• Berita Terkini

    Selasa, 12 September 2017

    Miris, Bocah di Banjarnegara ini Tinggal di Tumpukan Sampah

    darno/Radarmas
    BANJARNEGARA - Miris, sebuah keluarga di Kelurahan Semarang Kecamatan Banjarnegara tinggal diantara tumpukan sampah. Setiap harinya, keluarga yang terdiri seorang kakek bernama Riyanto, nenek Rasinem dan Ahmad Surono, cucunya yang masih kecil bergulat dengan tumpukan sampah yang menggunung. Tak hanya bergulat dengan sampah di siang hari saat memulung. Ketika malam haripun, keluarga tersebut berkubang dengan tumpukan sampah yang berbau menyengat.

    Kepala Kelurahan Semarang, Sugeng Waluyo mengatakan kondisi ini sudah berlangsung bertahun-tahun. "Sudah bolak-balik saya arahkan agar hidup bersih dan sehat dengan tidak menumpuk sampah di rumah," kata dia, Senin (11/9). Namun keluarga tersebut menolak dengan berbagai dalih.

    Dia beberapa kali kali menegur pemilik rumah. Terutama ketika ibu Ahmad Surono yang sakit tapi berbaring di atas tumpukan sampah.

    Kondisi hidup yang tidak sehat ini membuat penghuninya dikucilkan dari tetangga. Termasuk Ahmad Surono yang ditolak masuk TK. Pihak TK enggan menerima bocah tujuh tahun tersebut karena khawatir membuat anak-anak yang lain keberatan.

    Dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga pemulung, membuat Ahmad Surono setiap hari bergelut dengan sampah. Jika tidak di rumah, dia ikut kakek dan neneknya memulung.
    Sementara, Ahmad Surono mengaku ingin bersekolah. Dia sendiri mengaku tidak nyaman dengan kondisi rumahnya yang tidak sehat.

    Kepala Keluarga, Riyanto mengatakan sebelumnya sampahnya saya simpan di gudang. "Namun kuncinya hilang, sehingga dibawa ke rumah," kata Riyanto. Dia mengaku bau dengan tumpukan sampah yang menggunung di rumahnya. Namun dia tetap menjadikan rumahnya yang hanya berjarak sekitar 50 meter dari kantor Kelurahan Semarang menjadi gudang sampah.

    Istri Riyanto, Rasinem mengaku tumpukan sampah yang berada di rumahnya sebenarnya mengganggu. "Sebabnya gudang tidak bisa dibuka, jadi disimpan di rumah," ungkapnya.
    Dikatakan menjadi pemulung, penghasilannya tidak menentu. Dalam tiga bulan, sampah dia hanya setor satu kali. "Penghasilan tidak tentu. Tiga bulan setor hanya satu kali antara Rp 350 sampai Rp 400 ribu," ungkapnya.

    Tumpukan sampah ini tidak hanya menusuk hidung penghuninya. Namun juga tetangganya. Apalagi sampah tidak hanya disimpan di rumah dan kamar tidur. Namun halaman depan rumah pemulung tersebut juga dipenuhi berbagai jenis sampah.

    Tetangga Riyanto, Darmo Manurung mengaku mengelun dengan pemandangan yang tidak nyaman dan bau menyengat. Apalagi dia sudah bertetangga lebih dari sepuluh tahun. Nyaris setiap hari protes dia protes. Tak jarang terjadi percekokan dengan tetangganya karena bau sampah yang menyengat. Namun protes tersebut tidak digubris oleh Riyanto.(drn)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top