• Berita Terkini

    Kamis, 02 Februari 2017

    Sikap Ahok Bisa Memecah Belah, Warga NU Diminta Tenang

    JAKARTA – Jutaan warga Nahdlatul Ulama (NU) diseluruh Indonesia marah. Mereka tidak terima cecaran dan ancaman kepada KH Ma'ruf Amin ketika menjadi saksi dalam sidang penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Selasa lalu (1/2).


    Dalam persidangan itu, Ma'ruf Amin dihadirkan dalam kapasitasnya sebagai saksi ahli. Dia dimintai pendapat terkait dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok terkait surat Al Maidah ayat 51. Namun, bukannya fokus pada permasalahan itu, Ahok bersama tim kuasa hukumnya banyak mencecar Amin dengan pertanyaan berbau politis. Khususnya terkait pemilihan gubernur DKI Jakarta dimana Ahok menjadi salah satu calonnya.


    Bahkan, ada kalimat dari pihak Ahok yang menyebut akan mempolisikan Ma'ruf Amin apabila dia memberikan keterangan palsu. Total, pria yang sudah berusia 74 tahun dicecar selama tujuh jam dalam persidangan. Hadir menjadi saksi, Ma'ruf  malah terkesan sebagai terdakwa dalam persidangan itu.


    Ma'ruf adalah Rois Aam PB NU selain menjadi ketua umum MUI. Dia menjadi salah satu kyai yang paling dihormati warga nahdliyin. Posisi itulah yang membuat warga NU marah ketika Ma'ruf diperlakukan kurang patut dalam sidang.


    Gerakan Pemuda (GP) Ansor mengecam keras pernyataan Ahok dan tim kuasa hukumnya dalam sidang. ”Ahok bersama tim kuasa hukumnya memelintir situasi dan seolah-olah menempatkan Kyai Ma’ruf sebagai terdakwa. Kata-kata Ahok itu melukai hati warga nahdiyin,” kata Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas.

    Yaqut menilai pertanyaan maupun tuduhan serta kata-kata kasar yang ditujukan kepada Ma’ruf cenderung menyerang pribadi. Bukan mematahkan argumen yang disampaikan di persidangan.
     ”GP Ansor juga memperingatkan kepada pendukung terdakwa (Ahok, red) untuk segera menghentikan upaya-upaya yang menyudutkan KH Ma'ruf Amin. Karena akan semakin memperuncing suasana dan berpotensi menimbulkan konflik horisontal,” tegas dia.


    Saat disodori foto pernyataan minta maaf Ahok, Yaqut menuturkan kalau GP Ansor tunduk pada Kyai Ma'ruf. Bila Kyai Ma'ruf memaafkan, tentu mereka juga akan mengikuti. ”Tapi soal sikap, tergantung pada Ahok. Itu permintaan maaf di mulut atau memang keluar dari hati?” tambah dia.


    GP Ansor sekali lagi tunduk dan patuh terhadap pesan Kyai Ma’ruf Amin untuk siap untuk membela negara dan bagi kami NKRI final. Mereka juga tidak akan memberikan toleransi kepada siapa saja yang akan memecah belah bangsa ini. ”Menyerukan kepada seluruh kader Ansor dan Banser untuk siaga satu komando,” tegas dia.

    MUI pun tidak bisa menerima perlakukan terhadap Ma'ruf dalam persidangan. "Karena kasus Ahok ini murni kasus hukum, maka penyelesaian secara hukum adalah jalan yang paling terhormat," kata Ketua MUI Zainut Tauhid Sa’adi


    Zainut menyayangkan sikap dari kubu Ahok yang memposisikan Ma’ruf seakan-akan sebagai terdakwa dalam persidangan itu. Saat penyampaikan kesaksian itu, Zainut mengatakan bahwa pihak Ahok menyecar pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan. Selain itu menggunakan bahasa yang sarkastik, tendesius, dan cenderung fitnah.

