• Berita Terkini

    Sabtu, 10 Desember 2016

    Hambali: Mencuatnya OTT Kebumen Bukti Lemahnya Pengawasan LSM

    Muhammad Khambali
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Praktek kotor dan korupsi dalam  proses lahirnya kebijakan publik di Kabupaten Kebumen tak bisa dilepaskan dari lemahnya  bahkan "mandulnya" pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam menjalankan fungsinya. LSM yang digadang-gadang sebagai civil society, kini malah melenceng dari fungsinya serta kehilangan daya kritisnya.

    Hal itu dikatakan  Dosen Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta, Drs H Muhammad Khambali SH MH menyoroti gegeran operasi tangkap tangan (OTT) berujung terungkapnya suap ijon proyek Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kebumen yang saat ini tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Terkait hal itu, Khambali mengaku heran, dengan kondisi yang ada di Kebumen.  Pasalnya, pasca kejadian OTT KPK, justru banyak LSM yang bungkam dan tiarap. Padahal, di Kebumen telah cukup banyak LSM, meskipun hanya ada beberapa saja yang menonjol.

    Alih-alih meneriakkan mendukung pemberantasan korupsi, beberapa tokoh LSM yang ikut serta dipanggil penyidik KPK. Meski belum ada kepastian apakah mereka terlibat atau tidak, setidaknya adanya LSM yang bersentuhan dengan KPK ini cukup disayangkan.  “Yang membuat saya sangat kaget adalah, dalam kaitannya OTT KPK ada salah satu rumah yang konon milik tokoh LSM turut digeledah,” ungkapnya penuh heran.

    Muhammad Khambali menambahkan, seseorang dimintai keterangan penyidik dalam suatu dugaan tindak pidana, bisa sebagai (saksi) ahli, bisa juga sebagai saksi fakta yakni saksi yang melihat sendiri,  mendengar sendiri, mengalami sendiri (disebut korban), atau diduga terlibat (turut serta melakukan).

    Penggeledahan dilakukan oleh penyidik karena patut diduga ada data atau dokumen yang berkaitan dengan tindak pidana yang sedang disidik. “Dilakukan penyitaan, jika penyidik yakin yang disita itu berkaitan erat dengan tindak pidana,” ucapnya kepada Ekspres, Jumat (9/12)..

    Kondisi tersebut dinilai oleh Khambali, menunjukkan LSM di Kebumen selama ini belum menempatkan diri sebagai wakil masyarakat. LSM juga belum memberdayakan masyarakat, untuk mengawasi pemerintah. Bahkan, LSM dinilainya masih lebih enjoy menempatkan diri sebagai partner pemerintah. Menurutnya, itu tidak keliru, namun perlu ada keseimbangan. Sebagai sebuah lembaga, LSM mestinya berani mengawasi, mengkritik dan mengevaluasi, pemerintah, tanpa harus menjelek-jelekkan apalagi memfitnah.

    Hambali mengatakan, LSM adalah sebuah organisasi yang didirikan baik secara perorangan maupun secara kelompok. Pendirian LSM tidak berorientasi pada hasil atau laba, melainkan karena adanya tujuan tertentu di dalam masyarakat. “LSM itu sebuah lembaga yang memberdayakan masyarakat, dan bukan “memPerdayakan” masyarakat,” tegasnya,

    Dijelaskannya, LSM atau Non Government Organization (NGO) merupakan pengembangan dari sebuah organisasi non pemerintah (Ornop). LSM merupakan sebuah organisasi di luar pemerintah dan di luar birokrasi. Tujuannya yakni agar bisa membantu kinerja pemerintah. Bahkan LSM justru ikut mengawasi jalannya pemerintahan agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan. “Jadi sangat tidak dibenarkan jika mendirikan LSM agar pemerintah takut dan lantas kemudian diberi pekerjaan atau proyek,” paparnya.

    Advokat yang sekaligus anggota Peradi ini juga menjelaskan, untuk dapat menjaga independensi, tugas serta fungsinya dengan baik, seharusnya para pendiri LSM adalah orang sudah mapan. Baik secara ekonomi, kedewasaan, kepribadian dan statusnya.  Orang-orang seperti itu  tidak lagi butuh disanjung dan tidak marah saat dikritik.

    “Jika orang-orang yang masih berkebutuhan pribadi, atau kelompok lantas mendirikan LSM, maka yang terjadi ya itu, LSM tidak akan mampu menjadi pengawas dan partnership yang baik dan benar. Bisa jadi malah akan menjadi seperti kuda yang mau ditunggangi jika dikasih makan (proyek) atau seperti merpati yang akan berkerubut datang ketika ada makanan (proyek),” tutur akademisi yang meraih gelar doktor dalam bidang ilmu hukum pidana di PDIH Unissula Semarang itu.

    Dijelaskannya, sebuah organisasi dapat dikatakan masuk dalam lembaga swadaya masyarakat apabila memiliki beberapa ciri yakni, organisasi tersebut bukan bagian dari pemerintah maupun birokrasi, pendanaannya juga tidak terkait dengan pemerintahan.

    Organisasi tersebut dalam mencapai tujuannya tidak berorientasi pada laba atau profit belaka melainkan karena adanya tujuan tertentu yang berguna bagi masyarakat pada umumnya. “Kegiatan yang dilakukan oleh organisasi tersebut sangat menguntungkan bagi masyarakat umum tidak hanya menguntungkan bagi para anggotanya atau pada profesi tertentu saja,” katanya.(mam)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top