• Berita Terkini

    Selasa, 28 November 2017

    Gunung Agung Awas, Ribuan Masyarakat Mengungsi

    KARANGASEM – Nyaris sebulan berstatus siaga, Senin (27/11) status Gunung Agung kembali naik menjadi awas. Keputusan itu berlaku mulai pukul 06.00 WITA kemarin. Terus meningkatnya aktivitas gunung tertinggi di Bali yang membuat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengambil langkah tegas. Berdasar data yang mereka miliki, potensi letusan besar terjadi dalam waktu dekat semakin tinggi.



    Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG I Gede Suantika, petugas Pos Pengamatan Gunung Api Agung terus mengamati perkembangan perubahan letusan sejak titik api di puncak kawah Gunung Agung termati Sabtu dini hari (25/11). ”Itu menandakan terjadi perubahan dari letusan freatik ke magmatik,” ungkap dia kemarin. Tanda itu semakin kuat lantaran abu yang meluncur dari mulut gunung itu menembus ketinggian 3.400 meter di atas puncak kawah.



    Bahkan letusan eksplosif diserta dentuman lemah terjadi beberapa kali. Berdasar pantauan Jawa Pos sekitar pukul 22.00 WITA sampai pukul 00.00 Minggu (26/11), tidak kurang dua kali titik api terlihat dari Pos Pengamatan Gunung Api Agung yang berjarak 12 kilometer dari puncak kawah. Peristiwa itu dibarengi dentuman yang terdengar samar. ”Itu menandakan potensi letusan yang lebih besar mungkin akan segera terjadi,” ucap pria yang akrab dipanggil Suantika itu.



    Pada periode serupa pantauan Jawa Pos, PVMBG mendeteksi tremor menerus dengan amplitudo cukup tinggi. Suantika mengungkapkan bahwa seluruh stasiun seismik Gunung Agung medeteksi aktivitas serupa. ”Bahkan sempat beberapa jam terjadi over scale tremor menerus,” kata dia. Artinya amplitudo tremor menerus itu melebihi kapasitas alat ukur. ”Stasiun kami di sekeliling gunung membaca semua. Baik stasiun di lereng selatan maupun lereng utara,” tambahnya.



    Berdasar kondisi tersebut, keputusan PVMBG meningkatkan status Gunung Agung semakin bulat. ”Oleh karena itu, sejak 27 November pukul 06.00 WITA status Gunung Agung dinaikan dari siaga atau level tiga ke awas atau level empat,” tegas Suantika. Perubahan status itu disusul berubahnya rekomendasi dari PVMBG. Mulai kemarin mereka melarang masyarakat, pedaki, maupun wisatawan beraktivitas dalam radius 8 kilometer dari puncak kawah.



    Selain itu, perluasan sektoral juga bertambah dari 7,5 kilometer menjadi 10 kilometer. Berlaku untuk sektor utara – timur laut dan tengara – selatan barat daya. Bukan tidak mungkin rekomedasi itu terus bertambah. Sebab, sampai saat ini sifatnya masih dinamis. ”Sewaktu-waktu akan bisa berubah secara cepat,” kata Suantika. Pria berdarah Bali itu pun menyampaikan perubahan rekomendasi dari instansinya bergantung perubahan kondisi dan situasi Gunung Agung.



    Atas rekomendasi tersebut, tidak kurang 22 Desa di wilayah Karangasem diminta untuk dikosongkan. Termasuk di antaranya Desa Besakih yang tidak lain adalah tempat Pura Besakih berada. Selain itu, beberapa desa lain yang wajib dikosongkan di antaranya Desa Ban, Dukuh, Baturinggit, Sukadana, Kubu, Tulamben, Datah, Nawakerti, Pidpid, Buanagiri, Babandem, Jungutan, dan Duda Utara. ”Masyarakat segera diungsikan,” ucap Suantika.



    Rekomendasi itu sudah disampaikan oleh PVMBG kepada Pemprov Bali. Mereka juga sudah menyampaikannya ke pos terpadu di wilayah Tanah Ampo. ”Sudah kami koordinasikan,” imbuhnya. Menindaklanjuti perubahan status serta rekomendasi yang dikeluarkan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali menginstruksikan agar masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana (KRB) segera kembali ke pengungsian.



    Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menuturkan, sebagian masyarakat dari KRB sudah mengungsi secara mandiri. ”Menyusul erupsi Gunung Agung sejak Sabtu,” ujarnya. Dia pun menyebutkan bahwa instansinya juga sudah mulai bergerak untuk mengkoordinasikan seluruh kementerian dan lembaga yang terlibat dalam penanganan darurat erupsi Gunung Agung untuk membantu Pemprov Bali.



    Berdasar data dari BPBD Bali, jumlah pengungsi sampai pukul 18.00 WITA mencapai 29.023 jiwa. Seluruhnya tersebar di 217 titik pengungsian yang ada di sembilan wilayah kabupaten dan kota. Angka tersebut lebih besar jika dibandingkan jumlah total pengungsi sampai pukul 18.00 WITA dua hari lalu sebanyak 23.737 jiwa. Itu sekaligus menunjukan bahwa peningkatan status turut mendorong warga kembali ke lokasi pengungsian.



    UPTD Pertanian Rendang merupakan salah satu lokasi pilihan masyarakat Karangasem untuk mengungsi. Khususnya bagi yang berasal dari Desa Besakih. I Made Sada misalnya. Pria berusia 32 tahun itu memilih lokasi tersebut sebagai lokasi pengungsian lantaran tidak terlampau jauh dari tempat tinggalnya. ”Jadi, anak-anak tetap bisa sekolah,” ungkap dia ketika diwawancarai Jawa Pos kemarin. Selain itu, dia juga tidak perlu makan waktu lama apabila hendak menengok rumahnya.



