• Berita Terkini

    Senin, 19 Februari 2018

    Penderita Penyakit Langka Mayoritas Anak

    JAKARTA – Sekitar 75 persen penderita penyakit langka adalah anak-anak. Dan 30 persen penderitanya adalah anak-anak di bawah 5 tahun. Dokter Cut Buruk Hafifah SpA menuturkan, 80 persen penyakit langka tersebut disebabkan kelainan genetika. ”Penyakit tersebut bersifat kronis atau menahun, progresif, dan mengancam kehidupan pasien,” tutur dokter spesialis anak RSCM di sela kampanye tentang penyakit langka di car free day (CFD) Jakarta kemarin (18/2/2018).



    Dalam rangka hari Penyakit Langka Sedunia yang jatuh pada 28 Februari, Yayasan  Mucopolysaccharidoses (MPS) dan Penyakit Langka Indonesia menyelenggarakan sosialisasi di arena CFD. Mereka bekerja sama dengan Pusat Pelayanan Terpadu Penyakit Langka RSCM-Human Genetic Research Center IMERI FKUI.


    Secara umum, ada 6.000 hingga 8.000 penyakit langka di dunia. Dikatakan langka karena penderitanya kurang dari 2.000 pasien di setiap populasi. ”Jika seluruh penderita penyakit langka digabungkan, jumlahnya bisa 350 juta orang,” tuturnya. Cut mengatakan, ada beberapa penyakit langka di Indonesia. Misalnya mukopolisakaridosis (MPS) tipe II atau sindrom hunter. Angka kejadian di dunia 1:162.000.


    ”Maple syrup urin diseases (MSUD) dengan angka kejadian 1:180.000 kelahiran hidup, serta glucose-galactose malbasorption syndrome yang jumlahnya berkisar 100 orang di seluruh Indonesia,” tuturnya. Sosialisasi penyakit langka di CFD cukup menarik perhatian. Selain bagi-bagi pamflet, dalam sosialisasi tersebut juga bisa bertemu langsung dengan dokter dan pasien penyandang penyakit langka.


    Salah satu pasien yang datang adalah Muhammad Faiz. Bocah tersebut menderita sindrom hunter. Dia baru terdiagnosa Agustus lalu. ”Dengan adanya yayasan ini, saya merasa terbantu,” ucap Siti Rohmah, ibu Faiz. Salah satunya adalah membantu pembiayaan pengobatan Faiz. ”Setiap minggu harus disuntik. Enam bulan pertama bisa menghabiskan Rp 3 miliar,” ungkapnya.


    Sindrom hunter sendiri merupakan penyakit yang disebabkan kekurangan enzim iduronate 2 sulfatase (I2S). Padahal enzim tersebut diperlukan untuk memecah zat glikosaminoglikans yang terdapat dari makanan. Dokter Damayanti SpA yang turut hadir dalam acara tersebut membeberkan beberapa ciri pasien yang mengalami penyakit tersebut. ”Coba lihat tangannya yang tidak bisa membuka sempurna,” ujarnya. (lyn/oki)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top