• Berita Terkini

    Kamis, 31 Maret 2016

    Warga Tolak Rencana Otopsi Independen Siyono

    ANGGA PURENDA/RASO
    Terduga Teroris yang Tewas Saat Diperiksa Densus
    KLATEN – Rencana otopsi independen terhadap jenazah Siyono (34) terduga teroris yang tewas saat diperiksa Densus 88, mendapat penolakan dari warga Desa Pogung, Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten. Hal itu dituangkan melalui surat pernyataan bersama yang dibuat warga Selasa malam (29/3). Kesepakatan itu saat pertemuan antara perangkat desa dengan ketua RT, RW, dan tokoh masyarakat di Balaidesa Pogung.

    Adapun hasil pertemuan tersebut pada dasarnya mendukung isi surat pernyataan yang dibuat keluarga Siyono. Yakni meminta perlindungan pemerintah desa (pemdes). Jika ada salah satu keluarga Siyono yang mengingkari surat pernyataan yang dibuat bersama pemdes akan memberikan sanksi sosial.

    Terdapat tiga sanksi yang dituangkan dalam pernyataan bersama tersebut. Yakni jika tetap dilakukan otopsi maka harus dilaksanakan di luar Desa Pogung. Kedua, jenazah Siyono yang setelah diotopsi tidak boleh dimakamkan di wilayah Desa Pogung. Terakhir, kelurga yang mendukung otopsi tidak boleh tinggal di wilayah Pogung.
    ”Ini hanya menindaklanjuti kemauan warga saya yang hanya meminta supaya bisa tercipta iklim kondusif dan tenteram di Desa Pogung. Karena mendengar kabar rencana otopsi itu. Maka kami mengambil sikap dengan menuangkan dalam surat pernyataan bersama. Kami sebagai perangkat desa tentunya akan mengakomodasi kepentingan bersama warga Desa Pogung.” terang Kepala Desa (Kades) Pogung Joko Widoyo, kemarin (30/3).

    Selama ini warga Desa Pogung disibukkan dengan kedatangan orang-orang dari luar desa yang tidak diketahui maksud, tujuan, dan tanpa permisi. Hal ini membuat warga trauma dan ketakutan. Maka untuk mencegah hal tersebut terjadi, munculah surat pernyataan bersama warga. Surat pernyataan bersama warga sudah diserahkan kepada keluarga Siyono dan kepolisian. Dari pihak keluarga Siyono terdapat satu poin yang memberatkan. Yakni jika setelah dilakukan otopsi maka tidak boleh dimakamkan kembali di Desa Pogung. ”Ini kehendak warga bukan kami. Apa yang memang telah menjadi kesepakatan bersama warga ya harus dilakukan. Tapi memang selama ini istri Siyono sendiri tidak mau bertemu dengan perangkat desa, padahal sudah saya undang,” terangnya.

    Sementara itu, kakak Siyono, Wagiyono, mengaku terkejut ketika Kepala Desa (Kades) Kades Pogung dan perangkat desa menyampaikan tiga poin kesepakatan warga. Pasalnya, Wagiyono mempersoalkan larangan jenazah adiknya tidak boleh dimakamkan lagi di Desa Pogung jika otopsi tetap dilakukan.
    ”Otopsi itu sebenarnya bukan keputusan keluarga. Tapi kalau memang akan diadakan otopsi, saya harap pihak penyelenggara untuk berkoordinasi dengan pihak keluarga,” katanya singkat.
    Sebelumnya, tim dokter Muhammadiyah yang didukung Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), rencananya akan melakukan otopsi jenazah Siyono kemarin (30/3). Siyono tewas saat dalam pemeriksaan Densus 88.
    Rencana otopsi itu mencuat setelah istri Siyono, Suratmi mendatangi PP Muhammadiyah untuk meminta bantuan hukum dan perlindungan terkait kasus kematian suaminya pada Selasa (29/3). Diharapkan melalui otopsi tersebut bisa diketahui penyebab kematian Siyono.

    Sementara itu, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah melalui PP Pemuda Muhammmadiyah mendatangi kediaman keluarga Siyono di Dusun Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, kemarin (30/3). Kedatangan mereka mengecek kesiapan Suratmi (istri Siyono) dan keluarga berkaitan permintaan kepada PP Muhammadiyah melakukan advokasi hingga memperoleh keadilan.
    ”PR terberat adalah yang dituntut oleh Suratmi untuk menghadirkan keadilan. Soalnya beliau menganggap apa yang dilakukan terhadap Siyono dan keluarganya serta anaknya yang membuat menjadi yatim dan dia menjadi janda. Dianggap negara tidak hadir, bahkan absen karena merenggut keadilan dari keluarganya,” beber Ketua Umum (Ketum) PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak.

    Berangkat dari latar belakang tersebut, pihaknya menyambut permintaan Suratmi dalam memperoleh keadilan. Pihaknya akan mengadvokasi siapa pun, meski Siyono bukan kader Muhammadiyah. ”Siyono adalah warga negara Indonesia yang memiliki hak atas keadilan,” tandas dia.

    Dahnil mengatakan, PP Muhammadiyah memiliki tanggung jawab menghadirkan keadilan untuk keluarga Siyono tanpa memandang latar belakangnya. Muhammadiyah tidak bekerja di ruang pembuktian terkait sangkaan terduga teroris atau bukan. Tetapi mengambil peran negara yang tidak hadir dalam melindungi keluarga Siyono, terutama Suratmi dan anak-anaknya. ”Kami tidak ingin membuktikan apakah Siyono terlibat dalam tindakan terorisme atau yang lain. Tapi yang paling ingin kami lakukan yakni menghadirkan keadilan untuk keluarga mereka karena Siyono diperlakukan tidak adil. Bahkan dirinya tidak diadili di pengadilan terkait tuduhan gelap, yakni terorisme dan sebagainya,” katanya.

    Terkait tertundanya rencana otopsi independen yang dilakukan PP Muhammadiyah terhadap jenazah Siyono kemarin, Danhil tetap akan berjalan tanpa mau memberitahukan waktunya. Pasalnya, otopsi dilakukan untuk mengetahui kematian Siyono yang ditangkap Densus 88 Antiteror. ”Kami sudah menyiapkan tim dokter forensik. Tim terdiri dari 5-8 dokter forensik yang berasal dari Universitas Muhammadiyah dan Rumah Sakit Muhammadiyah yang ahli forensi. Mereka nantinya akan bekerja sama dengan Komnas HAM,” ujar dia.

    Otopsi tersebut juga sesuai dengan permintaan Komnas HAM. Pasalnya, Komnas HAM sudah mendatangi kepolisian maupun lembaga resmi negara. Tapi tidak ada respons dalam membantu mengungkap kematian Siyono. Setelah melakukan pertemuan tertutup selama 30 menit, Dahnil bersama rombongan lantas tabur bunga di makam Siyono. Pertemuan keluarga Siyono merupakan yang kedua setelah sehari sebelumnya, istri Siyono, Suratmi di kantor PP Muhammadiyah di Jogjakarta pada Selasa (29/3). (ren/un)



    Berita Terbaru :


    Scroll to Top