• Berita Terkini

    Jumat, 19 Mei 2017

    Pansus Angket KPK Belum Terbentuk, Novanto Kembali Disebut di Sidang

    JAKARTA – Sejumlah fraksi di DPR masih menghendaki adanya hak angket. Dari 10 fraksi, ada empat partai yang mendukung hak melakukan penyelidikan itu. Namun, sampai sekarang belum ada satu pun fraksi yang mengirimkan anggotnya, sehingga pansus angket pun belum bisa terbentuk.


    Hak angket KPK sempat disinggung di rapat paripurna kemarin (18/5). Setelah rapat dibuka, Fraksi PKS langsung menyampaikan sikapnya. Ansory Siregar, anggota Fraksi PKS mengkritisi keputusan rapat paripurna pada 28 April yang memutuskan hak angket. “Pimpinan memutuskan hak angket secara tergesa-gesa dan sepihak, tidak mendengarkan suara fraksi,” papar dia.


    Fahri Hamzah yang menjadi pimpinan rapat saat itu dianggap merampas hak semua fraksi, karena tidak memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyampaikan pendapat mereka. Pihaknya pun meminta agar hak angket dibatalkan, karena telah melanggar aturan. “Hari ini bisa dibahas kembali,” ucap legislator asal Sumatera Utara itu.

    Dia menegaskan bahwa partainya menolak hak angket dan tidak akan mengirim anggotanya ke pansus. Menurut dia, pansus tidak akan berfungsi dan akan gugur dengan sendirinya. Selain itu, dia juga meminta Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) agar memproses Fahri Hamzah yang dianggap melakukan pelanggaran saat memimpin rapat paripurna bulan lalu.


    Sikap berbeda disampaikan Ketua DPR Setya Novanto dalam pidatonya. Dia mengatakan, hak angket KPK sudah disepakati dalam rapat paripurna 28 April lalu. Maka, pihaknya pun mendorong agar proses selanjutnya segera dilakukan. “DPR sudah menyepakati pembentukan pansus  angket,” terang dia.


    Usai rapat paripurna, DPR mengelar rapat pengganti Badan Musyawarah (Bamus). Namun, rapat yang melibatkan pimpinan DPR, pimpinan fraksi dan alat kelengkapan dewan itu tidak membuahkan hasil. Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan, sampai kemarin belum ada satu pun fraksi yang mengusulkan nama anggotanya untuk masuk pansus. “Kalau di paripurna, baru satu fraksi yang dengan tegas tidak akan mengirimkan anggotanya, yaitu PKS,” ucap dia saat ditemui usia rapat pengganti Bamus kemarin.

    Karena belum ada yang mengirim anggota, maka para pemimpin fraksi yang mengikuti rapat itu meminta agar pengumuman pembentukan pansus ditunda. Selanjutnya, kata dia, akan dilakukan rapat Bamus lagi untuk membahas persoalan itu. Diharapkan dalam rapat selanjutnya sudah ada fraksi yang mengirim nama.


    Taufik mengatakan, dalam tatib DPR dijelaskan bahwa pansus harus diikuti semua unsur fraksi. Aturan itu menjadi pertimbangan bagi semua fraksi. Dia pun akan menunggu sampai rapat pengganti Bamus berikutnya. Apakah hak angket akan gugur jika tidak diikuti semua partai? Dia mengatakan, ia tidak bisa melakukan tafsir lebih jauh. Dalam tatib Pasal 171 hanya disebutkan hak angket diikuti semua unsur fraksi. Kata-kata semua menjadi poin tersendiri bagi semua fraksi untuk mengambil sikap.


    Politikus PAN itu menjelaskan, DPR mempunyai waktu 60 hari untuk membentuk pansus. Dia tidak bisa menyebutkan apakah hak angket akan gugur atau tidak. “Kita akan menunggu sampai rapat berikutnya,” tutur dia.


    Agus Hermanto, wakil ketua DPR RI mengatakan, jika tidak ada fraksi yang tidak mengirim anggota, maka pansus tidak bisa diproses. Maka, tutur dia, pembentukan pansus sangat bergantung dengan sikap fraksi.


    Politikus Partai Demokrat itu menyatakan, fraksinya sejak awal sudah menyampaikan sikap bahwa Partai Demokrat menolak hak angket. Tidak ada anggota yang tanda tangan. Selain itu, partainya juga tidak akan mengirim anggota untuk masuk pansus. “Kami konsisten,” terang dia saat menjadi narasumber dalam diskusi dengan tema “Kemana Hak Angket KPK Berujung?” di Media Center DPR kemarin.


    Menurut dia, untuk memperbaiki KPK tidak harus dengan hak angket. Masih ada cara lain yang bisa dilakukan.. Agus menyatakan, angket akan menganggu kinerja pimpinan KPK, karena mereka akan sering dipanggil DPR. Padahal, mereka sangat sibuk menangani perkara korupsi. “Bisa lewat rapat dengar pendapat (RDP) di komisi,” terangnya.

    Sementara itu, PDIP dengan tegas mendukung hak angket. Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu mengatakan, hak angket bukan untuk melemahkan komisi antirasuah, tapi untuk memperkuat lembaga yang dipimpin Agus Rahardjo itu. “Salah kalau dibilang memperlemah,” terang dia.


