• Berita Terkini

    Selasa, 05 Desember 2017

    Pabrik Pil PCC Solo Didanai Seorang Dokter

    ISWARA BAGUS NOVIANTO/RADAR SOLO
    SOLO – Rapi dan senyap. Begitulah aktivitas di pabrik jutaan butir pil kombinasi paracetamol, caffeine, dan carisoprodol (PCC) alias pil gendeng di Jalan Setia Budi No. 66 Kampung Cinderejo Lor, RT 01 RW 04 Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari.

    Namun, sepandai-pandainya menyimpan bangkai, pasti tercium juga. Lima bulan melakukan penelusuran sejak mencuatnya pil gendeng di Kendari, Sulawesi Tenggara, Badan Narkotika Nasional (BNN) menggerebek dua pabrik sekaligus. Di Kota Solo dan Semarang.

    Kepala BNN Komjenpol Budi Waseso (Buwas) menegaskan, selain memproduksi, pabrik di Solo pula yang mendistribusikan pil gendeng ke seluruh wilayah Indonesia. Per hari, pabrik yang mengontrak rumah dua lantai itu mampu memproduksi 100 ribu butir pil gendeng.

    “Dari bahan baku, sekali tekan mesin ini bisa membuat 35 butir. Padahal mesinnya ada empat dan bekerja selama beberapa jam per hari. Sepanjang tahun ini mereka sudah memproduksi 50 juta butir,” paparnya saat memeriksa pabrik pil gendeng kemarin (4/12).

    Mesin impor itu bekerja otomatis dan tidak menimbulkan suara berisik. Penggunaannya juga di ruangan yang dilengkapi peredam suara. Ini menyebabkan para peraciknya leluasa beraktivitas meskipun menyewa rumah di pusat kota.

    Dipilihnya lokasi padat permukiman sebagai pabrik pil gendeng bukan tanpa alasan. Menurut Buwas, itu sebagai upaya mengecoh petugas. Pelaku berharap tidak muncul kecurigaan. Berbeda ketika memilih lokasi yang sepi atau daerah pelosok.

    Dari sisi luar, rumah dua lantai di Jalan Setia Budi, Kelurahan Gilingan, Banjarsari itu tak ubahnya hunian lainnya. Namun, ketika masuk ke bagian belakang, ruangan dengan luas sekitar 200 meter persegi itu tersimpan rapi bahan baku, bahan jadi, dan lokasi packing pil gendeng.

    Khusus untuk mesin pembuat pil gendeng, diletakkan di ruangan berukuran sekitar 30 meter persegi berperedam suara. Adalah Joni dan Sri Anggoro alias Ronggo yang menjadi pentolan pabrik pil gendeng di Solo dan Semarang.

    Joni yang juga berprofesi sebagai dokter ini memiliki peran sebagai penyokong dana. Sedangkan Ronggo merupakan koordinator pabrik Solo dan Semarang. Dia bertugas mengoordinasikan proses produksi dan distribusi pil gendeng.

    Mengetahui pabriknya digerebek, Ronggo kabur ke kampung halamannya di wilayah Tasimalaya dan berniat melarikan diri ke Singapura. “Tapi berhasil kita amankan, Ditangkap di rumahnya,” tandas Buwas.

    Dari hasil pengeledahan, petugas BNN menyita paspor Ronggo. Dari catatan perjalanan, dia kerap bepergian ke Tiongkok dan India. Dua negara tersebut diketahui mudah mendapatkan bahan baku pembuatan PCC.

    “Ronggo sendiri yang membeli (bahan pil gendeng, Red) ke sana. Dari penuturan sementara gunakan lewat jalur laut dan darat. Bagaimana caranya, masih dalam pendalaman,” ungkapnya.

    Per bulan, omzet pabrik pil gendeng itu mencapai Rp 2,7 miliar. Nominal tersebut di luar proses produksi dan menggaji sekitar enam karyawan masing-masing sekitar Rp 3 juta. Dari Solo dan Semarang, petugas BNN menyita 53 juta pil PCC, empat unit mesin pencetak pil, 100 sak bahan baku PCC berukuran 25 kilogram, puluhan drum berisi bahan kimia, puluhan buku tabungan, sejumlah handpone milik pelaku, sejumlah buku rekening, kartu ATM, BPKB, STNK, dan lainnya.

    “Dari sini akan kita telusuri ke mana saja arah penjualan pil ini. Yang jelas sudah hampir wilayah (Indonesia, Red) mereka sebarkan. Terutama Kalimantan dan Sulawesi,” papar Buwas.

    Karena pil gendeng belum termasuk narkotika, BNN menjerat belasan orang yang diamankan dengan pasal 197 Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 36/ 2009 juncto pasal 55 ayat 1 KUHP subsider pasal 198 UU Kesehatan.

    “Ini karena BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Red) serta kementerian kesehatan sudah mencabut izin peredaran obat (PCC, Red),” tandas Buwas.
    Pelanggaran regulasi lainnya adalah UU Nomor 8/1999 tetang Perlindungan Konsumen. Itu karena pelaku melabeli pil gendeng tersebut dengan nama Zenith T. BNN juga sedang menelusuri aliran dana pabrik pil gendeng. Jika terbukti, pelaku juga bisa dijerat UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
    Sementara itu, pelaku Ronggo mengaku hanya bertugas mengoordininasikan produksi dan distribusi pil gendeng. Sedangkan penjualan dilakukan Joni. “Baru kerja sama dengan Joni enam bulan. Saya koordinasinya dengan Wildan saja (pengontrak rumah di Jalan Setia Budi, Gilingan, Solo, Red),” ujarnya. (atn/wa)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top