dikonsumsi sendiri. "Sesekali ada yang ngasih, tapi jumlahnya tak banyak," ujar perempuan yang masih melajang tersebut.

    Itu pula yang membuat Atun belum banyak memproduksi kerajinan tangan itu. Tas dan dompet itupun masih menumpuk di rumahnya. Belum ada yang membeli. Atun bahkan tak punya cita-cita muluk soal hasil karyanya itu. Bahkan saat ditanya harapannya, Atun malah bingung. "Inginnya jadi orang baik," ujarnya lugu.

    Sarjuni menambahkan, Atun sudah mengalami kebutaan sejak berusia 3 tahun. Awalnya sakit panas. Setelah itu, kegelapan meliputi Atun yang merupakan anak keempat dari lima bersaudara itu.

    Sebagai orang tua, Sarjuni yang kini telah menduda itu pun mengaku sedih melihat anak perempuannya tersebut. Apalagi, sudah tak kurang-kurang upayanya mencari kesembuhan mata sang buah hati. "Dari orang pintar sampai rumah sakit sudah kami coba. Tapi tak ada perubahan. Anak saya dinyatakan buta," ujar Sarjuni.

    Dengan kondisinya seperti itu, Atun tak pernah merasakan bangku sekolah. Kendati begitu, Atun rajin mengaji. Selebihnya, dia banyak menghabiskan waktu di rumah dengan mendengarkan radio. Hingga kemudian, Atun yang gemar musik dangdut itu belajar membuat tas yang saat ini menjadi pengisi hari-harinya.

    Soal masa depan anaknya, Sarjuni mengaku hanya bisa pasrah. Kesehariannya sebagai petani membuat dia tak bisa berbuat banyak bagi Atun. "Kalau ada yang mau membeli tas Atun, kami sangat berterima kasih. Apalagi kalau ada yang mendampingi atau membuat pelatihan kami akan sangat senang," imbuh Sarjuni.(saefur/cah)



    Berita Terbaru :


    Scroll to Top