    Dia menyatakan, KPK merupakan lembaga negara yang harus diawasi. Dalam melaksanakan tugasnya, komisi tersebut juga wajib melaporkan hasil kerjanya ke presiden, BPK dan rakyat. DPR merupakan wakil rakyat. Dewan mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan. “Kami tentu akan mengirim anggota ke pansus,” tutur dia.

    Partai Nasdem juga mendukung hak angket. “Kami yang mengusulkan,” terang Taufiqulhadi, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Nasdem. Pihaknya juga akan mengirim anggota ke pansus. Namun, dia belum bisa memastikan kapan akan menyerahkan nama anggota.


    Sikap berbeda ditunjukkan Partai Gerindra. Partai berlambang burung Garuda itu menolak hak angket, tapi akan mengirim anggotanya. Sodik Mudjahid, anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra mengatakan, setelah dilakukan kajian secara mendalam, pihaknya memutuskan untuk mengirim anggota ke pansus hak angket KPK. Menurut dia, pansus angket akan jalan terus tanpa diikuti semua fraksi. “Melihat situasi dan kondisi itu, kami akan rugi jika tidak mengirim utusan,” papar dia.

    Sementara itu, nama Ketua DPR Setyo Novanto kembali disebut dalam sidang korupsi eKTP di pengadilan tipikor, kemarin (18/5). Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos yang menjadi saksi menyebut dua kali bertemu dengan Novanto setelah proyek yang diduga merugikan negara Rp 2,3 triliun itu.


    Paulus melalui teleconference dari Singapura mengungkapkan pertemuan pertama terjadi rumah Novanto di Jalan Wijaya XIII, Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan setelah proyek eKTP berjalan pada 2011. Andi Agustinus alias Andi Narogong yang menginisiasi pertemuan itu terlambat datang karena terjebak macet.


    "Saya rasa saudara Andi Agustinus ingin menyombongkan diri atau show off bahwa dia kenal dengan bapak Setya Novanto," ujar Paulus yang mengaku takut datang ke Indonesia karena ada ancaman keselamatan pada dirinya. Dia diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Kependudukan Kemendagri Sugiharto.


    Dalam pertemuan tersebut Paulus memperkenalkan sebagai direktur PT Sandipala Arthaputra bagian dari konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) pemenang tender proyek e-KTP. Novanto pun menayakan perkembangan proyek tersebut pada  Paulus.
     "Saya jelaskan baru dimulai, peralatan-peralatan baru dipasang. Sandipala (PT Sandipala Artaputra,Red) baru mencetak sedikit kartu karena data yang tersedia terbatas," imbuh paulus.


    Sedangkan pertemuan kedua terjadi di Equity Building kawasan SCBD Jakarta. Paulus berdalih pertemuan tersebut hanya papasan saja di lift dan tidak banyak yang dibicarakan. "Saya tidak ingat. Seingat saya tak ada pembicaraan yang banyak karena pak Novanto buru-buru ingin meninggalkan kantornya," jelas dia.


    Namun, Jaksa Abdul Basir langsung membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Paulus untuk mengingatkan dan mendetailkan pertemuan tersebut. Dalam BAP itu Paulus menyebut Novanto menanyakan lagi perkembangan eKTP dan produksi PT Sandipala. Selain itu, masih dalam BAP, Paulus menduga Novanto menayakan komitmen atau suatu hal dari dia. "Kemudian Andi Narogong mengatakan kepada Setya Novanto, wah masih sama Pak dengan hasil pertemuan di Wijaya," kata jaksa.


    Tapi, Paulus menolak keterangan dalam BAP tersebut. Meskipun sudah menandatangani berita acara di bawah sumpah.


    Sandipala awalnya bertugas untuk mencetak 103 juta keping eKTP. Tapi akhirnya jatah tersebut dikurangi sampai dua kali dari 103 juta keping menjadi 60 juta keping dan terakhir 45 juta keping saja. Jatah tersebut diambil oleh PNRI. Sehingga pada Oktober 2013 PNRI punya porsi 127 juta keping dari semula hanya 68 juta keping.


    Selain itu, dalam sidang tersebut terungkap pula sudah sejak awal proyek eKTP itu diatur bahkan sampai suplier bahan. Mulai dari hologram, plastik, hingga chip. Hologram misalnya sejak awal ditunjuk PT Trisaksi Mustika Grafika dan PT Pura Barutama. Paulus mengaku tidak punya banyak pilihan karena waktu pengerjaan yang terbilang mepet. "Saya tidak coba perusahaan lain karena saat itu diburu waktu untuk selesaikan eKTP sesuai jadwal," kata Paulus.


    Seperti diberitakan, kasus megakorupsi eKTP diduga merugikan negara Rp 2,3 triliun. Uang tersebut diduga kuat dibagikan ke sejumlah anggota legislatif. Termasuk Setya Novanto yang pada saat itu menjadi ketua fraksi partai Golkar. KPK masih terus menyelidiki kasus tersebut. Salah satunya dengan pemeriksaan untuk orang-orang lainnya. (jun/lum/acd)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top