• Berita Terkini

    Selasa, 15 Agustus 2017

    Iming-iming Among-among Dana Pokir

    Nuryadi Wulantoro
    Pokir menjadi kata yang menarik perhatian semenjak adanya OTT KPK terkait proyek ijon di Dinas Dikpora Kebumen pada APBD Perubahan 2016. Terlebih setelah persidangan tipikor terhadap pengusaha swasta Hartoyo di mulai. Pokir ternyata terkait erat dengan sejumlah dana yang menggiurkan yang di sebut dana pokir.

    Seperti yang di lansir Kebumen ekspres dalam headline-nya tanggal 01 Februari 2017 yang berjudul “ Pokir, Uang Rakyat Yang Jadi Mainan Pejabat “ menyebutkan bahwa dalam APBD Perubahan 2016 anggaran pokir untuk anggota dewan berjumlah 45 milyar rupiah. Jumlah tersebut di peruntukkan untuk anggota dewan sebanyak 50 orang, masing-masing mendapat 150 juta rupiah. Adapun wakil ketua dewan yang berjumlah 3 orang masing-masing mendapat bagian sebanyak 500 juta rupiah dan ketua dewan sebanyak 1,5 milyar rupiah.


    Apa sebenarnya pokir itu ? Dalam Pasal 55 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010. Salah satu tugas Badan Anggaran DPRD memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada kepala daerah dalam mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah paling lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD.

    Jadi menurut pasal ini yang menyampaikan pokir atau pokok-pokok pikiran adalah Badan Anggaran sebagai salah satu alat kelengkapan dewan bukan anggota dewan. Pokir di sampaikan  kepada  kepala daerah yang bermakna di sampaikan langsung kepada kepala daerah. Tidak ada kata yang mewakilinya dan sebagainya dan hanya sebatas saran dan pendapat. Saran dan pendapat berarti bersifat tidak mengikat dan tidak wajib di laksanakan. Namun sayangnya mekanisme penyusunan dan penyampaian pokir tidak di atur dalam PP Nomor 16 Tahun 2010. Bagi anggota dewan, pokir adalah kewajiban mereka untuk menyerap aspirasi masyarakat saat masa reses.

    Aspirasi masyarakat yang terkumpul selanjutnya akan di sampaikan pada pihak eksekutif saat penyusunan rancangan APBD.   Di sinilah multi tafsir terjadi yang menjadi ajang adu kepentingan eksekutif dan legislatif. Kalau tidak mau di sebut bancakan anggaran, proyek titipan dan bagi-bagi proyek.

    Baca juga;
    (Pokir, Uang Rakyat yang Jadi "Mainan" Pejabat)



    Perlu di ketahui bahwa anggota dewan perwakilan rakyat daerah mempunyai 3 (tiga) kali masa reses dalam setahun. Paling lama 6 hari kerja dalam satu kali reses.  Masa reses ini dipergunakan untuk mengunjungi daerah pemilihan anggota DPRD yang bersangkutan guna menyerap aspirasi masyarakat dan memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD.

    Setiap pelaksanaan tugas reses anggota DPRD baik perorangan atau kelompok wajib membuat laporan tertulis atas pelaksanaan tugasnya yang disampaikan kepada Pimpinan DPRD dalam Rapat Paripurna, yang selanjutnya dijadikan bahan pokok-pokok pikiran DPRD. Kegiatan dan jadwal acara reses ditetapkan oleh Pimpinan DPRD setelah mendengar pertimbangan Badan musyawarah. Selama masa reses berlangsung, tidak dilakukan Rapat oleh Alat Kelengkapan DPRD, kecuali jika ada hal mendesak yang memerlukan diadakan Rapat. Pelaksanaan reses difasilitasi oleh Sekretariat DPRD dan biaya kegiatan reses, dibebankan pada APBD. Di sinilah dana aspirasi atau dana pokir berasal.


    Dalam APBD Perubahan 2016 Kabupaten Kebumen seperti tersebut di atas terdapat anggaran untuk dana pokir sebesar 45 milyar rupiah. Jumlah anggota DPRD Kebumen adalah 50 (lima puluh) orang. Komposisinya terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 3 (tiga) orang wakil ketua dan sisanya 46 anggota. Setiap anggota dewan mendapat jatah 150 juta rupiah.

