• Berita Terkini

    Jumat, 16 Juni 2017

    Ironisnya Dunia Pendidikan, Anak Sarjana di Solo Masuk Kuota Miskin

    ILUSTRASI
    SUKOHARJO – Orang tua murid yang merasa dirugikan dengan penyalahgunaan surat keterangan tidak mampu (SKTM) pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online di SMAN 1 Sukoharjo membentuk tim independen guna melanjutkan penelusuran. Hasilnya sangat mengejutkan.

    Diketahui, dari kuota murid SMAN 1 Sukoharjo sebanyak 300 anak, 100 orang di antaranya mendaftar menggunakan SKTM. “Tidak semua rumah kami survei. Kami pilih secara random. Sebelumnya kami lihat juga latar belakang pendidikan orang tuanya,” ujar salah seorang anggota tim independen yang juga orang tua murid berinisial PP.
    Hasil survei menemukan latar belakang orang tua yang mendaftarkan anaknya menggunakan SKTM adalah lulusan sarjana. Lebih mengejutkan lagi ada berprofesi dokter dan bertugas di salah satu rumah sakit Kabupaten Wonogiri.

    Tak sembarang survei, orang tua PP berpatokan pada 14 kriteria warga miskin berdasar standar Badan Pusat Statistik (BPS). Tim independen tersebut juga mengonfirmasi ke Gubernur Jateng Ganjar Pranowo melalui direct message di akun twitter guna memperjelas apakah standar miskin dari BPS itu juga digunakan untuk menentukan kriteria keluarga miskin calon murid baru.

    “Pak Ganjar bilang iya. Makanya waktu survei kami acuannya standar ini untuk menentukan layak miskin atau tidak. Paling tidak sembilan kriteria masuk, baru bisa dikatakan layak miskin,” tegas orang tua PP.

    Dari tiga rumah yang disurvei tim independen, tidak memenuhui kriteria keluarga miskin sesuai standar BPS. Satu rumah diakui para tetangga sebagai keluarga miskin. Tapi, saat dipantau, belum masuk kriteria standar miskin dari BPS.

    “Satu rumah lagi, di daerah Baki, punya toko kelontong. Untuk ukuran toko kelontong di desa, itu termasuk komplet. Di belakang toko kelontong ada dua rumah bagus. Logikanya, kalau toko kelontong di depan, rumah di belakangnya kan rumah pemiliknya,” jelas orang tua PP.

    Lebih lanjut diterangkan orang tua PP, hasil survei tersebut akan dilaporkan langsung ke gubernur Jateng lewat media sosial. “Kalau terbukti tidak miskin akan di-out dari sekolah,” ungkapnya.

    Sementara itu, karena minimnya pengawasan di lapangan, masyarakat terkategori mampu secara ekonomi dengan mudah mendapatkan SKTM.

    Pelaksana tugas (Plt) Dinas Sosial (Dinsos) Sukoharjo Sarmadi mengatakan, untuk mendapatkan SKTM, harus mendapatkan pengantar pengurus RT dan diverifikasi kepala desa (kades)/lurah. “Intinya itu aspiratif tingkat RT. Jadi, benar tidaknya kondisi keluarga miskin atau kaya yang mengetahui adalah lingkungan,” katanya.

    Diakui Sarmadi, selama ini tidak ada sanksi hukum yang mengatur tentang penyalahgunaan SKTM. Tapi hanya sanksi sosial. ”Orang kaya kok mengaku miskin, mereka terkena sanksi sosial,” tutur dia.

    Guna mencegah penyalahgunaan SKTM, dinsos mengimbau lurah atau kades ikut turun ke lapangan memastikan kondisi ekonomi warganya. Artinya tidak hanya mengandalkan surat pengantar dari RT.

    ”Itu namanya yang miskin jiwanya, mencari jalan pintas. Moral masyarakat mundur. Kaya kepengin miskin. Verifikasi dan validasi, lurah jangan hanya terima surat saja,” tandas Sarmadi.

    Ketua Komisi IV Wawan Pribadi menambahkan, penyalahgunaan SKTM pada PPDB online mencoreng dunia pendidikan. ”Kami minta jangan sampai ada permainan baik dari orang tua murid atau yang mengeluarkan SKTM ,” pintunya. (aya/yan/wa)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top