• Berita Terkini

    Kamis, 04 Juni 2015

    Dr Yenti Dukung Upaya Eksekusi Uang Rp 8,7 M Milik PD BPR BKK Kebumen

    Dr Yenti Dukung Upaya Eksekusi Uang Rp 8,7 M Milik PD BPR BKK Kebumen
    KEBUMEN (Kebumen Ekspres)- Dosen Tindak Pidana di Bidang Pidana Khusus Universitas Tri Sakti Jakarta, Dr Yenti Garnarsih SH MH menyayangkan pernyataan PD BPR BKK Kebumen serta Pemprov Jawa Tengah yang mengaku keberatan dengan eksekusi barang bukti hasil kejahatan berupa uang tunai sejumlah Rp 8,7 miliar milik PD BPR BKK Kebumen.

    Apalagi perintah eksekusi itu telah berkekuatan hukum tetap (inckracht). Pakar soal tindak pidana pencucian uang (money laundry) itupun menyatakan, keberatan itu tak bisa menghalangi jaksa untuk mengeksekusi uang tunai yang saat ini berada di bank Mandiri cabang Kebumen tersebut. "Itu bukan uang milik PD BPR BKK Kebumen. Melainkan uang hasil kejahatan oleh pelaku tindak kejahatan penipuan dan tindak pidana pencucian uang dan harus dikembalikan kepada pemilik," kata Yenti dihubungi Minggu (31/5/2015).

    Pernyataan Yenti Garnarsih tersebut sekaligus mementahkan alasan keberatan penyitaan dari PD BPR BKK Kebumen dan Pemprov Jawa Tengah yang keberatan dengan penyitaan uang sejumlah itu. Adapun alasan keberatan PD BPR BKK Kebumen dan Pemprov Jawa Tengah, mengacu Pasal 50 Ayat 1 UU No 1 tahun 2004 tentang Perbendaraan Negara disebutkan, pihak manapun dilarang melakukan penyitaan terhadap uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berasal pada instansi pemerintah maupun pada pihak ketiga.

    Keberatan itu diungkapkan Anggota Dewan Pengawas PD BPR BKK Kebumen Wahyu Siswanti, Direktur PD BPR BKK Kebumen Sutrisno dan Direktur Pemasaran Sudiharta. Bahkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyampaikan surat keberatan kepada Ketua Pengadilan Negeri (PN) Kebumen dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    Surat tertanggal 11 Mei 2015, Gubernur Ganjar Pranowo meminta agar Kejaksaan Negeri Kebumen dan JPU tidak melakukan penyitaan terhadap rekening antar bank aktiva PD BPR BKK Kebumen di Bank Mandiri Cabang Kebumen. Surat keberatan tersebut ditembuskan kepada antara lain Kejaksaan Agung RI, Menteri Keuangan RI, Jampidum Kejagung, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) RI.

    Menurut Yenti Garnarsih, pernyataan tersebut tidak bisa dijadikan alasan. Bahkan terkesan ironis dan menyedihkan. "Uang PD BPR BKK Kebumen sebesar Rp  8,7 miliar itu sudah hilang karena adanya kasus kejahatan perbankan yang menyebabkan uang itu mengalir kepada pelaku tindak kejahatan pencucian uang (TPPU). Uang (Rp 8,7 miliar) yang ada saat ini adalah uang milik korban dan harus dikembalikan kepada korban," ujarnya.

    Peristiwa ini bermula saat Hidayat, warga Kabupaten Banyumas melaporkan ke Polda Jawa Tengah telah menjadi korban penipuan investasi bodong Dian Agus Risqianto warga Desa/Kecamatan Pejagoan dan Giyatmo warga Desa Kutosari/Kecamatan Kebumen. Pada kejadian tahun 2011 itu, Hidayat pengusaha properti dan mantan pengusaha jamu itu dirugikan Rp 23,25 miliar. PD BPR BKK Kebumen terseret dalam kasus ini setelah uang milik Hidayat digunakan Giyatmo untuk membayar utangnya kepada PD BPR BKK Kebumen sebesar Rp 13 miliar.

    Kemudian diungkap di persidangan, persetujuan dan pencairan uang Rp 13 miliar oleh PD BPR BKK Kebumen kepada Giyatmo bermasalah. Selain karena melebihi batas maksimum pemberian kredit (BMPK) dan jumlah agunan tidak memenuhi syarat, pencairan itu mengalir ke satu rekening atas nama Giyatmo. Parahnya, uang itu cair terlebih dahulu bahkan sebelum proses verifikasi. Dalam salah satu diktum putusan atas perkara ini, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kebumen memberi ijin khusus penyitaan uang tunai pada rekening antar bank milik Perusahaan Daerah (PD) BPR BKK Kebumen senilai Rp 8,7 miliar.

    Harusnya, lanjut Yenti, PD BPR BKK Kebumen sejak awal melakukan upaya hukum terhadap pihak-pihak yang mencairkan uang RP 13 miliar. Dalam hal ini jajaran direksi baik direktur, pegawai bank dan pihak-pihak yang berafiliasi dengan PD BPR BKK seperti pemilik saham. Termasuk, debitur dalam hal ini Giyatmo.

    Yenti juga mendesak para penegak hukum segera menindaklanjuti perkara tindak kejahatan perbankan tersebut. Nantinya, bila terbukti, selain terkena pasal pidana, jajaran direksi juga berkewajiban mengembalikan uang hasil kejahatan itu. Hal itu sudah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi nomor 19 tahun 2002 khususnya pasal 37. Disana disebutkan, direktur atau pegawai, baik sengaja atau tidak sengaja atau karena kelalaian menimbulkan kerugian, wajib mengganti kerugian dimaksud.(cah)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top