• Berita Terkini

    Selasa, 06 Februari 2018

    KPK Usut Mekanisme Pengumpulan Uang Suap Bupati Jombang

    JAKARTA – Dugaan suap terhadap Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko mendapat perhatian serius penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, selain berkaitan dengan pilkada serentak 2018, perkara yang diungkap melalui operasi tangkap tangan (OTT) itu juga berhubungan dengan pelayanan publik bidang kesehatan.


    Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, dana jasa pelayanan kesehatan (kapitasi) sebesar Rp 400 juta per tahun untuk setiap fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) itu mestinya digunakan untuk kepentingan masyarakat. Seperti membayar jasa pelayanan kesehatan dan biaya operasional pelayanan kesehatan. ”Masalah ini pernah kami kaji 2015 lalu,” ujarnya, kemarin (5/1).


    Untuk diketahui, pemanfaatan dana kapitasi yang diterima FKTP dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 21/2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada FKTP milik Pemda.


    Total dana yang digelontorkan BPJS ke seluruh FKTP di Indonesia sejauh ini sudah mencapai Rp 8 triliun. Namun, kata Febri, masih ada celah kerawanan dalam pengelolaan dana fantastis tersebut. Salah satu celah itu adalah tidak adanya alat pengawasan dan pengendalian dana kapitasi yang ditransfer langsung ke FKTP. ”Saat ini ada 18 ribu FKTP di seluruh Indonesia,” ungkap Febri.


    Febri menerangkan, kasus dugaan suap bupati Jombang merupakan salah satu contoh lemahnya pengawasan pengelolaan dana kapitasi. Itu menyusul adanya kesepakatan kepala daerah dengan otoritas dinas kesehatan (dinkes) setempat yang mengalokasikan sebagian dana kapitasi untuk paguyuban puskesmas. Padahal, langkah itu tidak memiliki rujukan aturan.


    ”Ini patut disayangkan karena sumber suap berasal dari kutipan jasa pelayanan kesehatan yang seharusnya menjadi hak masyarakat,” jelas mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut. Tidak tertutup kemungkinan, penyelewengan dana kapitasi itu berdampak pada rendahnya mutu pelayanan kesehatan di puskesmas dan klinik di Jombang.


    Terkait dengan pengembangan perkara, KPK bakal menelusuri sejauh mana peran paguyuban puskesmas se Jombang dalam mengumpulkan kutipan dana kapitasi tersebut. Lembaga superbodi itu bakal memeriksa pihak terkait. Diantaranya, bendahara paguyuban Oisatin dan ketua paguyuban Didi Rijadi. ”Nanti kami informasikan (pemeriksaan pihak terkait, Red),” ucapnya.


    Sejauh ini, KPK sudah menyita buku catatan dan buku rekening bank milik Oisatin saat OTT dilakukan. Dari bukti administrasi kepala puskesmas Perak itu diketahui bahwa aliran dana kapitasi dikirim ke Inna. Aliran duit kutipan itu juga diketahui dari buku catatan dan rekening bank Inna yang diamankan tim penindakan KPK.

    Febri menambahkan, KPK saat ini fokus dugaan suap dari Plt Kadinkes Jombang Inna Sulistyowati untuk Nyono. Menurut Febri, motivasi Inna memberikan setoran yang bersumber dari potongan 7 persen dana kapitasi itu sudah terkuak. Yakni, ingin menjadi kepala dinkes definitif. ”NSW (Nyono) juga punya kepentingan mengumpulkan uang (untuk pilkada, Red),” terangnya.


    Sebagaimana diberitakan, Nyono resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima uang setoran yang bersumber dari kutipan dana kapitasi 34 puskesmas di Jombang. Saat OTT, KPK mengamankan uang Rp 25,55 juta dan USD 9.500 yang diduga diterima Nyono dari Inna Sulistyowati.

    Nyono juga diduga menerima Rp 75 juta terkait pengurusan izin operasional rumah sakit swasta di Jombang. Kedua suap itu diserahkan Inna karena ingin segera naik jabatan sebagai kepala dinkes definitif. (tyo)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top