    Sampai kemarin sore, tidak kurang lima ribu jiwa bergantian datang ke lokasi tersebut. Mereka mendaftar sebagai pengungsi kemudian meminta izin untuk mendirikan hunian sementara. ”Kami bangun sendiri supaya bisa ditata,” kata Sada. Bukan tidak ingin tidur di tenda pengungsian, hujan semakin sering turun membuat dirinya khawatir apabila memaksakan kedua orang tuanya yang sudah sepuh. Karena itu, dia memilih membangun tempat tinggal sementara.



    Tidak istimewa memang. Namun, mereka bisa tidur di atas bambu. ”Nggak langsung tanah,” imbuh Sada. Serupa dengan Sada, ratusan pengungsi yang berasal dari Kecamatan Rendang melakukan hal serupa. Mereka membangun tempat tinggal sementara berbahan bambu. Sedangkan atapnya, mereka gunakan terpal. Lantaran membangun sendiri, masing-masing keluarga pengungsi punya dapur. Sehingga tidak terlalu membebani dapur umum. ”Yang sekarang kurang toiletnya,” kata dia.



    Menurut Sada, total hanya tersedia tiga toilet di UPTD Pertanian Rendang yang bisa dipakai pengungsi. Karena itu, dia berharap pemerintah menambahnya. Berkaitan dengan kebutuhan pengungsi, Gubernur Bali I Made Mangku Pastika menegaskan bahwa seluruhnya sudah disiapkan. Mulai logistik sampai kesehatan. Semuanya sudah diurus. ”Soal dana, logistik, tidak perlu dikhawatirkan. Yang perlu dikhawatirkan adalah dampak terhadap kehidupan masyarakat,” ujarnya.



    Selain itu, sambung Pastika, persoalan lain yang harus dipikirkan adalah dampak kondisi Gunung Agung saat ini terhadap pariwisata di Bali. ”Itu yang perlu dipikirkan. Yang lebih serius itu,” ucap orang nomor satu di Bali itu. Namun demikian, dia tidak lantas mengesampingkan urusan Gunung Agung. Menurut dia semua pihak harus tunduk pada rekomendasi PVMBG. Sebab, mereka adalah ahli yang concern dan tidak berhenti memantau perkembangan gunung tersebut.



    Keterangan Pastika soal pengaruh kondisi Gunung Agung terhadap sektor pariwisata tentu tidak sembarangan dia sampaikan. Meski berulang kali menegaskan, Bali masih aman bagi wisatawan, sedikit banyak pengaruh aktivitas vulkanis gunung dengan ketinggian 3.142 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu terhadap sektor pariwisata memang sudah terasa. Apalagi pasca Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai ditutup kemarin.



    Beberapa hari belakangan, Pura Besakih yang juga menjadi salah satu destinasi wisata tidak tampak seperti biasanya. ”Sepi sekali,” ucap Nengah Kempar. Perempuan yang tinggal dan menetap di Desa Besakih itu menuturkan, sejak letusan pertama Selasa (21/11), penghuni desa kembali ke lokasi pengungsian. Seiring letusan yang terjadi susul menyusul, jumlah masyarakat yang bertahan semakin sedikit. Bahkan, nyaris tidak tersisa pasca status Gunung Agung menjadi awas. ”Ngungsi semua,” ujarnya.



    Alhasil jalanan menuju Pura Besakih kosong. Tempat ibadah yang juga jadi jujukan peloncong dari dalam dan luar negeri itu tidak seperti biasanya. Meski masih ada satu dua turis yang datang, mereka tidak bisa masuk. Sebab, aparat setempat sudah melarang segala aktivitas di sana. Maklum, pura tersebut terletak sekitar 6 kilometer dari puncak kawah Gunung Agung. Sehingga masuk dalam zona berbahaya. ”Saya juga mengungsi, ini ambil barang saja,” ucap Kempar.



    Disamping letusan dan semburan asap, aktivitas vulkanis Gunung Agung juga berdampak pada beberapa aliran sungai yang berhulu di gunung tersebut. Salah satunya Sungai Yeh Sah yang membelah Kecamatan Rendang dan Kecamatan Muncan di Karangasem. Sejak dini hari kemarin lahar hujan atau lebih sering disebut lahar dingin mengalir deras di sungai tersebut. ”Jam enam tadi saya lihat sudah begini,” kata salah seorang bhabinsa, I Nyoman Suartana.



    Lantaran baru kali ini lahar dingin tampak, Sungai Yeh Sah pun jadi tontonan. Selepas terbit matahari sampai kemarin petang, masyarakat berbondong-bondong mendatangi Jembatan Tukad Yeh Sah di Jalan Raya Rendang – Muncan. ”Jadi tontonan masyarakat,” ucap Suartana. Semakin deras aliran lahar dingin, semakin banyak masyarakat yang datang. Bhabinsa serta bhabinkamtibmas yang bertugas pun dibuat repot lantaran masyarakat tidak mendengar seruan mereka untuk menjauh.



    Padahal, lahar dingin berbahaya dan berpotensi mengancam keselamatan masyarakat. Tidak heran, PVMBG mengibau agar masyarakat menjauhi aliran sungai yang turut dialiri lahar dingin. Termasuk di antaranya Sungai Yeh Sah. Sebab, semburan abu vulkanis yang terus terjadi bukan tidak mungkin mengakibatkan lahar dingin terus mengalir. Mengingat hujan yang menjadi salah satu pengantar lahar dingin masuk sampai sungai pun semakin sering terjadi. (syn/)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top