• Berita Terkini

    Kamis, 17 Januari 2019

    Dituntut 8 Tahun, Bupati Tasdi Sempat Tak Fokus

    jokosusanto/radarsemarang
    SEMARANG-Penuntut Umum (PU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjatuhkan tuntutan pidana selama 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp 300juta subsidair 6 bulan kurungan, atas perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap dan gratifikasi proyek pembangunan Purbalingga Islamic Center tahap II tahun 2018, yang menjerat Bupati Purbalingga nonaktif, Tasdi,  dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (17/1/2019).

    Selain pidana badan, PU KPK, Kresno Anto Wibowo, Roy Riady, Ikhsan Fernandi, dan Moch Takdir Suhan, juga menuntut terdakwa agar hak politik sebagai dicabut, baik untuk memilih dan dipilih dalam jabatan public selama 5 tahun. Kemudian menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan dan membebankan biaya perkara sebesar Rp 10ribu.
    Usai pembacaan tuntutan, Tasdi tampak sedih. Dia bahkan sempat ditegur oleh majelis hakim yang dipimpin Antonius Widijantono, karena sempat tidak fokus dalam persidangan. Usai sidang mantan Ketua DPRD Purbalingga tersebut, sempat terdiam sekitar 20 detik dan bengong sembari membuka-buka berkas tututan jaksa. Saat ditanya majelis hakim, mantan Wakil Bupati Purbalingga tersebut hanya terdiam. Kemudian 20 detik setelahnya, langsung memberikan isyarat menganggukan kepalanya sekitar 3 kali, menandakan ia akan mengajukan pembelaan (pledoi) secara pribadi, saat ditanya majelis, apakah akan ajukan pembelaan pribadi.

    “Menyatakan terdakwa sah dan meyakinkan secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan primer, dan melakukan penerimaan gratifikasi sebagaimana dalam dakwaan kedua,"kata PU KPK, Kresno Anto Wibowo, secara bergantian.

    KPK juga menyatakan Tasdi telah terbukti dalam dua pasal sekaligus. Yaitu pasal 12 huruf b UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan diganti menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 tenang tindak pidana korupsi dan pasal 11 UU yang sama. KPK menilai, tidak menemukan alasan pemaaf maupun pembenar maka terdakwa sudah selayaknya bertanggungjawab secara hukum.

    Dalam pertimbangannya, KPK menyatakan, dalam rangka mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut, terdakwa selain dijatuhi pidana pokok juga patut dijatuhi hukuman tambahanm berupa pidana tambahan untuk mencabut hak politik dan perampasan aset tindak pidana korupsi. Sedangkan hal-hal memberatkan, perbuatan terdakwa sebagai kepala daerah tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan terdakwa melakukan kesalahan.

    “Hal-hal meringankan, terdakwa sopan selama persidangan, mengakui perbuatan dan menyesalinya, serta belum pernah dihukum,”kata PU KPK lainnya.

    Atas tuntutan itu, penasehat hukum terdakwa, Dr Endang Yulianti menyatakan akan mengajukan pledoi. Tasdi juga enggan berkomentar usai dituntut, ia hanya mengatakan, nanti akan disampaikan dalam pembelaan saja.“Kita akan ikuti proses hukum saja, dengan cara ajukan pembelaan,”kata Endang Yulianti, bergegas pergi.

    Usai sidang, PU KPK, Kresno Anto Wibowo, menyampaikan, dalam kasus suap, terdakwa secara meyakinkan menerima suap dari para pengusaha Librata Nababan sebesar Rp 115 juta dari yang dijanjikan Rp 500 juta. Selain itu, terdakwa juga menerima suap dari sejumlah pihak, baik dari pengusaha yang ingin mendapatkan proyek di Purbalingga, ataupun bawahan terdakwa di Pemkab Purbalingga."Suap diberikan secara langsung dan tidak langsung. Suap langsung misalnya ketika terdakwa minta pengusaha untuk bantu acara wayangan," kata Kresna.

    Dikatakannya, semestinya semua bentuk pemberian kepada pejabat negara dilaporkan ke KPK. Namun terdakwa tidak pernah sekalipun melaporkan penerimaan uang tersebut ke KPK. Ia mengatakan, uang digunakan untuk kepentingan politik terdakwa dan disimpan di rumah dinas. Mestinya dilaporkan maksimal 30 hari sejak diterima..

    Sedangkan dalam kasus gratifikasi, Tasdi menerima sejumlah uang baik dari kolega, rekanan hingga anggota DPR. Salah satu gratifikasi yang disebut yaitu dari Utut Adianto sebesar Rp 180 juta untuk membantu operasional pemenangan di Pilkada Jateng. Namun oleh terdakwa, uang pemberian dari Utut disimpan di rumah dinas bupati dan tidak dilaporkan ke bendahara partai.

    Disebutkannya, terdakwa menyebut uang sebagai upaya penanganan Ganjar Pranowo di Pilkada Jateng itu alasan tidak dapat diterima, karena saksi meringankan sesuai AD/ART partai, semua penerimaan wajib dicatatkan."Penerimaan uang dari Utut Adianto ternyata tidak diserahkan ke bendahara, tapi disimpan di rumah dinas. Itu merupakan bentuk gratifikasi, oleh karenanya dirampas untuk negara,"jelasnya.

    Saat diperiksa sebagai terdakwa, Tasdi menyebut Ganjar sempat mampir ke kediamannya dan ada pennyerahan uang Rp 100 juta lewat ajudan. Uang tersebut dimaksudkan untuk buka puasa bersama pada 10 Juni 2018.Uang tersebut ternyata tidak sampai ke bendahara partai. Tasdi mengaku belum sempat menyerahkan ke bendahara karena sudah ditangkap KPK pada 4 Juni 2018."Dari Pak Ganjar dibawa KPK, sebenarnya mau digunakan tanggal 10 untuk buka bersama," kata Tasdi.

    Perlu diketahui, Tasdi didakwa menerima suap Rp 500 juta terkait proyek Islamic Center tahap II di daerahnya. Selain itu ia juga didakwa gratifikasi dari berbagai pihak sebesar Rp 1,465 miliar dan USD 20 ribu. (jks)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top