• Berita Terkini

    Sabtu, 30 Desember 2017

    Pilkada, Polri-KPK Bakal Bentuk Satgas Money Politic

    JAKARTA – Politik uang (money politic) yang membudaya saat pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) mendapat perhatian serius aparat penegak hukum. Bahkan, dalam waktu dekat, Polri bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal membentuk satuan tugas (satgas) untuk memberantas praktik curang yang selalu terjadi dalam pilkada itu.



    Polri memang perlu menggandeng KPK. Sebab, agenda politik tahun depan bukan satu-satunya yang menjadi perhatian polisi tahun depan. Event internasional seperti Asian Games dan International Monetary Fund (IMF) World Bank Group juga bakal menyedot energi dari sisi pengamanan.


    Kapolri Jendaral Polisi Tito Karnavian menjelaskan bahwa dirinya sudah berkomunikasi langsung dengan pimpinan KPK. Itu dilakukan terkait pilkada serentak di 171 daerah. Yakni, 17 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten. ”Intinya bahwa kami akan mengawasi juga money politic,” ungkap Tito kepada awak media di Mabes Polri, kemarin (29/12/2017).


    Menurut Tito, money politic merupakan praktik curang yang berpotensi muncul. Dampak negatif sudah tentu terasa apabila praktik itu terjadi. Untuk itu, perlu dilakukan tindakan tegas agar ada deterrence effect. Yakni penegakan hukum. Namun, tindakan tersebut tidak dilakukan setelah kepala daerah terpilih. ”Tapi, kami perketat sebelum terjadinya pilkada,” kata dia.


    Pejabat nomor satu di korps bhayangkara itu meyakini kerja sama Polri-KPK bisa menekan potensi terjadinya money politic. Karena itu, dia menggandeng lembaga antirasuah. ”Kami buat tim bersama,” ucap Tito. Tim satgas Polri-KPK tersebut juga akan bertugas menindak praktik bagi-bagi uang yang terjadi sepanjang pilkada serentak.


    Menurut Tito, pimpinan KPK sudah setuju dengan ide tersebut. Dalam waktu dekat, dia akan memanggil Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto guna menindaklanjuti satgas money politic. ”Nanti kabareskrim yang saya minta untuk bentuk (satgas),” ujarnya.


    Tentu saja, sambung dia, satgas tersebut harus berisi orang-orang pilihan. Tidak asal comot begitu saja. ”Tarik beberapa anggota yang memiliki komitmen, idealisme kuat. Nanti kita biayai khusus,” tambah dia.


    Meski masih akan dibicarakan, mantan Kapolda Metro Jaya itu ingin satgas sudah terbentuk sejak Januari tahun depan. Sehingga Polri dan KPK sudah bisa bergerak jauh sebelum pilkada serentak berlangsung.  Berkaitan dengan mekanisme kerja satgas tersebut, Tito belum merinci. Tapi, gambaran umumnya sudah dia jelaskan. Yakni tetap sesuai aturan dan ketentuan.


    Lantaran kewenangan penegakan hukum oleh KPK terbatas pada penyelenggara negara, sambung Tito, instansinya akan turun tangan apabila money politic menyasar figur yang tidak bisa ditindak oleh KPK. ”Yang nggak bisa ditangani oleh KPK, KPK boleh tangkap (lalu) serahin sama Polri,” imbuhnya. Dengan begitu, tidak ada celah bagi siapapun yang terlibat money politic. Semuanya ditindak tegas.


    Bahkan, pejabat kelahiran Palembang itu menyampaikan bahwa Polri dan KPK tidak segan langsung mengekspose hasil penindakan. Sehingga publik tahu mana saja calon kepala daerah yang berupaya menang dengan cara curang. ”Dalam rangka memberikan deterrence effect,” ucap Tito. ”Sehingga kami harapkan pilkadanya berjalan tanpa proses-proses yang melibatkan money politic,” kata dia menambahkan.


