Adityo dwi/jawa pos radar semarang |
Koordinator lapangan, Agung Pujo Susilo menuturkan, UMK di Jateng tergolong rendah jika dibanding Jabar dan Jatim, bahkan DKI Jakarta. Mereka pun menuding Peraturan Pemerintah (PP) 78 Tahun 2015 tentang pengupahan justru mengebiri buruh dalam memperjuangkan kehidupan yang layak.
“Kami tidak bisa lagi mengawal penentuan besaran UMK dan KHL (kebutuhan hidup layak) karena tidak ditentukan dengan survey dan rapat dewan pengupahan tingkat kota. Tapi dengan PP 78,” tegasnya.
Baginya, jika UMK ditentukan gubernur atas arahan Pemerintah Pusat, tidak akan pernah bisa menyejahterakan kaum buruh. Sebab, penentuan nilai UMK hanya ditentukan oleh tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi saja. Begitu juga dengan KHL yang hanya dihitung lima tahunan dengan perhitungan dari BPS. Bukan lewat survey pasar Dewan Pengupahan.
Sementara itu, demonstran lain, Majiwantoro meminta agar pemerintah menghapus sistem kerja kontrak atau outsourcing. Mereka merasa, peraturan sistem kerja kontrak bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan. (amh/ric)