• Berita Terkini

    Sabtu, 30 Desember 2017

    2 Ribu Bencana di Tahun 2017, Kerugian 11 Triliun

    JAKARTA – Lebih 2 Ribu bencana tercatat menghantam indonesia sepanjang tahun 2017. Mengakibatkan 377 orang tewas, dan membuat 2,5 juta jiwa mengungsi. Bencana-bencana ini juga menyebabkan kerugian sampai Rp. 11 triliun.


    Data terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sementara menunjukkan 2.341 kejadian bencana selama tahun 2017. Terdiri dari banjir (787 kejadian), Puting beliung (716 kejadian), tanah longsor (614 kejadian), kebakaran hutan dan lahan (96 kejadian), banjir dan tanah longsor (76 kejadian), kekeringan (19 kejadian), gempabumi (20 kejadian), gelombang pasang dan abrasi (11 kejadian), dan letusan gunungapi (2 kejadian).


    “Sekitar 99 persen adalah bencana hidrometeorologi, yaitu bencana yang dipengaruhi oleh cuaca dan aliran permukaan, “ kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNP, Sutopo Purwo Nugroho kemarin (29/12). 


    Selain bencana Hidrometerologis, bencana lain adalah gempa. Dari Data BMKG menunjukkan selama tahun 2017, telah terjadi 6.893 kali gempa. 208 gempa berkekuatan 5 SR, yang getarannya terasa ada  573 kali. 19 diantaranya menimbulkan kerusakan. Dampak gempa yang merusak adalah gempa 6,9 SR di Barat Daya Tasikmalaya yang menyebabkan lebih dari 5.200 rumah rusak.


    “Artinya, kalau dirata-rata, setiap hari terjadi 19 kal gempa di indonesia,” kata Sutopo. 


    Sementara bencana-bencana di indonesia telah tercatata merenggut 377 nyawa. Membuat 1.005 orang luka-luka dan 3.494.319 orang mengungsi dan menderita. Bencana juga merusak 47.442 unit rumah rusak,  10.457 diataranya rusak berat. 10.470 rumah rusak sedang dan 26.515 rumah  rusak ringan. 

    Banjir tercatat merendam 365.194 unit rumah.  Serta merusak 2.083 unit bangunan fasilitas umum. Mencakup 1.272 unit fasilitas pendidikan, 698 unit fasilitas peribadatan dan 113 fasilitas kesehatan.


    Sutopo menjelaskan, Bencana longsor adalah yang paling mematikan. Membunuh 156 orang,  dan melukai 168 jiwa, serta membuat 52.930 jiwa mengungsi dan menderita. 

    Sutopo menjelaskan, Seringkali skala longsor kecil.  Namun menyebabkan satu keluarga meninggal dunia. Hal ini disebabkan jutaan masyarakat tinggal di daerah-daerah rawan longsor sedang hingga tinggi dengan kemampuan mitigasi yang belum memadai. “Penataan ruang masih belum memperhatikan resiko bencana, banyak masyrakat tinggal di daerah rawan,” katanya.


    Bencana yang tak kalah merusakn adalah siklon tropis Cempaka yang terjadi pada 27-29 November 2017.  Menebarkan bencana di 28 kabupaten/kota di Jawa. Banjir, longsor dan puting beliung yang ditimbulkan menyebabkan 41 orang tewas, 13 orang luka-luka dan 4.888 rumah rusak. Daerah yang paling terdampak adalah di Pacitan, Wonogiri, Kulon Progo dan Gunung Kidul karena berdekatan dengan posisi Siklon Tropis Cempaka.


    Dari sebaran bencana, daerah paling banyak terjadi bencana adalah di Jawa Tengah, dengan 600 kejadian, Jawa Timur 419 kejadian, Jawa Barat 316 kejadian, disusul Aceh 89 kejadian, dan Kalimantan Selatan 57 kejadian.


    Sementara kerugian material diperkirakan menembus puluhan rupian dan masih akan terus bertambah. Kerugian ekonomi paling besar adalah dampak erupsi Gunung Agung di Bali. Penetapan status Awas sejak Septemberhingga Desember 2017 telah menyebabkan kerugian ekonomi diperkirakan mencapai Rp 11 trilyun. “Kerugian ini sebagian besar berasal dari kredit macet masyarakat yang harus mengungsi dan dari sektor pariwisata,” kata Sutopo. 


    Beberapa kerusakan dan kerugian akibat bencana yang terjadi pada tahun 2017 antara lain adalah banjir dan tanah longsor pengaruh Siklon Tropis Cempaka sekitar Rp 1,13 trilyun, banjir Belitung Rp 338 milyar, banjir dan longsor di Lima Puluh Koto Rp 253 milyar, longsor Cianjur Rp 68 milyar dan lainnya.


    Menurut Sutopo, bencana sangat memerosotkan ekonomi masyarakat utamanya yang berlangsung terus menerus. Seperti Erupsi Gunung Sinabung, banjir di daerah Dayeuhkolot, Baleendah dan sekitar Sungai Citarum.  “Banjir melanda masyarakat sekitar 10-15 kali setahun,” kata Sutopo. 


    Demikian juga masyarakat di sekitar Sungai Bengawan Solo, Sungai Kemuning di Madura dan lainnya yang terlanda banjir berulang. “Lahan pertanian yang terendam banjir menyebabkan gagal panen. Petani menanam padi dengan modal hutang, yang akhirnya tidak mampu membayar hutang,” kata Sutopo. 


    Sutopo menambahkan, indonesia memang kenyataannya adalah supermarket bencana. Namun, semua pihak harus berusaha untuk menjadikannya pembelajaran menjadi “laboratorium bencana”. Pembelajaran untuk meminimalisir resiko, mengurangi deforestasi, menyelamatkan Daerah Aliran Sungai (DAS) kritis, menormalisasi aliran air, serta menata ruang kembali. “Pembangunan di semua sektor harus memperhatikan hal ini,” kata Sutopo. (tau)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top