• Berita Terkini

    Kamis, 09 Maret 2017

    Kekosongan Blangko E-KTP Tak Kunjung Ada Solusi

    ilustrasi
    SOLO – Hari ini, Kamis (8/3), Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjadwalkan sidang perdana kasus dugaan proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Tidak sedikit yang khawatir, kasus tersebut berdampak ke daerah.

    Kekhawatiran tersebut cukup beralasan, mengingat saat ini puluhan ribu warga Eks Karesidenan Surakarta yang sudah merekam data, belum mengantongi e-KTP. Mereka hanya diberikan surat keterangan dan berlaku hanya enam bulan.

    Ketua Komisi I DPRD Surakarta Budi Prasetyo menjelaskan, selalu muncul permasalahan pembuatan e-KTP di daerah. “Selama ini blangko e-KTP terlambat,” terangnya kemarin (8/3).

    Dampaknya, lanjut Budi, bisa saja masyarakat menjadi apatis dan enggan mengurus administrasi kependudukan karena harus menunggu tanpa kepastian kapan e-KTP bisa rampung.  ”Mungkin salah satu penyebab utamanya (blangko E KTP terlambat, Red), ya kasus korupsi ini,” kata dia.

    Dengan kondisi tersebut, Budi sepakat jika blangko e-KTP bisa dibuat di tingkat provinsi. Ini dapat meminimalkan keterlambatan distribusi ke daerah. Karena koordinasi antara kabupaten/kota dengan provinsi lebih mudah dibandingkan ke pusat.

    ”Usulan pembuatan blangko e-KTP di provinsi sudah lama. Ya masuk akal, sebab proses distribusinya semakin mudah,” ucapnya.

    Berbeda diungkapkan Ketua Fraksi Demokrat Nurani rakyat (FDNR) Supriyanto. Dia menilai penerapan e-KTP di tanah air relatif lancar bila dibandingkan India yang membutuhkan waktu sekitar tujuh tahun untuk peralihan dari KTP konvensional ke elektronik. “Baru terlaksana dua tahun secara nasional (e-KTP, Red), persentasenya sudah baik,” ungkap dia.

    Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Surakarta mencatat, 17.800 pemohon hanya mendapatkan surat keterangan sebagai pengganti e-KTP karena blangko habis sejak November 2016.

    Kepala Dispendukcapil Surakarta Suwarta menjelaskan, merujuk Surat Edaran (SE) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), surat keterangan  tersebut sah secara hukum. Data yang tertera pada surat keterangan mengacu data saat perekaman e-KTP dan dibubuhkan tanda tangan resmi sesuai perekaman. Surat keterangan bisa digunakan mengurus administrasi di perbankan, pembuatan SIM dan lainnya.

    Suwarta berharap, kekosongan blangko e-KTP segera terselesaikan karena pihaknya kebanjiran permohonan perekaman data e-KTP dalam dua bulan terakhir. Yakni dari 120 pemohon per hari, menjadi 600 pemohon.

    Kepala Seksi Identitas Penduduk Dispendukcapil Surakarta Subandi menambahkan, pihaknya telah mengajukan permohonan pengiriman blangko e-KTP ke pemerintah pusat namun diminta menunggu karena belum dilaksanakan lelang pengadaan blangko.

    Sementara itu, di Boyolali, 32.998 pemohon juga belum mengantongi e-KTP. Pemerintah setempat kehabisan blangko sejak 29 September 2016, dan hingga kemarin belum dikirim dari pusat.

    “Setiap harinya ada sekitar 250 pemohon e-KTP. Kami hanya bisa melayani dengan surat keterangan sementara,” jelas Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Boyolali Agus Santoso.

    Surat keterangan berlaku selama enam bulan dan bisa diperpanjang.  Agus belum bisa memastikan pengiriman blangko e-KTP dari pemerintah pusat. Sebelumnya, personel disdukcapil Boyolali harus mengambil sendiri blangko ke Jakarta.

    Dengan kondisi tersebut, disdukcapil telah membuat edaran ke sejumlah instansi seperti kepolisian, perbankan, rumah sakit, hingga pelayanan BPJS, untuk memberikan kemudahan terkait persyaratan KTP.

    Ditambahkan Agus, hingga akhir September 2016, disdukcapil hanya bisa mencetak 64.172 keping e-KTP. “Saya berharap segera ada kepastian terkait blangko e-KTP dari pusat,” terang dia.

    Salah seorang pemohon e-KTP Edi Wirawan, 28, merasa kesulitan mengurus keperluan administrasi yang mensyaratkan identitas KTP. Meski sudah mengantongi surat keterangan sementara, tidak sedikit instansi yang enggan menerimanya.

    “Pengurusan e-KTP ini juga merepotkan. Saya harus bolak-balik tiga kali ke Boyolali karena di tingkat kecamatan tidak bisa melayani,” tandas warga Desa Donohudan, Kecamatan Ngemplak.

    Pemohon e-KTP lainnya Isnaini Fathur Rohman, 22, warga Dusun Kiringan, Desa Canden, Kecamatan Sambi sudah melakukan rekam data sejak Desember 2016, tapi e-KTP tak kunjung diberikan. “Ini saya mau ke Jakarta bulan April. Jadi belum tenang kalau hanya surat keterangan. Kalau sudah berangkat, kemudian e-KTP sudah jadi, siapa yang mau ambil? Di rumah juga tak ada orang,” keluhnya.

    Serupa dialami Kabupaten Sukoharjo. Kepala Dispendukcapil Sukoharjo Sriwati Anita menjelaskan, blangko e-KTP sudah lama kosong. Warga hanya diberikan surat keterangan. Jumlah e-KTP yang belum bisa dicetak mencapai 40.556 pemohon.

    Sekretaris Dispendukcapil Sragen Wahana Wijayanto memaparkan, sekitar 20.000 pemohon belum bisa mengantongi e-KTP. Penyebabnya sama dengan kabupaten/kota lainnya, blangko habis. “Ketersediaan blangko menunggu distribusi dari pusat. Karena lelang blangko kewenangan pusat. Proses lelang mundur, otomatis proses distribusi juga mundur,” bebernya.

    Nasib sama dialami 80 ribu pemohon e-KTP di Klaten. “Kami berharap blangko bisa didistribusikan bulan ini agar pelayanan ke masyarakat optimal. Sebab, kondisi ini juga berpengaruh kepada pelayanan lainnya. Seperti penggantian e-KTP karena rusak, hilang atau perubahan data,” urai Kepala Dispendukcapil Klaten Widya Sutrisna.
    Begitu pula di Karanganyar. Kepala disdukcapil Suprapto menerangkan, lebih dari 31.000 pemohon e-KTP hanya mendapatkan surat keterangan sementara.

    Menular ke Wonogiri, 45.034 pemohon hanya bisa mengidam-idamkan e-KTP. Kepala Dispendukcapil Wonogiri Sungkono menyebut keterlambatan tersebut karena gagalnya lelang pengadaan blangko e-KTP. "Pemerintah pusat gagal lagi. Ini lelang yang ketiga dan gagal lagi. Sampai kapan keterlambatan pencetakan ini, kita tidak tahu," ungkap dia. (vit/irw/wid/yan/ren/din/kwl/rud/wa)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top