     Setiap wakil ketua mendapat 500 juta rupiah. Dan Ketua DPRD mendapat jatah 1,5 milyar rupiah. Karena ada 3 (tiga) kali masa reses maka setiap kali masa reses anggota dewan membawa uang sebesar 50 juta rupiah. Wakil ketua masing-masing membawa 166,67 juta dan sang ketua membawa 500 juta setiap kali masa reses. Jika di hitung jumlah anggaran dana pokir anggota dewan seharusnya adalah :
    Ketua ……………………………………………      1.500 juta rupiah (1,5 milyar rupiah)
    Wakil Ketua (3 orang)……………………      1.500 juta rupiah (3 x 500 juta rupiah)
    Anggota (46 orang)……………………….      6.900 juta rupiah (46 x 150 juta rupiah)
    ============================================================ +
                                                                          9.900 juta rupiah = 9,9 milyar rupiah
    Anggaran dana pokir dalam APBD-P 2016 adalah 45 milyar rupiah. Itu berarti masih ada 45 milyar rupiah – 9,9 milyar rupiah = 35,1 milyar rupiah anggaran dana pokir yang tidak transparan penggunaannya.  Seperti khusus untuk Komisi A misalnya anggaran dana pokir di masukkan dalam kegiatan pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kab. Kebumen dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 1.950.000.000,00  (Satu Milyar Sembilan Ratus Lima Puluh Juta Rupiah) berupa proyek pengadaan alat peraga dengan anggaran Rp. 750.000.000,00 (Tujuh Ratus Lima Puluh Juta Rupiah) dan proyek pengadaan buku dengan anggaran sebesar Rp. 1.200.000.000,00 (Satu Milyar Dua Ratus Juta Rupiah). Jatah dana pokir untuk anggota Komisi A menurut Yasinta yang mengaku sebagai pengepul dana pokir, mantan Kasi Sarana dan Prasarana Dikpora di persidangan Tipikor Semarang berkisar antara Rp 5 – 25 juta. Bahkan menurutnya itu juga terjadi di Dinas-Dinas lain yang ada di Kebumen (Kebumen Ekspres, 19 Januari 2016).
    Betapa menggiurkan iming-iming dana pokir ini bukan ?

    Memperkecil Penyelewengan Dana Pokir      
     Pertama, dalam sistem pemilu yang ada sekarang ini, menjadi anggota dewan memang membutuhkan biaya politik yang sangat tinggi. Oleh karena itu bagi mereka yang ingin menjadi wakil rakyat  tapi tidak dapat melayani rakyat dengan tulus sebaiknya tidak mencalonkan diri. Biaya politik yang tinggi tidak dapat di jadikan pembenaran untuk bancakan anggaran apalagi korupsi.

                  Kedua, system e-planning yang efektif dan transparan. Saya lebih suka menyebut e-pokir. Usulan dana pokir dari anggota dewan yang datang tidak pada waktunya tidak dapat di akomodasi.

                   Ketiga, barangkali ini menyangkut karakter dan integritas seorang pemimpin. Di tengah kontroversi gaya kepemimpinannya, apa yang di lakukan terkait soal dana pokir patut di tiru. Adalah ketika Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat masih menjabat Gubernur DKI Jakarta,  menghapus dana pokir sebesar 8,8 triliun rupiah dalam Rancangan APBD 2015. Alasannya pokir sering di salahgunakan anggota legislatif untuk bermain anggaran. Katanya banyak pokir-pokir yang bikin pusing satuan kerja perangkat daerah (SKPD).    

                         Ahok menyebut bahwa ia memiliki dasar hukum dalam pencoretan pokir. Dasar hukumnya  adalah keputusan dari Mahkamah Konstitusi. Meskipun Ketua DPRD DKI Jakarta menganggap keputusan MK itu hanya berlaku untuk anggota DPR RI.

                   Terakhir, saya ingin mengingatkan kembali visi pasangan Bupati dan Wakil Bupati terpilih M. Yahya Fuad dan KH. Yazid Mahfudz. Yaitu bersama menuju masyarakat Kebumen yang sejahtera, Unggul, Berdaya, Agamis, dan Berkedaulatan. Gunakan amanah itu untuk mengangkat masyarakat Kebumen dari kemiskinan. APBD benar-benar di gunakan untuk membangun Kebumen. Semoga !

                                                                               
     Nuryadi Wulantoro, warga biasa

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top