• Berita Terkini

    Selasa, 29 Mei 2018

    Islam Nusantara Diyakini Bisa Menjadi Mercusuar Dunia

    SEMARANG - Islam nusantara atau Islam yang berkembang di Indonesia diyakini bisa menjadi role model atau teladan bagi negara-negara Islam lain di dunia. Ini lantaran Islam di Indonesia  sebagai mayoritas mampu mengayomi umat beragama lain yang minoritas.

    Tokoh muda Tionghoa Semarang, Haryanto Halim bahkan meyakini Islam Indonesia bisa menjadi mercusuar dunia.

    "Islam yang berkembang di Indonesia akan mampu menjadi mercusuar dunia. Sebab Islam di Indonesia sebagai mayoritas mampu mengayomi umat beragama lain yang minoritas," kata Haryanto Halim pada kegiatan forum Silaturahmi Ramadhan Pengelola Pusat Ibadah dalam rangka Mewujudkan Jawa Tengah Rukun dan Damai, di Masjid Agung Jawa Tengah, Senin (21/05/2018)

    Haryanto Halim mengatakan,  susasana kehidupan antar umat beragama di Jawa Tengah, khususnya Kota Semarang sangat kondusif dan toleran. Dirinyapun diterima sangat baik oleh pemeluk agama Islam di Semarang dan Jawa Tengah.

    Karena itu saya sangat terkesan dan saya berpikir iklim sejuk yang telah terbangun ini memberikan impact yang luar biasa bagi kerukunan antar umat beragama dan antar etnis di Jawa Tengah ini", ungkap Haryanto Halim didampingi Ketua Badan Pengelola Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Dr Noor Achmad MA, di hadapan hadirin dari lintas agama di MAJT.

    Bahkan, Haryanto Halim mengatakan, toleransi umat Islam di Indonesia sudah diakui oleh negara-negara lain. Ini pula yang membuatnya yakin Islam Indonesia bisa menjadi mercusuar dunia.

    "Islam bisa menjadi payung peneduh kami yang minoritas ini. Saya kira hubungan Islam dengan Cina ini sudah terbangun sejak lama dan Islam Indonesia pun punya tempat di hati masyarakat muslim Cina. Sempat saya ke masjid tertua di Cina dan saya masuk mengucap salam langsung disambut dengan jawaban salam. Mereka tanya saya dari mana dan saya jawab dari Indonesia. Lalu mereka menyambut dengan sangat akrab. Karena itu lah kesan Muslim Indonesia sangat baik di negeri Cina", ujar Haryanto Halim.

    Dewi, Pegiat Sosial yang juga warga keturunan Tionghoa turut mengapresiasi kegiatan forum silaturahmi yang digelar Badan Pengelola MAJT. "Dulu saya punya pengalaman dan trauma kegiatannya Festival Imlek di kawasan MAJT dilarang FPI, namun itu berangsur sirna setelah bisa diterima dan duduk bareng dengan lintas agama di salah satu gedung MAJT," katanya. (*)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top