    "Lebih dari tujuh jam beliau diadili layaknya seorang terpidana," katanya. Yang paling menyakitkan, menurut Zainut dengan sombong Ahok berniat mempolisikan Ma’ruf karena tuduhan memberikan kesaksian palsu.


    Terkait situasi yang memanas, Zainut mengingatkan kepada seluruh umat Islam supaya tetap tenang. Dia mengatakan umat Islam tidak perlu terprovokasi dan terpancing oleh hasutan melakukan tindakan melanggar hukum. Dia berharap umat Islam tetap mengedepankan semangat ukhuwah Islamiyah dan menjaga persatuan serta kesatuan bangsa.

    Sekretaris Komisi Fatwa MUI sekaligus Katib Syuriah PBNU Asrorun Niam Sholeh menceritakan situasi paruh kedua sidang ke-8 Ahok Selasa lalu (31/1) sudah tidak kondusif. Sebab pihak Ahok mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak mengarah pada substansi. "Pertanyaan sangat politis," jelasnya.

    Asrorun menjelaskan soal tuduhan pihak Ahok yang menyebut Ma’ruf menyembunyikan pekerjaannya sebagai mantan Wantimpres. Dia menuturkan di dalam BAP disebutkan bahwa pekerjaan Ma’ruf ada 12 jenis. Pekerjaan yang sudah tidak aktif seperti Wantimpres, anggota DPR, dan Ketua Komisi VIII tidak disebutkan.


    Dia juga mengklarifikasi soal sambungan telepon antara Ma’ruf Amin dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Yang kemudian disebut pihak Ahok sebagai komunikasi supaya pasangan Agus-Sylvi bisa diatur berkunjung ke kantor PBNU. Selain itu komunikasi antara Ma’ruf dengan SBY berisi permintaan supaya MUI mempercepat keluarnya fatwa terkait Ahok.


    "Bahwa ada komunikasi antara Kiai Ma’ruf dengan SBY iya. Sudah dikonfirmasi sejak jauh-jauh hari," katanya.

    Asrorun menegaskan percakapan via telepon itu tidak dirahasiakan. Namun yang menjadi ganjalan adalah, tudingan bahwa percakapan itu soal pilkada dan fatwa Ahok.

    Terpisah, Ahok langsung membuat video dan klarifikasi yang disebarkan melalui media sosial. Juga pernyataan klarifikasi. Isinya, Ahok menyampaikan permintaan maaf atas kejadian pada persidangan kedelapannya pada Selasa lalu. Ahok mengakui kalau timnya terus mencari materi untuk melakukan pembelaan di persidangan. Namun, dalam persidangan itu dia menyebutkan banyak pihak yang salah paham atas ucapannya.


    ”Banyak orang yang berpikir saya akan melaporkan KH Ma'ruf Amin. Padahal, yang saya maksudkan melapor itu saksi pelapor, seperti Novel," terangnya.

    Menurutnya, KH Ma'ruf Amin tidak mungkin dilaporkannya karena statusnya sebagai saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Atas kesalahpahaman itu, mantan Bupati Belitung Timur menyampaikan permintaan maaf atas nama pribadi dan semua tim-nya.


    Namun, pernyataan Ahok itu dibantah Mahfud MD. Mantan ketua Mk itu menyebut bahwa Ahok bersama timnya jelas menyebut akan melaporkan Ma'ruf Amin ke polisi apabila memberikan kesaksian palsu. ”Saksi lain yang sudah mereka laporkan. Jelas dalam sidang itu bahwa yang akan dipolisikan adalah KH Ma'ruf Amin,” tegasnya.

    Terkait adanya sadapan telepon Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada Ma'ruf Amin, Ahok menyebut itu tidak ada. Dia mengaku, informasi itu didapatkannya dari berita liputan6.com pada 7 Oktober 2016 yang disodorkan penasehat hukumnya. Ahok juga mengaku tidak mengerti serta tidak menyatakan apapun terkait telpon tersebut.


