• Berita Terkini

    Kamis, 01 Juni 2017

    Kelakuan Pengemis di Solo, Mengemis sambil Tenteng Tablet

    SILVESTER KURNIAWAN/RADAR SOLO
    SOLO – Seiring pesatnya pembangunan Kota Solo, masalah sosial pun kian kompleks. Yakni keberadaan pengemis, gelandangan, dan orang telantar (PGOT). Tidak sedikit dari mereka benar-benar membutuhkan bantuan. Di sisi lain ada yang memanfaatkan sebagai modus agar mudah mendapatkan uang.

    Kepala Bidang Penegakan Peraturan Daerah (Perda) Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Surakarta Arief Darmawan menjelaskan, belum lama ini, pihaknya menjangkau salah seorang pengemis yang ternyata membawa uang tunai senilai Rp 7 juta.

    Bukan hanya itu, anggota Satpol PP juga pernah disodori uang sebagai tanda terima kasih oleh pengemis yang terjaring razia dan diantarkan pulang ke kampungnya. "Asalnya dari  Klaten, seorang nenek dan cucunya. Sehari bisa dapat Rp 700 ribu. Lha pas diantar petugas pulang, malah nawari uang karena merasa berterima kasih.

    Langsung kami tolak. Ini kan lucu, wong ngemis kok iso nyangoni (pengemis kok bisa memberikan uang saku," beber Arief, Rabu (31/5).

    Hasil pemetaan Satpol PP, mayoritas PGOT beroperasi di tempat ibadah dan pusat bisnis yang tersebar di Kecamatan Laweyan dan Kecamatan Pasar Kliwon. Selain itu, juga beredar di sekitar Terminal Tirtonadi, Manahan, Kottabarat, Kecamatan Jebres, dan lainnya.

    "Rata-rata beroperasi pada hari Kamis untuk kawasan Laweyan dan Jumat di Pasar Kliwon. Biasanya penjaringan awal tahun paling banyak dan menurun seiring gencarnya razia petugas," terangnya.

    Berkali-kali dirazia, kenapa PGOT terus muncul? Arief menuturkan, itu karena kurang tegasnya sanksi untuk melengkapi pembinaan yang telah dijalankan selama ini.

    “Makanya kami ajukan raperda (rancangan peraturan daerah) Ketertiban Umum. Saat ini sudah pembahasan per pasal di DPRD Surakarta," ujar Arief.

    Dengan begitu, lanjutnya, Satpol PP bisa memberikan sanksi administratif kepada pengemis maupun yang memberikan uang secara langsung. Sebab, bantuan sosial tersebut bisa disalurkan lewat lembaga resmi.

    Selain itu, Satpol PP akan menyasar oknum yang sengaja mengorganisasi PGOT untuk mencari keuntungan. "Kami kerahkan Linmas (perlindungan masyarakat, Red) di wilayah masing-masing. Kami temukan polanya, mereka di-drop pukul 06.00-07.00 kemudian menyebar ke wilayah masing-masing. Tunggu saja tanggal mainnya," tutur Arief.

    Pantauan Jawa Pos Radar Solo di sekitar Manahan, sore kemarin cukup banyak pengemis beroperasi. Antok, salah seorang pedagang di selter Manahan menuturkan, ada pengemis yang mengendarai sepeda motor dan mengenakan pakaian layak.

    Tapi, setelah itu, di toilet umum, pengemis tersebut berganti pakaian compang-camping di toilet umum lalu beraksi berharap belas kasihan warga. "Biasanya itu ganti baju sekitar pukul 14.00. Nanti sekitar 18.30 salin lagi sebelum balik (pulang,Red)," ujar Antok.

    Ditambahkan Antok, tidak sedikit pengemis yang sengaja memanfaatkan anaknya untuk menambah iba warga. "Heran saya itu kok ya ibunya tega," tandas dia Jawa Pos Radar Solo kemudian menghampiri seorang perempuan yang mengemis bersama anaknya di kawasan Manahan. Selama Ramadan, dirinya bisa mengumpulkan uang sekitar Rp 250 ribu hanya dari pukul 14.00 hingga menjelang buka puasa tiba.

    Lebih mengejutkan lagi, si anak sempat mengeluarkan tablet dari dalam tas warna pink untuk memainkan game. "Saya ajak anak (mengemis,Red) kalau sudah pulang sekolah.

    Lha HP (tablet,Red) ini dari tabungan hasil kerja kerasnya sendiri," jelas perempuan yang mengaku bernama Sutini tersebut. Menanggapi fenomena tersebut, Kepala Satpol PP Surakarta Sutarjo menuturkan, PGOT tidak hanya muncul saat Ramadan dan Lebaran. Tapi setiap saat. Sebab itu, penjangkauan dan pembinaan terhadap mereka terus digalakkan.

    Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Ahmad Romdhon menilai, fenomena PGOT menguji kemampuan pemkot mencari solusi terbaik. "Problem utamanya adalah ketimpangan.

    Akses atas ekonomi formal atau informal tidak bisa mereka jangkau. Dalam konteks kota, PGOT jadi opsi untuk bertahan. Edukasi ke masyarakat luas jadi lebih penting mendorong upaya agar mereka mandiri," urai dia.

    Sementara itu, terkait potensi bertambahnya PGOT setiap Kamis dan Jumat, Romdhon mengungkapkan, pada zaman Paku Buwono (PB) X pembagian sedekah dilakukan tiap Kamis.
    "Dari sisi sejarah, ngemis punya makna lain berupa hari Kamis. Hari di mana PB X banyak membagi sedekah ke warga. Kalau Jumat terkait dengan amalan sedekah yang banyak dilakukan di hari itu," kata Romdhon.

    Begitu pula ketika Ramadan hingga Lebaran di mana umat muslim lebih banyak beramal. Itu dimanfaatkan PGOT untuk meminta-minta. (ves/wa)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top