• Berita Terkini

    Selasa, 01 November 2016

    Santri di Purbalingga Pun Ikut Produksi Film Pendek

    aditya/radmas
    PURBALINGGA - Tak hanya menyasar kalangan umum dan pelajar, penanyangan film dokumenter juga sudah menyasaer ke kalangan pondok pesantren. Seperti yang dilihat di Pondok Pesantren Salafiyah, Desa Karangasem, Kecamatan Kertanegara, Minggu (30/10) malam lalu.

    Bertempat di halaman pondok pesantren yang sudah berdiri sejak 1985 silam ini, para santri di pondok pesantren ini, menyaksikan bersamaa film dokumenter bertemakan santri, yakni Jalan Dakwah Pesantren, karya sutradara Yuda Kurniawan.

    Film berdurasi 37 menit itu berkisah sejarah panjang lembaga pendidikan berciri khas keagamaan yang lekat dengan lokalitas dan beragam tradisi serta budaya di Indonesia bernama pondok pesantren. Pesantren selalu berdialog dengan keadaan dan telah menjadi bagian dari peradaban dunia.

    Sebelumnya, film yang diproduksi Kementerian Agama RI, Rekam Docs dan 1926 ini telah diputar dan menjadi bahan diskusi keliling Pulau Jawa di puluhan pondok pesantren, kampus, dan kantong-kantong pergerakan seperti di Universitas Negeri Jakarta, Ponpes Cipasung Tasikmalaya, Ponpes Babakan Ciwaringin Cirebon, Ponpes Al-Azhar Muncar Banyuwangi, dan Stadion Maguwoharjo Yogyakarta.

    Sebagai pembuka, diputar film-film pendek produksi Ponpes Salafiyah yang memancing antusias penonton. Usai pemutaran yang difasilitasi CLC Purbalingga ini digelar diskusi yang menghadirkan sutradara Yuda Kurniawan dan pengasuh Ponpes Salafiyah Gus Mansur Awit.

    Dihadapan para santri dan warga sekitar pesantren Yuda menceritakan pengalamannya selama proses produksi film yang diproduseri Hamzah Sahal ini. Menurutnya, ia sangat menikmati proses produksi dokumentar ini. “Biasanya saya bikin dokumenter ingin cepat selesai, untuk film ini sebaliknya, saya sangat menikmati,” terangnya.

    Sementara Gus Awit menjawab pertanyaan dari salah satu peserta diskusi terkait bagaimana peran pondok pesantren menanggapi kelompok-kelompok Islam garis keras. Pengasuh pesantren yang sempat mengenyam pendidikan di Al Azhar, Kairo, Mesir ini, mengatakan santri sekarang harus lebih terbuka terhadap dunia luar agar mempunyai strategi berdakwah yang menyejukan dan efisien.

    “Ini menjadi tantangan dan tanggung jawab para santri harus tahu bagaimana sejarah dakwah Islam masuk Nusantara. Kemudian memanfaatkan teknologi internet, setidaknya untuk mengimbangi dakwah-dakwah versi wahabi yang sudah terlebih dahulu menggunakan teknologi itu,” jelasnya.

    Setelah singgah di Purbalingga, “Jalan Dakwah Pesantren” kembali berjalan menyambangi penontonnya yaitu mahasiswa IAIN Purwokerto dan santri di Ponpes Al Ihya Ulumaddin Cilacap. (tya)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top