    Atas semua pernyataan klarifikasi Ahok bersaam tim kuasa hukumnya, Mahfud meminta mereka jujur. Sebab, ada kesan klarifikasi itu hanya diberikan ketika warga NU sudah menunjukkan kemarahannya ketika panutannya disudutkan dan dipojokkan.
    ”Persidangan itu kan Selasa. Baru Rabu sore mereka kebingungan memberikan klarifikasi, setelah selasa malam sampai pagi dimana-mana warga NU menunjukkan kemarahannya,” kecamnya.

    Ketua MK periode 2008-2013 itu menuturkan dalam sidang Ahok ke-8 telah terjadi dua masalah. Pertama adalah masalah penghardikan serta fitnah. Seperti fitnah Ma’ruf menyembunyikan identitasnya. "Kalau yang ini, selama Kiai Ma’ruf memberikan maaf, urusan selesai," jelasnya.


    Nah masalah krusial yang kedua adalah, dalam persidangan itu terindikasi kuat kubu Ahok memiliki rekaman hasil penyadapan percakapan antara Ma’ruf dengan SBY. "Jelas sekali dan diucapkan berkali-kali dalam persidangan," katanya. Diantara indikasi yang kentara adalah pihak Ahok menyampaikan detail waktu percakapan yakni 10.51 dan 10.16.


    "Penyadapan ini pelanggaran luar  biasa," jelasnya.

    Penyadapan masuk kategori bukan delik pengaduan. Sehingga polisi bisa langsung mengusutnya. Polisi dapat menanyakan langsung ke Ahok dan jajaran penasehat hukumnya, soal bukti penyadapan itu. Terkait ancaman hukumannya, merujuk UU ITE lama kurungannya 10 tahun. Sedangkan merujuk UU Telekomunikasi, ancaman pidananya 15 tahun penjara.


    Kalaupun ada percakan antara Ma’ruf dengan SBY, Mahfud mengatakan itu bukan pidana atau kejahatan. Apalagi isinya soal kunjungan ke PBNU. Kalaupun benar ada percakapan soal permintaan fatwa Ahok kepada MUI, Mahfud mengatakan juga bukan pidana. ’’Itu politik. Silahkan dibuat opini publik saat kampanye,’’ jelasnya.
    Sementara itu, Humphrey R. Djemat, salah seorang kuasa hukum Ahok yang banyak mencecar Ma'ruf Amin, juga melakukan klarifikasi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, kemarin. Humphrey menyatakan, bahwa pihaknya menyebut ada komunikasi SBY dengan Ma'ruf Amin bukan berarti punya rekaman sadapan komunikasi telepon mereka. Dia juga membantah mendapatkan rekaman itu dari Polri maupun BIN. ”Wah wah wah, ini gawat pertanyaannya. Nggak ada kaitannya sama yang lain-lain, itu dari Tuhan. Dari Tuhan semuanya,” kilahnya.

    Hal yang sama juga disampaikan Humphrey saat ditanyakan bukti percakapan itu merupakan hasil penyelidikan kuasa hukum. ”Itu kan tanggal 7 Oktober (berita telpon SBY), sedangkan tim kuasa hukum baru dibentuk baru-baru ini,” elak Humphrey lagi.


    Lebih lanjut, Humphrey mengatakan kalau bukti yang dimilikinya bukan hasil penyadapan. Dia bahkan mengklaim, tidak ada yang berani merekam mantan Presiden keenam tersebut.
     ”Alat bukti itu kan macam-macem. Bisa saksi orang yang dengar, bisa juga ada pembicaraan dia (KH Ma'ruf Amin) yang bisa divideokan,” ujarnya berbelit- belit.

    Lebih lanjut, saat ditanyakan hubungan berita online dengan telpon SBY, dia cuma ingin menyampaikan kalau berita itu salah satu bukti ada komunikasi antara kedua, SBY dengan Ma'ruf Amin.
    (jun/wan/rya/ang)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top