    Disisi lain, Polri juga bakal memetakan wilayah rawan selama pilkada serentak berlangsung. Bukan hanya yang rawan money politic, wilayah rawan konflik juga bakal dipetakan oleh instansinya. Itu penting lantaran Polri perlu rencana matang untuk membagi kekuatan. Sebab, hanya tiga provinsi yang tidak melaksanakan pilkada. ”Potensi konflik bisa terjadi di 31 provinsi,” ungkap Tito.


    Tito mengakui bahwa kondisi itu bakal menyedot kekuatan Polri. Sebab, dia tidak mungkin mengirim anggota Polda Metro Jaya untuk membantu pengamanan pilkada di wilayah lain. ”Saya tidak ingin mengambil resiko,” imbuhnya. Sebab, Jakarta merupakan ibu kota sekaligus pusat politik dan ekonomi Indonesia. Sedang anggota Polda Jogjakarta dan Polda Papua Barat tidak banyak.


    Sehingga yang paling mungkin digeser adalah anggota dari Mabes Polri. Hanya saja, jumlahnya juga terbatas. Untuk itu, kata dia, kekuatan paling besar yang bisa diandalkan Polri adalah TNI. Tito menuturkan, dirinya sudah meminta bantuan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto. ”Polri didukung oleh TNI mengamankan wilayah masing-masing (yang melaksanakan pilkada),” kata dia.


    Sejauh ini wilayah yang sudah ditandai berpotensi munculnya konflik adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, serta Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun, pemetaan akan lebih jelas pasca penetapan calon di masing-masing daerah. ”Ada saja mungkin daerah yang kami anggap rawan. Tapi, karena pasangan calonnya satu misalnya, otomatis kami anggap tidak rawan,” ujar Tito.


    Selanjutnya, Tito juga meminta peran serta masyarakat dalam mengamankan agenda penting tahun depan. Bukan hanya agenda politik, melainkan juga pelaksanaan Asian Games dan IMF World Bank Group. Sebab, keduanya merupakan event internasional yang dilaksanakan di Indonesia tahun depan. Asian Games, kata dia, melibatkan 45 negara dengan jumlah kontingen mencapai 15 ribu orang.


    Serupa, IMF World Bank Group juga diikuti sekitar 15 ribu peserta. Hanya saja jumlah negara asal jauh lebih banyak. Yakni 189 negara. ”Masyarakat Sumatera Selatan, masyarakat Jakarta, masyarakat Jawa Barat, masyarakat Bali untuk bersama-sama mengamankan,” pinta Tito. Sebab, event tersebut secara langsung menyangkut nama baik bangsa. Apabila tidak terselenggara dengan baik, nama baik Indonesia ikut tercoreng.


    Sementara itu, Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mengatakan, satgas money politic diharapkan dapat memaksimalkan pelaksanaan pilkada bersih. Poin penting yang menjadi prioritas pencegahan adalah pemanfaatan uang untuk mendapatkan suara. Biasanya, hal itu sering dilakukan pasangan calon (paslon) tertentu agar bisa menang pilkada.

    ”Oleh karena itu, Polri dan KPK perlu kerjasama menjaga itu,” ungkapnya di gedung KPK kemarin. Kewenangan KPK dalam pilkada memang sangat terbatas. Itu seiring sebagian besar status paslon bukanlah penyelenggara negara. ”Jadi ini dalam rangka untuk menciptakan suasana demokrasi yang lebih sehat,” terangnya.


    Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menambahkan, seluruh daerah penyelenggara pilkada serentak tahun depan memang berpotensi terjadi politik uang. Artinya, praktik bagi-bagi uang agar mendapat suara terbanyak konstituen kemungkinan besar masih akan dilakukan mayoritas paslon. ”Nanti kalau mau pilkada, kami mau latih calon (yang maju, Red),” ujarnya.


    Rencananya, KPK bakal memberikan materi seputar kepala daerah yang baik. Salah satunya tentang kewajiban kepala daerah, seperti menyetorkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dan pelaporan gratifikasi. Lembaga superbodi itu juga akan memberikan materi tentang best practice di sejumlah daerah. ”Kami mau kasih materi sehari penuh,” terangnya. (syn/tyo)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top